MENGOPTIMALKAN  PENGAWASAN PELASHINGAN YANG BAIK GUNA MENUNJANG KESELAMATAN OPERASIONALKAPAL MV. SELATAN MEGAH 


BAB I


PENDAHULUAN


A.   LATAR BELAKANG

Dewasa ini dengan perkembangan dari dunia pelayaran sangat pesat akan suatu kebutuhan transportasi laut di suatu negara, peranan perusahaan pelayaran dalam dunia maritim sangatlah penting dalam menunjang perekonomian suatu bangsa. Untuk itu diperlukan kapasitas angkutan yang optimal tentunya dengan menggunakan transportsi laut yang dapat mengantarkan barang/komoditi yang berguna waktu dan tepat waktu. Salah satunya adalah system pengangkutan barang dengan menggunakan peti kemas. Mengingat pemuatan barang/komoditi lebih banyak menggunakan angkutan laut, hal ini dalam menjunjung Penggunaan peti kemas dalam transportasi muatan umum makin lama makin meningkat dan pada dekade ini, dalam dunia pelayaran telah terjadi kemajuan yang cukup pesat dalam sistim pengamanan peti kemas. Peti kemas muncul pertama kali pada abad 20, gagasan ini muncul pada waktu terjadinya perang dunia ke II, kerusakan akibat pemuatan secara konvensional pada penyaluran logistik, sehingga banyak sekali resiko kerusakan pada muatan dan biaya buruh yang sangat mahal. Sekarang Penggunaan peti kemas  makin meningkat dikarenakan peti kemas banyak memiliki keuntungan :

1.    Bongkar muat cepat
2.    Biaya buruh kecil
3.    Pelayanannya mudah
4.    Mengurangi resiko kerusakan dan pencurian
5.    Asuransi menjadi lebih murah
6.    Shipper kecil dapat menikmati lewat “ consolidation
7.    Melakukan Multimodal Transport Door to door service operation
Dalam penyusunan muatannya sebagian muatan dimuat di dalam palka dan sebagian lagi di muat di atas dek. Muatan yang dimuat di atas dek berperan penting untuk menjamin keamanan muatan, kapal dan awak kapal. Tujuan pengamanan antara lain agar muatan dapat sampai di pelabuhan tujuan dengan aman, cepat dan biaya terjangkau. Muatan akan mengalami kerusakan jika tidak terlashing dengan kencang, bergeser, terutama muatan diatas dek. Dalam hal ini kita gunakan apa yang disebut “ lashing ‘’.
Gambar lashing

















Sumber : Immer John R, Cargo Handling, Lousiana : Marine Education text book Inc, 1984.
Sistemnya ialah berbentuk tali atau ikatan terhadap muatan agar tidak bergeser dari tempatnya, yang dipergunakan ialah : kawat baja atau rantai sesuai muatannya.
Berdasarkan pengalaman pada saat melakukan proyek laut di atas kapal  semi container MV.SELATAN MEGAH sering kali ditemukan beberapa muatan peti kemas terutama di atas dek yang tidak dilashing, lashingannya longgar dan teknik pelashingan muatan yang tidak sesuai dengan prosedur yang ada di atas kapal.  Dalam mengurangi kerusakan fisik terhadap peti kemas, penataan muatan di pelabuhan dan tata cara lashing yang sesuai standard sangat diperlukan, karena dapat berpengaruh pada keselamatan kapal dan muatan selama pelayaran.
Mengingat jalur yang dilewati kapal Laut China Selatan adalah daerah yang rawan akan cuaca buruk yang dapat berakibat fatal seperti muatan hilang atau jatuh ke laut. Sesuai dengan bentuk konstruksi kapal untuk pengangkutan, pada kapal jenis container mempunyai lashing untuk muatan yang berbeda dengan kapal-kapal lain pada umumnya.
Untuk itu, lashingan harus kuat dan dapat menahan gerakan-gerakan, geseran dari peti kemas. Oleh karenanya, pengecekan lashing secara teratur selama pelayaran dan saat di pelabuhan sangat diperlukan demi keselamatan kapal dan muatannya, terutama disaat menghadapi cuaca buruk dan ombak besar.

