PENTINGNYA PELAKSANAAN SECURITY DRILL BAGI AWAK KAPAL GUNA MENUNJANG KEAMANAN DI KAPAL MT GAS KOMODO
ODYANTA RANGGA PAULUVA
AHLI
NAUTIKA TINGKAT III
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Transportasi laut dan pelabuhan merupakan salah satu sarana transportasi
yang mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat, pembangunan ekonomi,
dan sosial politik suatu negara. Dalam perkembangannya, transportasi laut dan
pelabuhan juga merupakan salah satu sarana penghubung dalam membina hubungan
kerjasama antar negara dalam tukar-menukar teknologi dan perekonomian..
Namun peristiwa pembajakan kapal MV. Sinar Kudus yang dilakukan oleh para
perompak Somalia pada tanggal 16 Maret 2011 silam memperlihatkan bahwa alat
transportasi khususnya transportasi laut merupakan sasaran utama para teroris
untuk tindak kejahatan dan terorisme, kasus lain yang terjadi yaitu kasus
pembajakan yang dilakukan oleh kelompok radikal Philipina Abu Sayyaf pada 2
kapal Tugboat berbendera Indonesia pada 26 Maret 2016 lalu, disusul
disanderanya 10 anak buah kapal oleh kelompok tersebut.
Hal semacam itu dapat terjadi di kapal manapun, karena alat transportasi
laut dan pelabuhan sebagai faktor terpenting di dalam perekonomian akan menjadi
sasaran utama para teroris untuk mengambil keuntungan maupun mengacaukan perekonomian
suatu negara.
Karena transportasi laut akan tetap memegang peranan utama dalam
menunjang perekonomian dunia, maka perlu peningkatan dan pengaturan keamanan
kapal dan pengamanan pangkalan pendukungnya yakni fasilitas pelabuhan. Sehingga
mendorong terciptanya “International Ship and Port Facility Security Code“
yang diawali oleh Intersessional Working Group on Maritime Security of the
MSC ( September 2002 ), Maritime Safety Committee ( MSC ) 76 ( 2-6 Desember 2002 ) dan disusul oleh Diplomatic
Conference of Contracting Government on Maritime Security (9-13 Desember
2002). Diplomatic Conference menyetujui amandemen terhadap SOLAS 74
yakni Chapter V tentang Safety
of Navigation dan Chapter XI tentang Maritime Security maka
terciptalah International Ship and Port Facility Security Code ( ISPS Code ).
Jadi ISPS Code merupakan
ketentuan dan prosedur untuk mencegah tindakan terorisme yang mengancam
keamanan penumpang, kru dan kapal.
MT Gas Komodo yang mana merupakan kapal tempat penulis melaksanakan
Praktek Laut juga menerapkan ISPS Code
dalam menunjang keamanannya diatas kapal, namun penerapan ISPS Code dalam praktek sehari-hari di kapal
dirasa masih terdapat kekurangan, kekurangan tersebut berasal dari kedisiplinan
awak kapal serta kurangnya pengetahuan awak kapal mengenai koda ini.
Selain itu, kurangnya pelatihan dan pelaksanaan security drill dan pemahaman mengenai ISPS Code oleh awak kapal MT Gas Komodo juga menjadi salah satu
penyebab keamanan kapal menjadi terancam.
Oleh karena itu, dituntut pengetahuan dan kedisiplinan dari perwira serta
awak kapal MT Gas Komodo yang terlatih dan terjamin dalam menjaga keamanan di
kapal sesuai dengan sistem pengamanan yang tercantum dalam ISPS Code.
Karena hal-hal tersebut diatas, maka diambil judul “PENTINGNYA
PELAKSANAAN SECURITY DRILL BAGI AWAK
KAPAL GUNA MENUNJANG KEAMANAN DI KAPAL MT GAS KOMODO” yang selama ini dirasa
masih terdapat kelemahan dan kekurangan .
Rumusan Masalah
Dalam
pembahasan makalah ini, berdasarkan latar belakang yang dituangkan diatas,
masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1.
Apakah Security Drill telah dilaksanakan sesuai
prosedur diatas kapal MT Gas Komodo ?
2.
Bagaimana
pengaruh penerapan ISPS Code terhadap
keamanan di atas kapal MT Gas Komodo?
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini dilakukan dengan tujuan untuk :
a.
Untuk mengetahui apakah Security Drill diatas kapal MT Gas Komodo telah dilaksanakan sesuai
dengan prosedur.
b.
Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh penerapan ISPS Code terhadap keamanan diatas kapal MT
Gas Komodo.
Manfaat Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada pembaca
akan pentingnya pelaksanaan Security
Drill di atas kapal.
2. Sebagai salah satu bahan pertimbangan dan
masukan guna meningkatkan kemampuan awak kapal dalam mengetahui pentingnya
peranan ISPS Code di atas kapal maupun di pelabuhan.
b. Kegunaan Praktis
1.
Agar
tercipta suatu sistem keamanan yang kondusif di atas kapal dan terjaminnya rasa
aman dalam melakukan pekerjaan atau berdinas jaga.
2.
Agar
timbul pengertian dan kesadaran awak kapal mengenai peraturan yang telah
ditetapkan dalam ISPS Code.
Pembatasan Masalah
Untuk pemecahan masalah penelitian ini, dikarenakan keterbatasan yang
dimiliki, maka permasalahan ini hanya mengenai “ Pelaksanaan Security Drill di atas kapal MT Gas
Komodo dengan lokasi di Kalbut Anchorage, Situbondo“.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Review
Penelitian Sebelumnya
No
|
Judul Penelitian
|
Pengarang
|
Tahun Kejadian
|
Hasil Penelitian
|
1
|
Familiarisasi
Awak Kapal Sehubungan dengan Penerapan ISPS Code di MV. Amrta Jaya-1
|
Heri Ardiyanto
(Taruna STIP)
|
September 2007
|
Setelah diadakan evaluasi terhadap kejadian yang ada di
deskripsi data, ditemukan dua masalah pokok yang terjadi pada penerapan ISPS Code
di MV.Amrta Jaya-1. yaitu
masalah kurangnya pengetahuan dan kedisiplinan awak kapal dalam
mengimplementasikan ISPS Code secara optimal di atas kapal.
|
Landasan
Teori
Pengertian
Pelaksanaan adalah suatu
tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang
dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah
dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan sebagai penerapan, Usman, N (2002:70).
Pelaksanaan merupakan
aktivitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana
dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala
kebutuhan, alat alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat
pelaksanaannya dimulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses
rangkaian kegiatan tidak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan
yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun
operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari
program yang ditetapkan semula, Syukur. A
(1987:40).
Dari pengertian yang
dikemukakan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kata pelaksanaan
bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.
Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan sekedar aktivitas,
tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
Selain itu pelaksanaan
disini juga berarti penerapan dan wujud nyata dari awak kapal untuk melakukan
semua peraturan yang tertera dalam ISPS Code
.
Istilah-istilah penting dalam ISPS Code
ISPS Code ( The International
Ship and Port Facilities Security Code ) merupakan ketentuan dan
prosedur untuk mencegah tindakan terorisme yang mengancam keamanan penumpang,
kru dan kapal.
Bisa dikatakan bahwa
ketentuan ini muncul untuk mencegah dimanfaatkanya fasilitas pelabuhan maupun
kapal untuk tindak kejahatan maupun terorisme, berisi prosedur prosedur yang
harus dilakukan agar penyalahgunaan tersebut bisa ditanggulangi dan dihindari.
Menurut Buku Ajar Ship Security Officer (POLTEKPEL SURABAYA) 2 : 5, perlu
diperhatikan beberapa istilah pokok dalam penerapan ISPS Code. Antara
lain:
1.
Rancangan Keamanan Kapal (Ship Security Plan/SSP)
Berarti suatu rancangan yang dibuat untuk memastikan aplikasi
tata cara diatas kapal yang dirancang untuk melindungi orang-orang diatas kapal,
muatan, unit pengangkut muatan, gudang kapal atau kapal dari resiko suatu
insiden keamanan.
Dalam hal ini, di kapal MT Gas Komodo telah tersedia SSP baik
dalam Bahasa inggris maupun Bahasa Indonesia, rancangan ini diberikan oleh
perusahaan dalam hal ini PT. KBA (Karya Bakti Adil) untuk dilaksanakan oleh
seluruh kru kapal.