Perlu diketahui, bahwa sebuah kapal di laut dapat bergerak ke-6 arah yang berbeda yaitu :
1.    Rolling     : berputar seluruh badan kapal
2.    Pitching   : mengangguk
3.    Yawing    : menerawang yang berporos di buritan
4.    Heaving   : kekanan-kekiri seluruh badan kapal
5.    Swaying  : menerawang yang berporos di tengah-tengah kapal
6.    Surging    : maju-mundur seluruh badan kapal

Sebab untuk muatan peti kemas di atas dek faktor keamanan muatan yang menjadi hal utama yang sangat serius diperhatikan khususnya mulim I sebagai perwira yang bertanggungjawab dalam hal pengaturan muatan dan abk kapal sebagai pelaksananya. Jadi dalam pengamanan dan pelashingan muatan ini harus sesuai dengan prosedur yang ada dan pelaksanaannya haruslah seefektif dan seefisien. skripsi ini untuk mengangkat permasalahan mengenai pengoptimalan pengawasan lashingan peti kemas, dalam hal ini dimaksudkan karena begitu pentingnya keselamatan kapal dan muatannya selama pelayaran, sehingga muatan dapat sampai ke pelabuhan tujuan dengan selamat.


 Sehubungan dengan itu maka penulis memilih judul sebagai berikut :

“ MENGOPTIMALKAN  PENGAWASAN PELASHINGAN YANG BAIK
GUNA MENUNJANG KESELAMATAN OPERASIONAL
KAPAL MV. SELATAN MEGAH “

B.    TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

1.    Tujuan Penelitian
      Dalam penulisan skripsi ini, tujuan yang ingin dicapai yaitu sebagai berikut :
a.    Dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh pada waktu praktek kerja di kapal.
b.    Untuk lebih memahami bidang studi yang ditekuni.
c.    Dapat menambah pengetahuan mengenai pengamanan muatan saat di pelabuhan dan selama berlayar di atas kapal.
d.    Memberikan sumbangan pemikiran atau saran dalam dunia pelayaran khususnya pendidikan di sekolah tinggi ilmu pelayaran.
e.    Dapat  menambah pengetahuan mengenai pengawasan dan prosedur pelashingan terhadap peti kemas.  


2.    Kegunaan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, kegunaan dari penelitian yang ingin dicapai yaitu sebagai berikut :
a.   Agar peti kemas dapat sampai di pelabuhan tujuan dengan aman,   selamat, cepat dan menguntungkan bagi perusahaan dan kapal, dengan cara pelashingan yang baik.
b.    Agar peti kemas di atas dek tetap utuh, tidak hilang atau jatuh ke laut sehingga kapal tidak mendapatkan klaim dari pemilik barang.
c.    Sebagai bahan perujukan yang telah mengalami dalam pelashingan    selama di atas kapal.
d.    Agar mempercepat proses bongkar muat peti kemas di pelabuhan dengan cepat dan aman.

C.  PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah dan pengamatan selama penulis melaksanakan praktek laut di atas MV.SELATAN MEGAH, Oleh karena hal tersebut maka penulis merumuskan permasalahan pokoknya pada :
1.    Kurangnya pengawasan oleh perwira jaga dan ABK jaga terhadap proses pelashingan di atas MV.SELATAN MEGAH.
2.    Kurangnya pemahaman dalam teknik pelashingan yang benar oleh stevedore.
D.  PEMBATASAN MASALAH
Dalam mengidentisifikasi masalah yang timbul di atas, maka dalam hal ini permasalahan diskripsi ini akan dibatasi hanya pada pengawasan pelashingan peti kemas hanya pada saat kapal melakukan bongkar muat di pelabuhan, dimana pengawasan pelashingan peti kemas di atas dek khususnya MV.SELATAN MEGAH jenis semi container oleh Perwira jaga dan ABK jaga selama bongkar muat.

E.  SISTIMATIKA PENULISAN
Adapun sistimatika penulisan skripsi ini dapat dibagi dalam lima bab secara berurutan, dimana pada masing-masing bab akan saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain.
Sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I        PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan latar belakang permasalahan pentingnya pelaksanaan pelashingan yang baik dan benar bagi muatan peti kemas di atas dek, tujuan penelitian dan perumasan masalah, pembatasan masalah serta sistematika penulisan.


BAB II       LANDASAN TEORI
Bab ini memaparkan tentang tinjauan pustaka yang memuat uraian mengenai ilmu dan teori yang terdapat dalam pustaka dan disiplin ilmu pendukung serta kerangka pemikiran yang berisi bagian yang berasal dari berbagai teori yang relevan dengan masalah yang diteliti.

BAB III      METODE PENELITIAN
Dalam bab ini menjelaskan tentang waktu dan tempat melakukan penelitian, teknik pengumpulan data mengemukakan tentang metode yang digunakan penulis, serta teknik analisis yang mengemukakan tentang metode yang akan digunakan dalam menganalisis data.

BAB IV     HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan deskripsi data yang memuat tentang fakta-fakta yang terjadi diatas kapal saat melaksanakan proyek laut, analisis data yang memuat tentang penganalisaan data, alternatif pemecahan masalah mengemukakan cara-cara memecahkan masalah yang telah ditemukan dan diakhiri dengan pemecahan masalah yang dipilih.

BAB V      PENUTUP
Didalam bab ini memaparkan tentang kesimpulan yang memuat tentang jawaban terhadap masalah penelitian yang telah dibuat berdasarkan hasil dan pembahasan serta saran yang memuat tentang usul-usul dan saran konkrit penelitian bagi penyelesaian masalah.

DAFTAR PUSTAKA
LANPIRAN-LAMPIRAN






                                                    
BAB II
LANDASAN TEORI

A.   HASIL PENELITAN TERDAHULU
Dalam penulisan skripsi ini, harus memberikan hasil penelitian terdahulu, tetapi masalah yang diangkat dalam skripsi ini belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya maka penulis tidak dapat mencantumkan hasil penelitian sebagaimana yang dimaksud. Adapun penelitian terdahulu yang ada adalah berupa buku perpustakaan yang digunakan sebagai referensi oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini dan dari sumber buku lainnya. 

B.   TINJAUAN PUSTAKA
Dalam sub bab ini akan menjelaskan teori-teori yang relevan tentang pelashingan muatan peti kemas, hal ini bertujuan untuk mempermudah pembacaan dalam memahami isi dari skripsi ini, maka pustaka yang diambil  adalah dari beberapa  referensi buku yang mendukung untuk menyelesaikan masalah, terutama masalah pengawasan pelashingan yang dilakukan oleh Perwira dan ABK, diantaranya teori-teori itu antara lain :
1.    Menurut Captain Purnama, terjemahan STCW 1995 code amandemen 1995, 1997 : 129 menjelaskan :
“Table A-II / 1 spesifikasi standard minimum kompetensi untuk Perwira yang bertugas jaga navigasi pada kapal-kapal dengan ukuran 500 gross ton atau lebih”.
Kolom 2 – “pengetahuan, pengertian dan keterampilan : penanganan, pemadatan dan mengikat muatan. Pengetahuan tentang efek muatan, termasuk efek “ heavy lift ” terhadap kelaikan dan kestabilitasan kapal”. 
Pengetahuan tentang penanganan, pemadatan dan pengencangan muatan secara aman, termasuk muatan-muatan berbahaya serta efek-efek terhadap keselamatan jiwa di laut dan di kapal juga mampu untuk mengembangkan dan menjaga komunikasi yang efektif selama bongkar muat.
2.    Menurut Dr. T. HANI HANDOKO, Manajemen Personalia dan Sumber         Daya Manusia edisi 2, 1994 : 208 menjelaskan “bahwa disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasi”.
3.    Menurut Captain Peter Robert, BSN.FNI, Watch keeping Safety and Cargo Management in port, 2002 : 136  “menjelaskan bahwa mutan yang disusun di atas dek juga akan terganggu oleh kekuatan angin dan air laut yang pecah di atas dek”. Apabila muatan tidak diamankan secara cukup, maka muatan dapat bergeser atau berpindah tempat.
 Ini dapat menyebabkan kerusakan pada muatan tersebut atau kerusakan pada muatan lain atau terhadap struktur atau bangunan kapal dan alat-alat kapal. Muatan yang disusun di atas dek dengan pengikat yang tidak benar akan hilang atau jatuh ke laut akibat cuaca buruk. Perlu diketahui bahwa seluruh muatan yang berpindah tempat atau bergeser dapat membahayakan kapal dan apabila menembus lambung kapal maka kapal akan tenggelam.
4.    Menurut Badan Diklat Perhubungan 2000, Personal Safety and Social Responsibility. BST. Modul-4 : 192 menjelaskan “bahwa disiplin adalah keadaan tertutup dan teratur dimana Pelaut bekerja sesuai dengan standar kerja dan bertingkah-laku sejalan dengan ketentuan-ketentuan perusahaan, agar tujuan dapat tercapai”.
      Keadaan disiplin tidak akan terjadi apabila Pelaut tersebut tidak mempunyai kemauan untuk berdisiplin.
a.    Dikatakan berdisiplin tinggi apabila ia mau bekerja atau justru                 melebihi ketentuan dengan baik, melaksanakan perintah dan produktif.
b.    Dikatakan berdisiplin rendah apabila ia gagal mengikuti standar, menolak atau melanggar peraturan, untuk itu mereka perlu pengawasan.
Apabila pelaut menyadari untuk memenuhi peraturan demi tercapainya disiplin maka mereka dikatakan “ Self Dicipline atau disiplin pribadi yang baik ”.
5.    Menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, 1996 : 135-139 menjelaskan “bahwa pengawasan ialah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”.
      Sifat – sifat pengawasan :
a.    Fact finding  berarti fungsi pengawasanharus menemukan fakta-fakta tentang bagaimana tugas – tugas dijalankan dalam organisasi.
b.    Preventif  berarti proses pengawasan itu dijalankan untuk mencegah timbulnya penyimpangan dari rencana yang telah ditentukan.
c.    Pengawasan diarahkan pada kegiatan yang sedang berlangsung.
d.    Pengawasan untuk meningkatkan efisiensi, tidak boleh dipandang sebagai tujuan.
e.    Pengawasan hanya sekedar alat administrasi dan manajemen, maka pelaksanaan pengawasan harus mempermudah tercapainya tujuan.
f.     Proses pengawasan harus efisien jangan sampai menghambat usaha peningkatan efisien.
g.    Pengawasan tidak dimaksudkan untuk menentukan sikap yang salah jika ada ketidak beresan, akan tetapi untuk menemukan apa yang tidak betul.
h.    Pengawasan harus bersifat membimbing agar supaya para pelaksana meningkatkan kemampuannya untuk melakukan tugas yang ditentukan baginya.
Teknik – teknik pengawasan :
1)    Pengawasan langsung adalah apabila pemimpin organisasi mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang dijalankan
2)    Pengawasan tidak langsung  adalah pengawasan dari jarak jauh, melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan, berbentuk :
a)    Lisan.
b)    Tertulis.
Kapal-kapal ini dalam pemuatan peti kemas diberlakukan sebagai muatan peti yang besar, sehingga untuk pengamanannya dilakukan secara biasa (Convensional). Dalam era globalisasi di dunia perkapalan, untuk memudahkan pelayanan dalam bongkar muat serta penanganan dan pengamanan peti kemas, maka kapal-kapal harus efisiensi dalam pemuatan peti kemas.