2.
Rancangan Keamanan Fasilitas Pelabuhan (Port
Facility Security Plan/PFSP)
Berarti suatu rancangan yang dibuat untuk memastikan aplikasi
tata cara yang dirancang untuk melindungi kapal dan fasilitas pelabuhan,
orang-orang, muatan, unit pengangkut muatan dan gudang kapal di dalam fasilitas
pelabuhan dari suatu resiko insiden keamanan.
Dalam hal ini PSFP disediakan dan dilaksanakan oleh pihak
pelabuhan maupun operator pelabuhan.
3.
Petugas Keamanan Kapal (Ship Security Officer/SSO)
Berarti seseorang di atas kapal, yang ditunjuk oleh
perusahaan sebagai petugas yang bertanggung jawab untuk keamanan kapal,
mencakup implementasi dan pemeliharaan rancangan keamanan kapal dan untuk
koordinasi dengan petugas keamanan perusahaan dan para petugas keamanan
fasilitas pelabuhan.
Dalam hal ini, di MT Gas Komodo SSO dijabat oleh Master /
Kapten kapal.
4.
Petugas Keamanan Perusahaan (Company Security
Officer/CSO)
Berarti seseorang yang ditunjuk oleh perusahaan untuk
memastikan bahwa suatu penilaian keamanan kapal telah dilaksanakan, bahwa suatu
rancangan keamanan kapal dikembangkan, disampaikan untuk persetujuan, dan
sesudah itu diterapkan dan dipelihara, serta untuk koordinasi dengan para
petugas keamanan fasilitas pelabuhan dan petugas keamanan kapal.
Dalam hal ini, Perusahaan tempat taruna praktek PT.KBA (
Karya Bakti Adil ) menunjuk Capt. Suhadi sebagai CSO dimana beliau juga
merupakan pelaut yang mana ditempatkan di Kantor .
5.
Petugas Keamanan Fasilitas Perusahaan
Berarti orang yang ditunjuk untuk bertanggungjawab dalam
pengembangan, implementasi, revisi dan pemeliharaan rancangan keamanan
fasilitas pelabuhan dan untuk koordinasi/berkomunikasi dengan para petugas
keamanan kapal dan para petugas keamanan perusahaan.
Dalam hal ini dilaksanakan oleh pihak perusahaan yang mana
berada di kantor pusat.
6.
Petugas Keamanan Fasilitas Pelabuhan (Port Facility
Security Officer/PFSO)
Berarti orang yang ditunjuk untuk bertanggung jawab untuk
pengembangan, implementasi, revisi dan pemeliharaan rancangan keamanan
fasilitas pelabuhan dan untuk koordinasi/berkomunikasi dengan para petugas
keamanan kapal dan para petugas keamanan pelabuhan.
Dalam ha ini PFSO di laksanakan oleh pihak darat atau
pelabuhan ,biasanya PSA.
7.
Keamanan tingkat siaga 1 (Security level 1)
Berarti tingkatan dimana tindakan pencegahan keamanan minimum
yang harus dilaksanakan secara terus-menerus.
8.
Keamanan tingkat siaga 2 (Security level 2)
Berarti tingkatan-tingkatan dimana tindakan tambahan dari
tingkatan keamanan minimum yang harus dilaksanakan pada waktu tertentu sebagai
resiko meningkatnya suatu insiden keamanan.
9.
Keamanan tingkat siaga 3 (Security level 3)
Berarti tingkatan dimana tindakan pencegahan keamanan yang
bersifat spesifik lebih lanjut yang dilaksanakan dalam kurun waktu terbatas
ketika suatu insiden keamanan segera terjadi atau mungkin, walaupun tidak
memungkinkan untuk mengidentifikasi target yang spesifik.
Bisa
disimpulkan bahwa maksud dari diwajibkannya adanya poin-poin di atas yaitu
untuk memastikan bahwa setiap tempat dan celah adanya potensi bahaya keamanan
baik di kapal maupun di pelabuhan telah ditangani dan di back up dengan di tunjuknya orang-orang yang diberi tanggungjawab
akan item tersebut.
Tujuan dibentuknya ISPS Code
Menurut Buku Ajar Ship Security Officer ( POLTEKPEL SURABAYA ) 1.1 : 4,
tujuan daripada ISPS Code adalah:
1. Untuk
menetapkan suatu kerangka kerja internasional yang meliputi kerjasama antara
negara-negara peserta, badan-badan pemerintah, administrasi lokal dan industri
pelayaran dan pelabuhan untuk mendeteksi ancaman keamanan dan mengambil
tindakan pencegahan terhadap insiden keamanan yang mempengaruhi kapal atau
fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk perdagangan international.
2. Untuk
menetapkan tanggung jawab dan peran dari masing-masing negara-negara peserta,
badan-badan pemerintah, administrasi lokal dan industri pelayaran dan
pelabuhan, pada tingkatan nasional dan internasional untuk meningkatkan
keamanan maritim.
3. Untuk
memastikan pengumpulan dan pertukaran informasi yang efektif yang terkait
dengan keamanan lebih awal.
4. Untuk
menyediakan suatu metodologi untuk penilaian keamanan agar supaya ditempatnya
memiliki rancangan dan prosedur untuk mengambil langkah-langkah perubahan
tingkatan keamanan.
5. Untuk
memastikan kepercayaan bahwa tindakan keamanan maritim cukup dan proporsional
berada pada tempatnya.
Jadi bisa disimpulkan
bahwa koda ini dibentuk dengan tujuan meningkatkan sistem keamanan di kapal
dengan cara koordinasi dari berbagai pihak dan lembaga, sehingga akan terbentuk
dan tercipta suatu pelayaran yang lebih aman, nyaman dan terkoordinasi dengan
baik.
Dalam
rangka mencapai sasaran dan hasilnya, dimasukkan sejumlah persyaratan fungsional.
Persyaratan tersebut meliputi, namun tidak terbatas pada :
1.
Pengumpulan dan pemeriksaan informasi berkenaan dengan
ancaman keamanan dan pertukaran informasi tersebut antara negara-negara
peserta.
2.
Mewajibkan pemeliharaan protokol komunikasi untuk kapal
dan fasilitas pelabuhan.
3.
Pencegahan akses yang tidak berkepentingan ke kapal,
fasilitas pelabuhan dan area terlarang untuk umum.
4.
Mencegah pembawaan senjata yang tidak memiliki izin,
alat pembakar atau bahan peledak ke kapal atau fasiltas pelabuhan.
5.
Menyediakan peralatan untuk membunyikan alarm sebagai
reaksi terhadap ancaman keamanan atau insiden keamanan.
6.
Mewajibkan rancangan keamanan kapal dan fasilitas
pelabuhan berdasarkan pada hasil penilaian keamanan.
7.
Mewajibkan pelatihan, gladi dan latihan untuk memastikan
agar terbiasa dengan rancangan dan prosedur pengamanan
Dari persyaratan diatas
bisa ditarik kesimpulan bahwa persyaratan ini mewajibkan untuk membatasi dan
menghindari area-area penting baik di kapal atau di pelabuhan untuk diakses
oleh orang yang tidak berkepentingan.
Dengan diberinya
batasan-batasan area-area penting di kapal, maka pihak-puhak yang tidak
berkepentingan maupun pihak luar kapal akan kesulitan memasuki area-area
tersebut dan terbatas aksesnya, sehingga pada akhirnya fasilitas dalam hal ini
kapal maupun pelabuhan akan aman dan terjaga.
Rancangan Keamanan Kapal (Ship Security
Plan/SSP)
Petugas
keamanan perusahaan dalam hal ini Master MT Gas Komodo mempunyai tanggung jawab
memastikan bahwa rancangan keamanan di kapal MT Gas Komodo telah disiapkan dan
diajukan untuk mendapatkan persetujuan. Isi masing-masing rancangan kapal harus
berbeda-beda tergantung dari jenis kapal yang ditangani, penilaian keamanan
kapal harus mengidentifikasi kekhususan kapal dan ancaman-ancaman potensial
terhadap kapal serta kelemahan-kelemahannya. Persiapan rancangan keamanan kapal
memerlukan hal ini untuk dapat mengupas secara rinci ancaman-ancaman potensial
dan kelemahan-kelemahan yang ada. Pihak administrasi dapat menyiapkan petunjuk
tentang persiapan dan misi dari rancangan keamanan kapal.