Sehingga kapal pembawa peti kemas dapat dibedakan menjadi :
a.    Kapal Full Container
Kapal jenis ini digunakan untuk mengangkut peti kemas saja. Pada ruangan-ruangan muatannya sudah dipasang cell guide sehingga peti kemas yang akan dimasukan ke dalam ruang muatan dapat dengan mudah diarahkan melalui cell guide tersebut. Ada kapal-kapal yang membangun cell guide-nya khusus peti kemas ukuran 20 kaki, tetapi pada umumnya dibuat untuk ukuran 40 kaki. Ada pula kapal-kapal yang membangun cell guide-nya di atas geladak.                                          
b.    Kapal Semi Container
Kapal semi container adalah kapal yang biasa digunakan untuk mengangkut peti kemas bersama-sama muatan break bulk atau barang-barang yang tidak dalam peti kemas, disebut juga muatan yang dibungkus secara conventional. Pada bagian-bagian palka dari kapal sedemikian terdapat lubang-lubang untuk pemasangan kaki container bila akan dimuati peti kemas dan daapat juga di atas geladak
6.    Menurut Captain Peter Robert, BSN, FNI, Watch keeping Safety and Cargo Management in port, 2002 : 74 menjelaskan “bahwa perwira jaga di atas kapal container harus mengecek bahwa seluruh aturan untuk keamanan muatan telah disesuaikan dengan rancangan kapal dan apakah kegiatan melashing muatan dilakukan dengan baik dan benar”.
Perhatian khusus harus diberikan pada peti kemas tertinggi di atas geladak, terutama pada peti kemas terbuka atau peti kemas lainnya.
7.    Menurut Captain Peter Robert, BSN, FNI, Watch keeping Safety and Cargo Management in port, 2002 : 141 menjelaskan “bahwa Perwira jaga harus memeriksa bahwa batas tumpukan tidak boleh dilewati, dan container-container tersebut telah dilashing dengan baik dan benar sesuai dengan perencanaannya”.
8.    Menurut Captain Peter Robert, BSN, FNI, Watch keeping Safety and Cargo Management in port, 2002 : 21 menjelaskan “bahwa keselamatan dan efisiensinya kegiatan pengoperasian kapal di pelabuhan adalah tugas utama Perwira jaga”.
9.    Menurut Captain Peter Robert, BSN, FNI, Watch keeping Safety and Cargo Management in port, 2002 : 23 menjelaskan “bahwa dalam jaga laut, kewajiban utama dari seorang yang berdinas jaga di pelabuhan adalah mengawasi secara audio dan visual”.
Hal ini, berarti bahwa Perwira jaga harus selalu mengawasi apapun yang terjadi di sekitar kapal. Hanya dengan cara ini Perwira jaga dapat memastikan bahwa dia telah menjalankan tugas dasar utamanya memelihara keselamatan kapal, muatannya dan semua orang di kapal. Dengan melanjutkan pengamatan seluruh kegiatan operasi secara langsung, dia akan langsung menyadari ketika ada sesuatu hal yang tidak berjalan sesuai rencana, atau jika terjadi kecelakaan maka dia akan segera mengambil langkah yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
10.     Menurut Herman A.Tabak dalam buku Cargo Container menjelaskan bahwa kapal yang membawa peti kemas dapat dibagi 5 jenis yaitu :
a.   Full Container Ship
Kapal ini dibuat dengan struktur khusus untuk membawa peti kemas. Semua ruang muatan hanya untuk tujuan membawa peti kemas.
b.   Partial Container Ship
Untuk jenis kapal ini, hanya untuk sebagian muatan dari kapasitas kapal di buat khusus untuk muatan peti kemas.
c.   Convertial Container Ship
Seluruh kapasitas muatan kapal digunakan bukan hanya untuk muatan peti kemas, dapat juga untuk mutan yang lain. Jenis kapal ini mempunyai keutamaan khusus untuk bisa berubah, tergantung muatan dari satu pelayaran ke pelayaran selanjutnya.
d.   Kapal yang terbatas kemampuannya untuk membawa container
Kapal-kapal ini telah dilengkapi dengan alat-alat penanganan keamanan, tetapi konstruksi kapal merupakan konstruksi biasa. Kapal yang tidak mempunyai peralatan untuk penanganan dan pengamanan khusus.
11.     Menurut an ILO  code of practice : “ Accident prevention on board ship at sea and in port “, 2005 : 6-29 – 7-29 untuk kapal pengangkut peti kemas :
a.    Pemilik atau pengelola kapal harus melengkapi setiap kapalnya dengan buku-buku instruksi mengenai cara menjalankan dan merawat perangkat bongkar muat. Buku petunjuk penyimpanan dan pengikatan harus juga tersedia.
b.    Peti kemas diatas dek harus diikat pada kapal, misalkan dengan “stacking cones" dan “twist locks”. Twist lock dapat digunakan dengan baik jika peti kemas disusun tunggal atau susunan dua keatas, dimana peti kemas yang berada diatas tidak dimuati (kosong) atau bermuat ringan. Perhatikan bawha “twist lock” dipasang secara benar dan terkunci. Jika susunan peti kemas melebihi dua, harus menggunakan “stacking cones” dan “wire” atau “steel rod lashing”.