Jadi
Rancangan Keamanan Kapal dibentuk agar semua pihak baik itu kru kapal maupun
pihak perusahaan mengetahui tentang seluk beluk kapal baik organisasi, sistem
dikapal dan dan hal yang dibutuhkan di kapal untuk menunjang keamanan kapal,
hal itu dilakukan agar segala bentuk resiko keamanan dan ancaman dapat diketahui
dan ditanggulangi sejak dini.
Berdasarkan
Buku Ajar Ship Security Officer (POLTEKPEL SURABAYA ) 9.2 : 42, semua Rancangan Keamanan Kapal
harus :
1. Menjelaskan
secara rinci struktur organisasi keamanan untuk kapal.
2. Menjelaskan
secara rinci hubungan kapal dengan perusahaan, fasilitas pelabuhan, kapal-kapal
lain dan pihak-pihak berwenang yang terkait tanggung jawab terhadap keamanan.
3. Menjelaskan
secara rinci sistem komunikasi agar memungkinkan komunikasi terus-menerus yang
efektif antar kapal dan pihak-pihak lain, termasuk fasilitas pelabuhan.
4. Menjelaskan
secara rinci langkah-langkah peraturan keamanan dasar untuk keamanan tingkat
siaga 1, baik operasional dan fisik yang harus selalu ada.
5. Menjelaskan
secara rinci tindakan peraturan keamanan tambahan yang memungkinkan kapal
bergerak tanpa menunda kepada tingkat keamanan siaga 2 dan bila perlu ke
tingkat keamanan siaga 3.
6. Mengadakan
peninjauan ulang atau audit secara berkala terhadap rancangan keamanan kapal
dan mengadakan amandemen rancangan tersebut sesuai dengan pengalaman atau
perubahan keadaan,
7. Melaporkan
prosedur kepada titik-titik kontak negara-negara peserta.
Rancangan
Keamanan Kapal harus mengidentifikasi area terbatas yang di tetapkan. Tujuan
diadakannya area terbatas :
1. Mencegah
penggunaan akses oleh orang yang tidak terotorisasi.
2. Melindungi
para penumpang, awak kapal dan petugas fasilitas pelabuhan atau personil
badan-badan lain yang berwenang di kapal.
3. Melindungi
area keamanan sensitif dalam kapal dan
4. Melindungi
muatan dan perbekalan kapal dari kerusakan.
Area
yang terbatas dapat meliputi :
1. Anjungan,
ruang mesin kategori A dan tempat-tempat stasiun kontrol lain.
2. Ruangan
yang berisi peralatan dan sisitem pengamatan serta kontrol dan sistem kontrol
pencahayaan.
3. Ventilasi
dan sistem proses proses peraturan suhu dan ruangan lain yang serupa.
4. Ruang
berakses ke tangki-tangki, pompa-pompa dan pipa-pipa air minum.
5. Ruang-ruang
yang berisi barang berbahaya atau zat yang membahayakan.
6. Ruang-ruang
berisi pompa barang muatan dan peralatan kontrolnya.
7. Ruang
muat barang dan ruangan yang berisi perbekalan kapal.
8. Ruang
awak kapal dan
9. Area
lain sebagaimana ditentukan oleh Petugas Keamanan Kapal, yang berdasarkan
penilaian keamanan kapal aksesnya harus dibatasi untuk menjaga keamanan
kapal.
Jadi
diharapkan dengan diadakanya area terbatas tersebut, akses fasilitas kapal
maupun pelabuhan dapat dibatasi dan dihindarkan dari pihak-pihak yang tidak
berkewenangan dan dari pihak-pihak yang berniat buruk.
Sehingga
bilamana akses tersebut telah diberlakukan diharapkan celah keamanan di kapal
bisa ditiadakan.
Keadaan-keadaan siaga di kapal yang
tercantum dalam Rancangan Keamanan Kapal (SSP)
Seperti yang tercantum dalam Buku Ajar Ship Security Officer (POLTEKPEL SURABAYA ) 51-53, berikut ini
keadaan siaga yang tercantum dalam rancangan keamanan kapal :
Keadaan
Siaga 1, semua orang yang berusaha naik kapal bisa diperiksa melalui
penggeledahan. Frekuensi kegiatan penggeledahan ini, termasuk penggeledahan
acak, harus ditentukan secara spesifik dalam rancangan keamanan kapal dan secara
spesifik mendapat persetujuan dari pihak administrasi. Penggeledahan tersebut
paling baik dilakukan oleh fasilitas
pelabuhan bekerjasama dengan pihak kapal. Kecuali terdapat alasan yang
kuat awak kapal harus tidak dapat diwajibkan untuk menggeledah teman-temannya
sendiri serta barang-barang pribadi bawaannya. Kegiatan penggeledahan wajib
dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hak asasi manusia perorangan
dan menjaga martabat mereka.
Bisa
disimpulkan bahwa keadaan siaga 1 ini merupakan keadaan dimana tingkat keamanan
masih terkendali, sehingga tindakan yang dilakukan merupakan tindakan
pencegahan minimum untuk menghindari berkembangnya keadaan siaga yang lebih
tinggi.
Keadaan
Siaga 2, frekuensi dan intensitas monitoring, dan pengawasan terhadap akses
area terbatas harus ditingkatkan untuk menjaga agar akses hanya digunakan oleh
orang-orang yang berwenang. Rancangan keamanan kapal harus menetapkan tindakan
peraturan keamanan tambahan yang harus diterapkan, yang meliputi :
1.
Penetapan area terbatas yang berdekatan dengan
titik-titik akses.
2.
Memonitoring secara terus menerus atas peralatan
pengawasan.
3.
Penugasan personil tambahan untuk menjaga dan melakukan
patroli terhadap area yang terbatas.
Kesimpulan dari pengertian
diatas, yaitu bahwa keadaan ini dilakukan sebagai berkembangnya keadaan siaga
satu, pengawasan lebih diintensifkan terutama pada peralatan navigasi di kapal.
Pada
keadaan siaga 3, kapal harus memenuhi instruksi yang dikeluarkan oleh
pihak-pihak yang sedang menangani insiden keamanan atau ancaman insiden
keamanan. Rancangan Keamanan Kapal harus menjelaskan secara rinci tindakan
peraturan keamanan yang dapat dilakukan oleh kapal, bekerjasama secara intensif
dengan pihak-pihak yang terkait dan dengan fasilitas pelabuhan, yang dapat
meliputi :
1.
Penetapan tambahan area terbatas pada kapal yang dekat
letaknya dengan tempat terjadinya insiden keamanan, penutupan akses ke
tempat-tempat diyakini terancam insiden keamanan, dan
2.
Penggeledahan area-area terbatas sebagai bagian dan penggeledahan
kapal.
Jadi keadaan tingkat 3 ini
merupakan suatu keadaan siaga paling tinggi dimana menjelaskan tindakan yang
dilakukan bekerjasama pihak-pihak keamanan terkait yang dilakukan setelah
terjadinya suatu insiden atau bahaya keamanan.
Penilaian
keamanan kapal dalam ISPS Code
Menurut
Buku Ajar Ship Security Officer (POLTEKPEL SURABAYA) 8:9, mengenai International Code for the
Security of Ship and of Port Facilities, Penilaian keamanan kapal
harus meliputi suatu survey keamanan on-scene dan dan paling tidak,mengandung
unsur-unsur berikut :
1. Identifikasi
tata cara prosedur dan operasional keamanan yang sudah ada ;
2. Identifikasi
dan evaluasi kunci operasi di atas kapal yang penting untuk dilindungi ;
3. Identifikasi
ancaman yang mungkin timbul terhadap kunci operasi di atas kapal dan
kemungkinan terjadinya ancaman, dalam rangka menetapkan dan menentukan
prioritas tindakan keamanan ; dan
4. Identifikasi
kelemahan, mencakup faktor manusia di dalam infrastruktur, kebijakan dan
prosedur.
Dalam rangka
mengidentifikasi dan mengambil tindakan pencegahan terhadap insiden keamanan,
aktifitas berikut yang harus dilaksanakan :
1. Memastikan
pelaksanaan semua tugas-tugas keamanan fasilitas pelabuhan;
2. Mengawasi
akses masuk ke fasilitas pelabuhan ;
3. Monitoring
fasilitas pelabuhan, termasuk area lego jangkar dan berlabuh ;
4. Monitoring
area terbatas untuk memastikan bahwa hanya orang-orang yang diberi hak yang
mempunyai akses ;
5. Mengawasi
kegiatan bongkar muat ;
6. Mengawasi
penanganan pergudangan / gudang kapal ; dan
7. Memastikan
bahwa komunikasi keamanan siap tersedia.
Menurut SSO ( Ship
Security Officer ); Jenis kecelakaan keamanan mencakup semua kemungkinan
ancaman :
1. Terjadinya
kerusakan atau perusakan terhadap fasilitas pelabuhan atau kapal dengan alat
peledak, pembakaran, sabotase atau vandalisme.
2. Pembajakan
kapal atau penyanderaan orang di kapal.
3. Memalsukan
( menyusupkan sesuatu pada ) muatan, peralatan kapal esensial atau sistem, atau
perlengkapan kapal.
4. Akses
atau pemakaian sesuatu tanpa izin, termasuk adanya penumpang gelap.
5. Menyelundupkan
senjata atau peralatan, termasuk senjata pemusnah massal.
6. Memakai
kapal untuk keperluan membawa sarana penyebab insiden keamanan.
7. Menjadikan
kapal sebagai senjata atau sebagai alat penyebab kerusakan.
8. Memblokade
pintu masuk pelabuhan, perairan dan lain-lain.
9. Serangan
nuklir, senjata biologi dan kimia.
Jadi bisa disimpulkan
bahwa penilaian keamanan kapal dilakukan dengan tujuan untuk menilai suatu
keadaan yang sedang terjadi di kapal dalam upaya untuk menentukan tindakan apa
saja yang harus dilakukan dan diadakan dalam hal keamanan di kapal, sehingga
dapat dilakukan tindakan yang tepat sehubungan dengan keadaan tersebut.
Pelatihan Keamanan ( Security Drill ) dalam ISPS
Code
Menurut ISPS Code
2003 : 18, pelatihan, gladi dan berlatih tentang keamanan kapal, petugas keamanan
kapal harus mempunyai pengetahuan dan sudah menerima pelatihan. Personil di
atas kapal yang mempunyai tugas-tugas dan tanggung jawab keamanan khusus harus
memahami tanggung jawab mereka untuk keamanan kapal sebagaimana diuraikan dalam
dokumen SSP dan harus mempunyai kemampuan dan pengetahuan cukup untuk
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada mereka.
Jadi bisa disimpulkan
bahwa latihan keamanan tersebut harus dilaksanakan pada tingkat interval sesuai
dengan jenis kapal, pergantian personil kapal, fasilitas pelabuhan yang
harus dikunjungi dan keadaan lain yang
terkait.
Menurut
Buku Ajar Ship Security Officer ( POLTEKPEL SURABAYA ) 13.1: 59, petugas keamanan perusahaan dan
petugas perusahaan di darat serta petugas keamanan kapal harus mempunyai pengetahuan
dan mendapatkan pelatihan untuk hal-hal sebagai berikut :
1.
Administrasi keamanan.
2.
Konvensi-konvensi, kode dan rekomendasi international
yang relevan.
3.
Hukum dan regulasi pemerintah yang relevan.
4.
Tanggung jawab dan fungsi organisasi keamanan yang lain.
5.
Metodologi penilaian kemanan kapal.
6.
Metode survei dan pemeriksaan keamanan kapal.
7.
Operasi serta kondisi kapal dan pelabuhan.
8.
Pedoman keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan.
9.
Kesiapan dan penanganan keadaan darurat serta
perencanaan menghadapi keadaan darurat.
10.
Teknik-teknik pengajaran untuk pelatihan dan pendidikan
keamanan meliputi pedoman dan prosedur keamanan.
11.
Penanganan informasi keamanan dan komunikasi yang
sensitif.
12.
Pengetahuan tentang ancaman dan pola keamanan saat ini.
13.
Pengenalan dan pendeteksian senjata, alat dan unsur
berbahaya.
14.
Pengetahuan tentang karakteristik dan pola tingkah laku
manusia yang cenderung membahayakan keamanan.
15.
Teknik-teknik yang digunakan untuk menghindari tindakan
keamanan.
16.
Sistem-sistem dan peralatan keamanan serta keterbatasan
operasionalnya.
17.
Metode pelaksanaan audit, pengawasan, kontrol dan
pemantauan.
18.
Cara-cara penggeledahan fisik dan pemeriksaan yang
baik.
19.
Latihan dan uji coba keamanan, meliputi latihan dan uji
coba dengan fasilitas pelabuhan; dan
20.
Penilaian latihan dan uji coba keamanan.
Jadi hal-hal tersebut dilakukan agar nantinya awak kapal
dapat memahami sepenuhnya hal-hal diatas sehingga diharapkan setiap awak kapal
akan sigap dan siap dengan keadaan siaga yang tiba tiba terjadi karena
sebelumnya telah dilatih.
Sebagai
pembekalan petugas keamanan kapal harus mempunyai pengetahuan yang memadai, dan
mendapatkan pelatihan yang perlu dalam beberapa hal sebagai berikut :
1. Tata
ruang kapal.
2. Rancangan
keamanan kapal dan prosedur terkait ( termasuk pelatihan yang berdasarkan skenario
tentang cara-cara penanganan ).
3. Manajemen
menghadapi kerusuhan dan teknik pengendaliannya.
4. Operasi
sistem peralatan keamanan; dan
5. Pengujian,
kalibrasi dan pemeliharaan sistem dan peralatan keamanan di laut.
Awak
kapal dan petugas keamanan yang spesifik harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan meliputi, sesuai
keperluan :
1.
Pengetahuan tentang pola dan ancaman keamanan saat ini.
2.
Pengenalan dan pendeteksian persenjataan, zat-zat yang
membahayakan dan alat berbahaya.
3.
Pengetahuan tentang karakteristik dan pola tingkah laku
manusia yang cenderung membahayakan keamanan.
4.
Teknik yang digunakan untuk menghindari tindakan
keamanan.
5.
Manajemen mengatasi kerusuhan dan teknik
pengendaliannya.
6.
Komunikasi keamanan.
7.
Pengetahuan prosedur darurat dan rancangan penanganan
keadaan darurat.
8.
Pengoperasian peralatan dan sistem keamanan.
9.
Pengujian, kalibrasi dan pemeliharaan peralatan dan
sistem keamanan di laut.
10.
Teknik-teknik pemeriksaan, pengawasan dan pemantauan ;
dan
11.
Metode penggeledahan fisik terhadap manusia, barang
pribadi, bagasi, barang muatan dan barang-barang persediaan kapal.
Seluruh awak kapal yang lain harus mempunyai pengetahuan dan
kemampuan dan mengenal dengan baik ketentuan-ketentuan rancangan keamanan kapal
yang relevan meliputi :
a.
Arti dan persyaratan-persyaratan yang timbul pada
tingkat-tingkat keamanan yang berbeda.
b.
Pengetahuan rancangan darurat dan prosedur keadaan
darurat.
c.
Pengenalan dan pendeteksian persenjataan zat-zat yang
membahayakan dan alat berbahaya.
d.
Pengetahuan tentang karakteristik dan pola tingkah laku
manusia yang cenderung membahayakan keamanan dan
e.
Teknik-teknik yang digunakan untuk menghindari tindakan
keamanan.
Dalam Buku Ajar Ship
Security Officer (POLTEKPEL SURABAYA) 60, juga dicantumkan
mengenai latihan dan uji coba yang dilakukan, yaitu sebagai berikut :
1.
Sasaran latihan dan uji coba untuk membentuk awak kapal
yang terampil untuk menangani seluruh tugas keamanan pada seluruh tingkat
keamanan dan untuk mengidentifikasi kekurangan keamanan yang harus diperbaiki.
2.
Implementasi yang efektif dari ketentuan-ketentuan
rancangan keamanan kapal, latihan harus dilaksanakan setidaknya satu kali
per-tiga bulan. Disamping itu, apabila 25 persen awak kapal diganti sekaligus
oleh awak kapal yang belum pernah berlatih pada tersebut tiga bulan terakhir
maka pelatihan harus diberikan satu minggu setelah pergantian awak kapal.