c.    Semua peti kemas harus diikat  dengan benar, sebaiknya pada sudut-sudut bawah, sehingga dapat mencegah pergeseran.
d.    Tidak satupun system pengikatan peti kemas diperbolehkan dipasang pada badan peti kemasnya sendiri atau “fittings” nya yang dapat menimbulkan gaya-gaya atau beban-beban yang lebih besar daripada yang diperhitungkan dalam disainnya.
e.    Para awak kapal harus menggunakan peralatan yang benar ketika melakukan kegiatan muat, memasang dan mengunci “lashing” dek dan harus menggunakan pengikat-pengikat yang benar untuk mengencangkan tali-tali atau peralatan pengikat peti kemas.
f.     Cara-cara yang aman harus diadakan untuk akses ke peti kemas didek agar pemeriksaan keadaan pengikatan dlsb dapat dilaksanakan dengan baik. Dimana dianggap layak, para awak kapal harus menggunakan “harness” yang terikat dengan benar untuk melindunginya jika terjatuh.
g.    Seluruh dek dan bagian atas (tumpukan) peti kemas harus diperiksa u tuk memastikan tidak ada pengikat-pengikat yang terlepas, setelah pengoperasian muatan yang telah tuntas.
h.    Peralatan penanganan muatan harus hanya ditangani oleh orang yang telah terlatih dan berpengalaman. Instruksi pembuat peralatan mengenai pengoperasian atau pemakaian dan perawatan seperti tertera di buku petunjuk penanganan muatan harus diikuti.
i.      Peralatan harus diperiksa oleh perwira penanggung jawab sebelum dan sesudah pemakaian. Tiada suatu alat pun boleh dipakai atau dioperasikan kecuali sertifikat pengetesan dan pemeriksaannya ada dikapal.
j.      Sebelum melakukan bongkar muat dilakukan, suatu jalur atau sistim komunikasi yang jelas harus diadakan antara awak kapal dan pekerja terminal artinya harus dimengerti oleh semua pihak yang terkait dalam kegiatan ini.
k.    Para pelaut harus segera melapor kerusakan alat-alat kepada perwira penanggung jawab. Peralatan yang rusak tidak boleh dipakai lagi.
l.      Muatan harus disusun dan diikat dengan asumsi cuaca yang terburuk.
12.     Menurut Drs. Alex Gunur (1975 :20-35), “Kegiatan – kegiatan terutama dari pimpinan untuk mencapai tujuan melalui kegiatan orang lain, terwujud dalam fungsi atau tugas tertentu dari pimpinan”. Pelaksanaan pada fungsi itulah yang secara nyata menggambarkan apa itu manajemen.
Fungsi manajemen itu garis besarnya dirumuskan sebagai berikut :
a.    Fungsi perencanaan (Planning)
Yakni perumusan tentang apa yang akan dicapai serta tindakan apa      yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, dengan memperhitungkan kemampuan yang dimiliki.
b.   Fungsi Pengorganisasian
Penyatuan, pengelompokan dan pengaturan orang – orang untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan, sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
c.   Fungsi pergerakan (Actuating)
Menggerakan, membimbing, mengarahkan orang – orang agar mereka mau dan tahu bekerja demi tercapainya tujuan. Jelas bahwa sasaran menggerakan orang itu adalah menimbulkan kemauan dan membuat mereka tahu bekerja atau menjalankan tugas pekerjaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan sebelumnya.
Jadi dalam fungsi penggerakan harus terdapat unsur–unsur sebagai berikut :
1)    Motivating (Dorongan), yakni menggerakkan orang dengan memberikan motif, alasan yang mendorong timbulnya kemauan mereka untuk bekerja dengan baik.
2)    Leading (Bimbingan), yakni membimbing orang dengan memberikan contoh/teladan.
3)    Directing (Pengalaman), yakni mengarahkan orang–orang dengan memberikan petunjuk dengan benar, jelas, dan tegas.
d.  Fungsi pengawasan (Controlling)
Kegiatan untuk meneliti,menilai dan mengukur pelaksanaan maupun hasil dari pekerjaan, untuk dapat diketahui apakah sesuai dengan rencana atau tidak. Dari pengawasan itu diketahui :
1)    kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan.
2)    kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan.
3)    Kelemahan orang atau cara kerjanya.
4)    Rintangan yang dialami maupun yang mungkin akan dialami.
5)    Kegagalan maupun kesuksesan yang dialami.
Agar fungsi pengawasan memperoleh hasil yang diharapkan maka perwira harus mengetahui ciri–ciri suatu proses pengawasan :
1)    Pengawasan diarahkan kepada massa sekarang.
2)    Pengawasan sebagai alat meningkatkan efisiensi.
3)    Pengawasan mempermudah tercapainya tujuan.
4)    Proses pelaksanaan pengawasan harus efisiensi, bukan menghambat usaha peningkatan efisiensi.
5)    Pengawasan bukan mencari siapa yang salah, tetapi untuk menemukan apa yang tidak benar.
6)    Pengawasan harus bersifat membimbing.