Latihan itu harus menguji unsur-unsur rancangan tersebut satu per satu
sabagaimana ancaman-ancaman keamanan yang disebutkan.
3.
Berbagai jenis latihan gabungan yang diikuti oleh
unsur-unsur petugas keamanan perusahaan, petugas keamanan fasilitas pelabuhan
pihak berwenang dari negara anggota dan petugas keamanan kapal harus
dilaksanakan sedikitnya setahun sekali dalam jangka waktu antara satu dan latihan
lain tidak melebihi 18 bulan. Latihan ini harus menguji komunikasi koordinasi,
ketersediaan sumber daya, dan cara penanggulangan. Latihan ini dapat berupa :
1.
Secara keseluruhan atau latihan dalam medan
sesungguhnya.
2.
Simulasi kering atauseminar atau
3.
Digabungkan dengan uji coba pelatihan lain sebagai
pelatihan uji coba SAR atau penanganan keadaan darurat
4.
Keikutsertaan perusahaan dalam latihan uji coba dengan
negara anggota lain harus dengan sepengetahuan pihak administrasi.
Dari ketentuan ketentuan persyaratan waktu minimal dan
maksimal diadakannya pelatihan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
persyaratan tersebut dilakukan demi terciptanya suatu program pelatihan yang
teratur terencana dan terprogram sehingga diharapkan pelatihan yang diadakan tersebut akan lebih mudah diamati, dikontrol
dan dievaluasi.

METODE PENELITIAN
Jenis
Penelitian
Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Dimana tujuan dari penelitian ini adalah
menggambarkan secara sistematis atau suatu kenyataan mengenai permasalahan
permasalahan yang timbul saat pelaksanaan pelatihan mengenai Security Drill di kapal MT Gas Komodo.
Metode penelitian kualitatif dilakukan secara
intensif, peneliti ikut berpartisipasi selama di lapangan, mencatat secara
hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai
dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara
mendetail. ( Sugiyono, 2016:22 ).
Dengan permasalahan-permasalahan yang ditemui,
penulis menggunakan metode kualitatif supaya mempunyai makna yang sama dan
alami seperti data yang diteliti di kapal MT Gas Komodo.
Lokasi Penelitian
Sebagai
penerapan pengetahuan yang telah didapat selama menimba ilmu di Politeknik
Pelayaran Surabaya, maka setiap taruna diwajibkan melaksanakan praktek laut di
perusahaan-perusahaan pelayaran yang telah bekerja sama dengan Politeknik
Pelayaran Surabaya, dalam hal ini penulis ditempatkan di kapal milik PT.KBA (
Karya Bakti Adil ) yaitu MT.Gas Komodo.
Kapal yang
penulis tempati merupakan kapal Storage,
dan memiliki wilayah operasi di Kalbut Anchorage, Situbondo.
Sedangkan untuk jangka waktu praktek yang
penulis lakukan yaitu berlangsung selama 12 bulan 11 hari dihitung dari saat
penulis mulai berlayar, yaitu sign on
tanggal 29 Desember 2016 di Kalbut Anchorage
hingga turun kapal sign off tanggal
11 Januari 2018, di Kalbut Anchorage,
Situbondo.
Jenis dan Sumber Data
Suatu pengumpulan data
harus didukung teknik yang tepat dan disertai dengan pelaksanaan yang
sistematis. Karena dengan hal tersebut data yang diperoleh akan lebih lengkap,
obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dalam penyajiannya akan
memberikan suatu gambaran yang benar. Oleh sebab itu, penelitian ini meggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1) Observasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang didasarkan pada
pengamatan-pengamatan yang dilakukan langsung terhadap obyek penelitian, dalam
hal ini adalah pelaksanaan Security Drill bagi awak kapal guna
menunjang keamanan di kapal MT Gas Komodo. Pengumpulan data pada metode
ini dilakukan pada saat melihat kejadian-kejadian yang sering menimbulkan
masalah pada saat mengimplementasikan ISPS Code di kapal terutama saat
diadakan latihan Security Drill di
kapal MT Gas Komodo.
2)
Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan data dengan memanfaatkan arsip dan
dokumen-dokumen yang berada di kapal MT
Gas Komodo yang berhubungan dengan obyek yang sedang diteliti.
Dari teknik pengumpulan data seperti diatas penulis
berharap data yang terkumpul akan lebih akurat karena berasal langsung dari
obyek yang diteliti, sedangkan macam data yang akan dicari terbagi menjadi dua
bagian yaitu sebagai berikut:
1.
Data primer
Merupakan sumber data yang didapat selama
berada di kapal MT Gas Komodo.
Data ini dicari melalui narasumber atau responden di kapal serta dari
dokumen-dokumen yang berada di kapal MT
Gas Komodo.
2. Data Sekunder
Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpulan data, misalnya lewat orang lain atau lewat
dokumen-dokumen yang ada. ( Sugiyono, 2016:308 ).
Jadi data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber
tidak langsung yaitu data dari buku-buku, peraturan-peraturan, dokumentasi dan
arsip-arsip resmi. Selain itu, data ini juga dapat diperoleh dari internet yang
berkaitan dengan objek penelitian proposal atau yang berhubungan dengan
permasalahan yang sedang diteliti, yang berguna sebagai pedoman dari informasi
lain yang telah disampaikan pada saat penulis mendpatkan pendidikan di kampus.
Pemilihan Informan
Pada
penelitian ini, informan penelitian merupakan awak kapal MT Gas Komodo. Teknik pengumpulan data
yaitu sebagai berikut :
1.
Teknik Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, observasi tidak terbatas
pada orang tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.
Teknik pengumpulan data obesrvasi digunakan bila penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila
responden yang diamati tidak terlalu besar. ( Sugiyono, 2016: 203 ).
Jadi teknik ini dilakukan untuk mengetahui
prosedur dalam melaksanakan latihan keamanan diatas kapal serta dapat
meningkatkan pemahaman awak kapal MT
Gas Komodo terhadap ISPS Code.
2.
Teknik Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. (Sugiyono, 2016:329).
Jadi dokumen yang ditunjukan dalam hal ini
adalah segala dokumen MT Gas Komodo yang
berhubungan dengan kelembagaan dan administrasi, struktur manajemen dalam
mengatasi keadaan darurat, kegiatan pelatihan awak kapal MT Gas Komodo terhadap keamanan di
kapal dan sebagainya.
Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan
oleh penulis adalah metode “ deskriptif kualitatif“, dalam penelitian
deskriptif kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dan dilakukan
secara terus-menerus sampai data terpenuhi.
Analisis data kualitatif
bisa diartikan sebagai upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya dan mencari apa yang penting dan apa yang
dapat dipelajari.
Berdasarkan
dari penjelasan diatas, bias disimpulkan langkah-langkah yang akan dilakukan
yaitu:
1.
Data yang terkumpul dikategorikan dan dipilah-pilah
menurut jenis datanya.
2.
Melakukan seleksi terhadap data yang dianggap data inti
yang berkaitan langsung dengan permasalahan dan yang hanya merupakan data
pendukung.
3.
Menelaah, mengkaji dan mepelajari lebih dalam data
tersebut kemudian melakukan interprestasi data untuk mencari solusi dalam
permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Pada penelitian deskriptif
kualitatif ini, analisis data dilakukan semenjak awal penelitian. Pengamatan
dilaksanakan di kapal MT Gas Komodo.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Pada Praktek Layar, penulis
ditempatkan di kapal milik PT. KBA ( Karya Bakti Adil ) yaitu kapal MT Gas
Komodo yang merupakan kapal storage
berjenis LPG Carrier bertipe Fully Refrigerated.
Untuk lokasi operasi kapal MT Gas
Komodo, berada di Kalbut Anchorage,
Situbondo.Berikut penulis lampirkan Ship
Particular MT Gas Komodo.
4.2. HASIL
PENELITIAN
4.2.1. PENYAJIAN
DATA
Keamanan kapal MT Gas Komodo tercantum di dalam SSP kapal MT Gas Komodo,
dalam penerapannya, sistem keamanan MT. Gas Komodo dilengkapi dengan berbagai
alat GMDSS yang menunjang keamanan di kapal, salah satunya yaitu 2 buah SSAS ( Ship Security Alert System ), yang
merupakan tombol alarm yang dapat diaktifkan jika kapal dalam keadaan darurat,
yang dapat diatur sehingga perompak atau bajak laut yang naik kekapal tidak
akan menyadarinya, sekali ditekan secara continue, akan terus menerus mengirim
sinyal posisi kapal, dan hanya akan berhenti ketika dinonaktifkan atau direset,
dalam pengoperasiannya menggunakan system yang dibantu dengan INMARSAT.
Selain itu kapal MT Gas Komodo juga dilengkapi dengan 2 buah LRIT ( Long Range Identification and tracking ) dimana
lewat perangkat yang terintegrasi dengan Inmarsat-C ini, LRIT dapat secara
otomatis mengirim sinyal posisi kapal setiap 15 menit sekali.
Selain alat-alat GMDSS diatas, kapal MT Gas Komodo juga dilengkapi dengan
Water Pump Hose anti perompak serta
spiral besi kawat yang bisa melindungi kapal atau deck dari perompak yang ingin naik ke deck kapal MT Gas Komodo.
Ada beberapa masalah yang terjadi setelah pelaksanaan pelatihan di kapal
selesai. Kejadian tersebut antara lain :
1.
Di kapal MT Gas Komodo yang merupakan kapal LPG Floating Storage yang mana dalam cargo operation-nya menerapkan sistem Ship to Ship, dalam prosesnya dibantu
oleh crew dari pihak Pertamina yang
bertugas membantu pihak kapal dalam proses Mooring
Station dan Cargo Hose Connected /
Disconnected, kru ini diberi nama Mooring
Gang yang mana tiap tim terdiri dari 4 orang dimana 1 orang sebagai ketua
tim, dan akan di roling tiap 1 minggu dengan tim baru, sebagian besar kru ini
berasal dari daerah dekat pelabuhan.
Kru ini akan terus berada di kapal selama masih ada
kapal yang sandar atau melakukan Ship to Ship dengan kapal lain, untuk itu
pihak MT. Gas Komodo juga menyediakan makan serta 1 ruang akomodasi untuk kru
ini.
Permasalan timbul dimana saat Mooring Gang sudah merasa
lama naik turun kapal sehingga saat proses pergantian tim / kru, Mooring Gang yang lama sering tidak mau
dan tidak suka bila harus diperiksa diri dan barang bawaannya oleh kru kapal
yang bertugas jaga Gangway ( juru
mudi dan kadet dek ), Mooring Gang tersebut
merasa tidak perlu harus diperiksa karena mereka sudah terbiasa di kapal
tersebut dan mereka berasal dari daerah yang dekat dengan tempat dimana kapal
MT. Gas Komodo berlabuh jangkar ( Anchorage
), padahal juru mudi dan kadet deck melakukan pemeriksaan dikarenakan untuk
mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku sesuai dengan yang tertulis dan
dijelaskan di dalam ISPS Code.
Oleh sebab itu, terkadang Antara juru mudi dan kadet
pada akhirnya juga tidak melaksanakan prosedur dalam ISPS Code dimana seharusnya siapapun orangnya , bilamana naik ke
atas kapal haruslah diperiksa badan dan barang bawaannya serta mencatat buku Visitor Log ( Buku Tamu ).
Kejadian seperti ini sering terjadi dikarenakan
pergantian tim ini terjadi tiap minggu.
2.
Kapal MT Gas Komodo yang mana dalam operasinya
melakukan labuh jangkar ( Anchorage )
di Kalbut Anchorage, Situbondo,
jarang melakukan pergerakan maupun perpindahan lokasi. Oleh sebab itu, kru yang
sedang tidak berdinas jaga atau bertugas mempunyai banyak kesempatan untuk
pesiar ke darat menggunakan boat
nelayan yang sudah disewa.
Permasalahan timbul dimana disaat juru mudi dan kadet sedang sibuk
melaksanakan Cargo Operation, mereka
langsung turun saja tanpa mekukan konfirmasi dengan pihak perwira jaga di CCR (
Cargo Control Room ) maupun dengan
kru yang berada di deck, sehingga tidak ada yang tahu kalau mereka meninggalkan
kapal, sehingga dimana saat kru yang turun tersebut sedang dicari untuk keperluan
tertentu, maka kru yang lain akan kesulitan untuk mencari mereka dikapal
dikarenakan ketidaktauan kalau kru tersebut sedang berada di darat.
Namun kejadian seperti ini tidak terlalu sering
terjadi, dimana hal seperti ini hanya terjadi disaat waktu dimana kru tersebut
ingin turun bertepatan dengan waktu saat kru yang berjaga di deck sedang sibuk
melaksanakan Cargo Operation.
3.
Di kapal MT Gas Komodo juga sering mengalami pergantian
kru kapal dimana kru lama yang sudah habis masa kontraknya akan diganti oleh
kru baru yang dikirim dari kantor perusahaan.
Pergantian yang dilakukan biasanya berjumlah antara 3 sampai 4 orang tiap
pergantian, hal ini menimbulkan masalah yaitu dimana kru kapal yang baru onboard masih belum memiliki pemahaman
yang memadai mengenai prosedur keamanan di kapal khususnya di MT Gas Komodo
berkenaan dengan ISPS Code, sehingga
kru baru tersebut masih belum terlalu familiar dengan system keamanan dikapal,
selain itu, saat dilaksanaan Security
Drill di atas kapal, antusiasme dari
peserta drill dirasa masih kurang dan terkesan hanya asal-asalan dikarenakan
sudah pernah mengalaminya di kapal sebelumnya.
4.
Daerah perairan dimana kapal MT Gas Komodo melakukan
operasi yaitu Kalbut Anchorage
memiliki jarak yang dekat dengan pelabuhan nelayan terdekat ( 3,5 NM ) dan
merupakan tempat yang strategis untuk menangkap ikan. Hal ini menyebabkan
banyak nelayan yang sandar di lambung kapal MT Gas Komodo baik di pagi maupun
pada malam hari untuk menangkap ikan.
Karena sudah lamanya kapal ini berada di Kalbut Anchorage dan dirasa tidak adanya bahaya
yang terjadi selama hal itu berlangsung menyebabkan perwira jaga dan kru jaga membiarkan
dan membolehkan kapal nelayan sandar di lambung kapal.
Hal ini menyebabkan potensi dari kerawanan keamanan
yang faktornya dari kru kapal itu sendiri, dimana masih kurang pengetahuan kru
kapal mengenai tugas-tugasnya dala Ship
Security Plan maupun ISPS Code.
5.
Pergantian Master kapal MT Gas Komodo dilakukan tiap 6
bulan sekali, selama penulis melaksanakan praktek laut di kapal MT Gas Komodo
terjadi 2 kali pergantian Master kapal.
Dalam penerapanya Master kapal pertama dimana saat penulis mulai onboard selalu melaksanakan security drill dan safety meeting tiap
bulan, bilamana saat tanggal jadwal drill
terdapat halangan yang menyebabkan tidak bisa dilaksanakannya drill, maka drill akan diadakan pada tanggal berikutnya saat waktu tidak padat.
Sedangkan untuk Master kedua yang mana menggantikan Master pertama saat
kontraknya sudah habis dalam penerapannya jarang melaksanakan security drill dikarenakan jadwal cargo
operation yang padat, namun di hari
berikutnya saat sedang tidak ada kesibukan juga tidak dilakukan.
Master kedua hanya melaksanakan safety
meeting yang mana selalu
dilaksanakanya tiap akhir bulan.
Hal ini menimbulkan kurangnya pengetahuan yang merata dari awak kapal
mengenai security drill dan ISPS Code.
5.2.2.
ANALISIS DATA
Berdasarkan
penyajian data diatas bisa dibuat analisis data yaitu :
1.
Dalam hal orang asing selain kru kapal yang naik turun
kapal, setiap orang asing selain kru kapal bilamana naik maupun turun dari
kapal dalam penerapannya harus mengikuti prosedur dengan mengisi visitor log dan memakai visitor number serta mengikuti
pemeriksaan dan penggeledahan, hal tersebut tidak terkecuali walaupun
pengunjung tersebut sering naik dan turun di kapal tersebut dalam waktu yang
berulangkali.
Yang harus diisi dalam visitor log yaitu nama pengunjung, asal
keperluan, waktu serta paraf dari pengunjung kapal tersebut, setelah itu
pengunjung harus menukarkan kartu identitasnya dengan visitor number dan hanya
bisa diambil kembali bilamana pengunjung sudah selesai dan akan turun atau
meninggalkan kapal, sedangkan untuk pemeriksaannya pengunjung akan diminta
untuk menunjukan dan mengeluarkan seluruh barang bawaanya baik di dalam saku
maupun tas, selain itu kru jaga juga akan menggeledah pengunjung untuk
memastikan barang bawaan tersebut aman dan pengunjung tidak membawa barang yang
berbahaya bagi keamanan kapal.
Hal tersebut sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam form 0624 tentang Penerimaan Pengunjung
diatas Kapal yang mana terdapat dalam buku SMS Manual MT Gas Komodo, didalam form tersebut berisi prosedur
–prosedur dalam menerima pengunjung di kapal. Selain itu hal ini juga tercantum dalam ISPS Code Part
B 9.14 (1) Checking the identity of all persons seeking to board the ship and
confirming their reasons for doing so by checking, for
example, joining instructions, passenger tickets, boarding passes,
work orders etc;
2. Dalam
hal kru kapal yang turun kedarat untuk melaksanakan pesiar maupun urusan
tertentu, sesuai yang tertera dalam SSP kapal, kru tersebut harus terlebih
dahulu meminta izin ke Master kapal dan kepala kerja yang dalam hal ini Chief Officer untuk Deck Departement dan Chief Engineer untuk Engine Departement, setelah mendapatkan izin ,kru tersebut juga harus
mengisi shore log dan menuliskan kepentinganya.
Kru yang pesiar tersebut juga harus kembali tepat waktu, yaitu sebelum
jam 10 malam dan mengonfirmasi ke Master bila mana tidak bisa kembali tepat
waktu.
Hal ini tertera dalam Master Standing Order MT Gas Komodo dimana semua informasi penting mengenai awak
kapal harus diketahui oleh Master, selain itu hal ini juga sesuai dengan
prosedur yang tercantum dalam SMS Manual
MT Gas Komodo form 0405-6 tentang Pengamatan di Pelabuhan, yang mana isi dari
form tersebut meliputi:
1.
Pengaturan awak secara umum,
2.
Peraturan otoritas setempat,
3.
S.M.T & Pengenalan untuk personel baru,
4.
Pengelasan dan bekerja di tempat panas, kebersihan dan
pemeliharaan,
5.
Tugas dan tanggungjawab perwira jaga,
6.
Tanggungjawab untuk serah terima jaga,
7.
Tugas perwira pengganti,
8.
Peraturan dalam akses.
3.
Dalam hal pergantian kru lama dengan kru yang baru,
sesuai peraturan dalam ISPS Code dan
SMS, kru baru tersebut harus segera melakukan familiarisasi dan memahami tugas
dan tanggungjawabnya serta paham dengan sistem keamanan di kapal sesuai yang
tercantum dal SSP kapal. Kru baru tersebut akan diarahkan oleh Mualim 3 dalam
hal familiarisasi dikapal dan pemahaman tanggungjawabnya, dia juga boleh
bertanya pada Master selaku SSO kapal dan Chief Officer selaku Safety Officer kapal dalam hal keamanan dan keselamatan di kapal. Selain
itu kru baru tersebut juga harus mengikuti security
drill dan harus antusias saat
melakukan latihan keamanan seperti yang tertera di ISPS Code.
Hal tersebut tertera dalam form S-18 tentang Shipboard Familiarisation Checklist, yang tercantum dalam buku SMS
Manual MT Gas Komodo, dalam form ini tertera beberapa point berdasarkan STCW
diantaranya :
- PART
A : REF STCW A-VI/1 : To be carried out
within 24 hours of joining vessel,
- PART
B : REF STCW 1/14, A-I/14, B-I/14 ; To be
carried out within 14 days of joining vessel.
4.
Dalam kejadian dimana terjadi pembiaran terhadap perahu
nelayan yang sandar atau menempel di lambung kapal untuk menangkap ikan, seharusnya
sesuai dengan prosedur dalam SSP kapal dan ISPS Code, tidak boleh ada kapal nelayan yang sandar di lambung kapal
dan bila mana terjadi harus dilakukannya peringatan kepada nelayan dan perlindungan
sekitar deck dengan kawat spiral dan Water Pump Hose yang mengelilingi kapal
bila mana perlu.
Hal tersebut harus selalu dilakukan untuk menghindari bahaya keamanan
yang mana bisa terjadi terutama disaat kru kapal sedang lengah dalam berjaga.
Prosedur ini tertera dalam buku SMS Manual MT Gas Komodo Prosedur No.0406-1 tentang Prosedur Pengamatan
Navigasi, serta Prosedur No.0405-8 tentang Keamanan di Pelabuhan (7) Tindakan
Pencegahan : Tidak ada alat akses yang boleh menggantung di sisi kapal, kecuali
diminta oleh Peraturan Pelabuhan, dan harus sering diperiksa oleh pengamat
geladak serta Tali jangkar atau line
tambatan harus diperhatikan secara teratur untuk menghindari akses.
5.
Dalam hal security
drill yang rutin dilakukan oleh
Master pertama dan jarang dilakukan oleh Master kedua akan menimbulkan tidak
meratanya pengetahuan yang dimiliki awak kapal mengenai security drill dan ISPS Code, selain itu kru kapal juga akan
cenderung meremehkan penerapan prosedur di kapal tersebut.
Seharusnya security drill harus
selalu dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan sesuai
dengan prosedur yang teretera di ISPS Code,
bila mana terjadi halangan saat tanggal pelaksanaan maka waktu pelaksanaan bisa
diundur ke hari yang lain dimana memungkinkan diadakannya security drill. Hal itu
sesuai dengan yang tertera dalam ISPS Code
ANNEX 1 Part A.13.1 Tentang Training, Drills And Exercises On Ship Security : The Company Security
Officer (CSO) and appropriate shore based Company personnel, and the Ship Security
Officer (SSO), should have knowledge of, and receive training, in some or all of the following.
Selain
prosedur-prosedur di atas, MT Gas Komodo juga sudah dilengkapi dengan International Ship Security Certificate,
yang mana hal ini sesuai dengan aturan dalam ISPS Code ANNEX 1 Appendix 1 tentang Form of The Ship Security Certificate.
Berikutnya untuk
ruang-ruang atau area di MT Gas Komodo juga telah di tentukan mengenai
akses-aksesnya mana yang diperbolehkan atau tidak boleh diakses sembarangan,
hal ini sesuai dengan ISPS Code Part
B 9.18 yaitu The SSP should identify the restricted
areas to be established on the ship, specify their extent, times of application, the
security measures to be taken to control access to them and those to be taken to control activities within
them.
Adanya alat alat
GMDSS yang menyangkut keamanan di MT Gas Komodo diantaranya SSAS dan LRIT juga
menunjukkan bahwa MT Gas Komodo sudah mematuhi aturan yang tertera dalam Appendix III – SOLAS XI-2 Regulation 6 tentang alat keselamatan yang harus ada di kapal serta
SOLAS Chapter XI-2 Reg.6 tentang Ship Security Alert System : (1)All ships shall be provided with a ship
security alert system.
4.3.
PEMBAHASAN
Dalam
perumusan masalah telah dijelaskan bahwa ada dua permasalahan yang mendasar
dalam mengoptimalkan penerapan ISPS Code di MT. Gas Komodo, yaitu
kurangnya pengetahuan dan kedisiplinan. Dari hasil analisi terhadap dua studi
kasus yang mewakili dua masalah tersebut, ditemukan beberapa cara atau solusi
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, yaitu :
1. Dengan melakukan
pelatihan keamanan
Sasaran latihan dan uji coba adalah untuk membentuk awak kapal yang
terampil dalam menangani semua tugas keamanan pada seluruh tingkat keamanan dan
untuk mengidentifikasi kekurangan keamanan yang harus diperbaiki. Hal ini dapat
dicapai dengan melakukan beberapa tahap perencanaan latihan :
a). Latihan dasar.
Latihan ini diperlukan bagi awak kapal yang baru diterima atau
dipromosikan memegang jabatan baru. Sebelum awak kapal mengerjakan tugasnya
pada lingkungan yang baru, maka harus diberi pelatihan.
b). Latihan keamanan gabungan.
Latihan dalam pemilihan awak kapal yang tepat dalam segi potensial dan
skill ( kemampuan ) untuk memegang jabatan. Pada umumnya dari awak yang profesional
yang kemudian dilatih dengan berbagai jenis latihan gabungan yang diikuti oleh
unsur-unsur petugas keamanan perusahaan, petugas keamanan fasilitas pelabuhan,
pihak berwenang dari Negara anggota dan petugas keamanan kapal harus
dilaksanakan setidaknya setahun sekali dalam jangka waktu antara satu dan
latihan lain tidak melebihi 18 bulan. Latihan ini harus menguji komunikasi,
koordinasi, ketersediaan sumber daya dan cara penanggulangan. Latihan ini dapat
berupa :
a) Secara keseluruhan atau
latihan dalam model sesungguhnya
b) Seminar, atau digabungkan
dengan uji coba latihan gabungan lain
c). Objektifitas latihan keamanan
Pimpinan mengetahui kebutuhan dan materi pelatihan yang diartikan dalam
pengarahan dari program latihan. Pada hal ini perlu diadakan standarisasi awak
kapal dalm mengejakan program latihan.
Contoh materi latihan yang diberikan setiap tiga bulan :
a). Pencarian penyelundup di kapal ( stowaway search )
b). Ancaman bom ( bomb threat )
c). Pengungsian ( evacuation )
d). Pengawasan pada pengunjung ( visitor control )
e). Langkah-langkah menghadapi pembajak / perampok
d). Metode latihan keamanan
Pimpinan bersama stafnya harus mengatur metode pelatihan yang baik dan
teratur, sehingga merangsang timbulnya peningkatan dan produktifitas kerja awak
kapal.
e). Bahan latihan keamanan
Bahan latihan harus didistribusikan sacara merata kepada seluruh peserta
latihan baik bahan tertulis maupun dengan komunikasi yang efektif sehingga
diterima dan dicerna oleh peserta latihan dengan baik. Isi program latihan
harus berdasarkan introduksi yaitu pengantar, lalu pengembangan dan diakhiri
dengan penerapan yang disertai contoh dalam bentuk praktek.
f). Jadwal latihan keamanan
Jadwal latihan harus disesuaikan dengan kondisi kerja dengan kata lain
tidak mengganggu proses kerja di atas kapal. Sehingga dalam pembuatan jadwal
latihan akan lebih baik bila dikonsultasikan oleh para awak kapal sehingga
tidak terkesan buang biaya, waktu dan tenaga. Pelatihan biasanya dilakukan
minimal 8 kali sampai dengan 10 kali pertemuan untuk satu periode latihan.
g). Pemilihan pelatih
Di atas kapal, pelatih harus benar-benar oleh perwira yang mampu baik
pengetahuan dan praktek, biasanya langsung diambil oleh para senior, karena
penggabungan dari pengetahuan dan pengalaman sangat baik dibandingkan hanya
pengetahuan saja. Di perusahaan, pelatihan harus benar-benar menguasai teori
dan praktek dari bahan latihan.
h). Evaluasi pelatihan keamanan
Setiap akhir latihan baik di kapal maupun di perusahaan harus diakhiri
dengan evaluasi sebagai salah satu penguji efektifitas latihan. Bahan-bahan
hasil evaluasi dikumpulkan sebagai bahan perbandingan penerimaan ide, pendapat
dan saran juga harus ditampung sebagai informasi yang baik untuk peningkatan
pelatihan diperiode berikutnya.
2. Pemberian hadiah ( reward ) dan peringatan
Bagi awak kapal yang melaksanakan penjagaan akses secara
maksimal dan dengan penuh kedisiplinan, dapat diberikan reward khusus dengan cara penilaian yang sesuai. Hal ini dapat
menambah semangat awak kapal dalam melakukan dinas jaga terutama dalam
penjagaan akses keamanan di kapal.
Sedangkan bagi awak kapal yang melakukan kelalaian dan
kecerobohan dalam melakukan penjagaan akses keamanan di kapal, dapat diberi
peringatan. Hal ini dapat menjadi contoh bagi awak kapal yang lain agar tidak
melakukan kelalaian dalam berdinas jaga khususnya dalam penjagaan akses
keamanan di kapal.
BAB V
PENUTUP
5.1.
KESIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil analisis data maka dapat
disimpulkan :
1.
Security Drill di
kapal MT Gas Komodo telah dilaksanakan
sesuai dengan prosedur, namun masih ada kurangnya pemahaman awak kapal terhadap
implementasi ISPS Code dibuktikan
dengan tidak dicatatnya awak kapal yang naik dan turun kapal dalam visitor log secara teratur. Untuk
mengatasi hal tersebut, solusi terbaik yaitu dengan cara pemberian pelatihan
dan familiarisasi secara rutin dan terjadwal.
2.
Pengaruh penerapan ISPS Code terhadap keamanan di atas kapal MT Gas Komodo sudah sesuai prosedur dan Rancangan Keamanan Kapal sehingga
menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan kondusif, namun kedisiplinan
awak kapal dalam penerapannya di beberapa waktu masih kurang. Solusi
terbaik untuk mengatasi masalah kurangnya kedisiplinan tersebut yaitu dengan
pemberian hadiah dan hukuman sebagai timbal balik atas prestasi kerja awak
kapal dalam hal ini penerapan kedisiplinan.
5.2.
SARAN
Berdasarkan
kesimpulan yang ada, bahwa untuk mengatasi masalah pengetahuan dan kedisiplinan
awak kapal sehubungan dengan peranan ISPS Code di MT. Gas Komodo, cara yang paling tepat
dan perlu untuk ditindaklanjuti oleh pihak perusahaan adalah dengan pemberian
pelatihan keamanan dan familiarisasi keamanan secara rutin dan terjadwal,
disertai dengan pemberian reward dan peringatan sebagai timbal balik atas
prestasi awak kapal.
Untuk
mendukung pelaksanaan alternatif pemecahan masalah ini, diberikan saran dan
masukan berupa :
1.
Pihak perusahaan harus memberikan petunjuk berupa video mengenai
bagaimana penerapan ISPS Code yang baik di atas kapal, juga pemberian
buku-buku pedoman agar awak kapal dapat memahami bagaimana penerapan ISPS Code
yang baik di kapal.
2.
Dengan pemberian buku ini dimaksudkan agar setiap saat awak kapal
dapat membaca dan mempelajari aturan
ISPS Code terutama yang berkaitan dengan tugasnya masing-masing.
3.
Perwira yang bertindak sebagai atasan harus menjadi teladan bagi awak
kapalnya, terutama dalam hal berdinas jaga.
Sebagai
seorang atasan, menjadi teladan yang baik bagi awak kapal itu suatu tanggung
jawab yang cukup besar. Awak kapal dapat meniru segala sesuatu yang dilakukan
oleh perwira / atasan, terutama dalam penerapan ISPS Code di atas kapal.
Melalui cara ini, masalah pengetahuan dan kedisiplinan dapat di atasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ardiyanto,
Heri. (2007). Familiarisasi Awak Kapal
Sehubungan dengan Penerapan ISPS Code di MV.Amrta Jaya-1
Buku Ajar
International Security Awareness
Training for Seafarers with Designated Security Duties ( POLTEKPEL SURABAYA )
ISPS
Code (International Code for the Security of Ship and of Port Facilities)
edisi 2003
Sugiyono
(2009). Metode Penelitian Bisnis
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta
Syukur,
Abdullah (1978). Kumpulan Makalah “Study
Implementasi Latar Belakang Konsep Pendekatan dan Relevansinya Dalam
Pembangunan”, Persadi, Ujung Pandang. Hlm 40
Usman,
Nurdin. (2002). Konteks Implementasi
Berbasis Kurikulum: PT. Raja Grafindo Persada.
UNTUK PEMBELIAN COPY-AN LENGKAP WORD, PDF, MAUPUN PRESENTASI KARYA ILMIAH DI ATAS BISA MENGHUBUNGI 085859402998DENGAN HARGA DOKUMEN RP. 200.000TERIMAKASIH
|
||||||

Komentar
Posting Komentar