Jadi pengawasan sangat memerlukan dalam usaha pencapaian tujuan. Disamping mengetahui ciri–ciri pengawasan hal lain yang perlu diperhatikan adalah :
1)    Kebanyakan pekerja tidak suka diawasi/merasa diragukan.
2)    Pengawasan harus taat azas.
3)    Pengawasan bukan mengawasi orang tapi mengawasi pekerjaannya (harus bersifat membangun).
4)    Selanjutnya harus ada penjelasan untuk memperbaiki kesalahan. Sebab itu hal–hal yang dijalankan dalam fungsi pengawasan itu ialah:

1)    Meneliti atau mengamati terus jalannya pekerjaan.
2)    Menilai atau mengukur sampai dimana pekerjaan itu sesuai dengan rencana yang sesuai dengan standart hasil kerja yang diinginkan.
3)    Berusaha untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, kelemahan dan kegagalan serta menjauhi rintangan yang dihadapi.
Langkah–langkah atau prosedur pengawasan
Agar suatu pengawasan berjalan dengan baik maka perlu dijalankan langkah-langkah sebagai berikut :
a.    Membuat rencana standart pekerjaan, yakni ukuran atau patokan  untuk menilai setiap kegiatan.
b.    Menyusun laporan mengenai jalannya pekerjaan yang sedang berjalan maupun pekerjaan yang sudah selesai.
c.Melakukan penilaian atau evaluasi mengenai hasilnya.
d.    Melakukan perbaikan jika terdapat penyimpangandan kesalahan.
13.     Dari www.safetyregulation.com,  menjelaskan bahwa :
a.    peralatan lashing harus ditempatkan didekat area kerja.
b.    Sebelum menandatangani sertifikat lashing, chief officer harus memeriksa kebenaran hasil lashing untuk memastikan hasil lashing sesuai standart lashing.
c.    Gunakan twistlock yang standart, misalnya jangan mencampur twistlock yang buka kiri dengan kanan.   Kapal pengangkut peti kemas adalah sebuah kapal yang di rancang khusus untuk mengangkut peti kemas. Biasanya pada kapal demikian akan dilengkapi alat-alat untuk dudukan, serta penahan peti kemas seperti container corner fitting yang terpasang disetiap sudut container, container locating device ( slot ) yang dipasang di dek dan sudut container chassis, container stacking adaptor yang dipasang di container units waktu menyusun container, container locating pin, single stacking adaptor, juga peralatan lashing peti kemas seperti bridge fitting, stacking fitting, fitting bawah, toggle hook, lashing bar. Begitu juga untuk kekuatan geladaknya haruslah cukup kuat untuk memikul beban peti kemas yang diangkut.
14.     Menurut George R. Terry, Ph. D, Asas –asas Manajemen, 1986 : 395 menjelaskan “bahwa pengawasan ialah mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tindakan – tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana – rencana”.
15.     Menurut Capt. Arso Martopo, Penanganan dan pengaturan muatan bagi pelaut kapal niaga, 2006 menjelaskan “ Penyusunan container sebagai berikut:

a.     Container 40’ bisa ditempatkan diatas 20’.
b.     Container 20’ tidak bisa ditempatkan diatas 40’.
c.      Pintu  container ditempatkan menghadap buritan kapal.
d.     Container yang dilengkapi alat pendingin (Reefer container) dipasang di dekat electric plug untuk power listriknya.
e.     Palka kapal container ada pula yang dilengkapi Cellular Guide untuk memudahkan STOWAGE dan Lashingannya.

C.   KERANGKA PEMIKIRAN
Agar penulisan skripsi ini menjadi jelas dan dapat bermanfaat maka diberikan kerangka pemikiran untuk memudahkan pemahaman mengenai pelashingan peti kemas di MV.SELATAN MEGAH, yang mengacu pada tinjauan pustaka yaitu pada buku Ship Board Operation Second Edition, Watchkeeping Safety and Cargo Management, Personal Safety and Social Responbility dan berdasarkan data-data yang ada, muatan di atas dek bisa berpindah tempat atau bergeser dari tempatnya, sehingga terjadi kerusakan pada muatan tersebut, kerusakan pada muatan lain, pada struktur muatan lain atau pada struktur bangunan kapal dan alat-alatnya, maka muatan tersebut harus dilashing dengan benar dan kuat agar dapat menahan goncangan-goncangan yang disebabkan oleh kapal dan muatannya, angin kencang dan air laut yang pecah di atas dek akibat pengaruh cuaca yang tidak terduga pada saat kapal sedang berlayar.
Mengingat dampak negatif muatan yang tidak terlashing, lashingan longgar dan teknik melashing yang salah dapat menyebabkan muatan tersebut berpindah tempat atau bergeser dan juga membahayakan muatan, kapal dan Awak kapal maka peti kemas harus dilashing.
Pada saat pemasangan lashing oleh buruh-buruh pelabuhan akan aman dan kuat bilamana pihak kapal dalam hal ini Perwira jaga dan ABK jaga berdisiplin tinggi dalam melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap buruh-buruh pelabuhan yang sedang melashing muatan khususnya untuk peti kemas di atas dek. Pengawasan ini perlu dilakukan agar pelaksanaan pelashingan muatan dapat berjalan dengan baik dan benar sesuai degan prosedur dan aturan yang ada, agar keamanan muatan sesuai dengan rancangan di atas kapal. 
Pengawasan ini perlu dilakukan agar pelaksanaan pelashingan muatan dapat berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur, aturan dan rancangan keamanan muatan yang ada di atas kapal. Oleh karena itu, agar fungsi pengawasan dapat berjalan dengan efisien. Perwira jaga maupun ABK jaga harus selalu menghabiskan waktu sebanyak mungkin di dek dan melakukan pengamatan terhadap seluruh kegiatan operasi secara langsung baik secara audio maupun visual sehingga apabila ada sesuatu hal yang tidak berjalan sesuai dengan rencana, maka Perwira jaga dan ABK jaga dapat mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut dan secara tidak langsung mereka telah menjalankan tugas dasar utamanya yaitu memelihara keselamatan kapal, muatan dan semua orang di atas kapal dan terefisiensinya kegiatan pengoperasian kapal di pelabuhan.
Pengawasan ini juga dapat berjalan dengan efisien bila ditunjang dengan pengetahuan, pengertian dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang Perwira jaga. Perwira yang berdinas jaga wajib memiliki pengetahuan tentang komponen dan sistim pelashingan peti kemas, penanganan, pemadatan dan pengencangan muatan secara aman.  
Jadi disimpulkan, apabila Perwira jaga dan ABK jaga mengawasi secara audio dan visual proses pelashingan dan mengecek aturan pelashingan, apa sudah sesuai dengan rancangan kapal , maka diasumsikan pengawasan oleh Perwira jaga dan ABK jaga terhadap proses pelahingan di atas MV.SELATAN MEGAH akan lebih optimal, sehingga muatan yang dilashing tidak bergeser saat dalam pelayaran. Di bawah ini pohon masalah atau kerangka pemikiran yang telah disusun oleh penulis, sebagai berikut:




 

MASALAH
 

MUATAN PETI KEMAS DI ATAS DEK YANG TIDAK DILASHING DENGAN BENAR
 

Penyebab
 

         Peralatan                                     Operator kapal                                      Stevedore
 

   Awak kapal                                           Buruh

 

Alat-Alat                     Bagaimana mereka lakukan pada                     Prosedur pemasangan                                     Saat Pemuatan peti kemas                  pelashingan pada conta         
1.    Turnbuckle                                                                                          iner di atas dek kapal
2.    Twist cone lock                                                                                     
3.    Long lashing rod          
4.    Short lashing rod           Awak kapal                 Petugas                              Tempat
5.    Bridge fitting
6.     Hook                                1. Mualim I            Bertanggung jawab dalam pemuatan di kapal  Office deck
7.    Penguin                         2. Mualim Jaga               
8.    Cross lashing
9.    Vertical lashing
10. Fitting

 




BAB III



METODE PENELITIAN


A.   WAKTU DAN TEMPAT
1.    Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung selama mengikuti praktek kerja laut diatas kapal      MV.Selatan Megah dari tanggal 31 Januari 2005 sampai dengan tanggal 06 Februari 2006 (sebagai pelaksanaan semester V dan VI yang merupakan program D-IV dari STIP), digunakan untuk meneliti dan mengamati permasalahan yang terjadi pada pelashingan di atas kapal. Kapal ini merupakan salah satu armada milik PT. PILINDO MEGAH SELATAN yang pelaksanaan manajemennya merupakan tanggung jawab dari PACIFIC INTERNATIONAL LINE. PTE. LTD.
Dengan rute Pelayaran Singapore(Keppel PSA)–Brunei(Muara)–Thailand (Bangkok)–Malaysia(Labuan)–Indonesia(TG.Priok-Panjang) kapal berlayar tramping. Gambaran ini disusun mengikuti Ship’s Particular yang ada di atas kapal.
2.    Tempat Penelitian
Adapun tempat dilakukannya penelitian berada di atas kapal MV.Selatan Megah dengan data kapal sebagai berikut :
Data-data dari Ship’s Particular tersebut adalah sebagai berikut :
Ship’s Name                         : MV.SELATAN MEGAH
Call Sign                              : Y.G.M.Y
Ship’s Owner                        : PT. PELINDO MEGAH SELATAN (PMS)
Nationality                             : INDONESIA
Port Of Register                    : INDONESIA, JAKARTA
Build                                       : YAMANISHI CORPORATION-JAPAN
Type Of Ship                         : SEMI CONTAINER CARRIER
Clasification                          : B.K.I + B.V
 Number Of Hatch & Type : MACGREGOR
                                            HYDRAULICSYSTEM FOLDING TYPE
Delivery Date                        : April 1977
Engine                                   : Hitachi B&W 5600/225 BHP/RPM
P & I Club                              : THE BRITANIA STEAM SHIPINSURANCE
                                                   ASSOCIATION
Hull & Machinery                 : LONDON UNDERWRITERS
Official Number                    : GT 7028 NO.2013/Ba
IMO Number                         :       7525877
Gross Tonnage                                :            7028 TONS
Net Tonnage                                     :            3933 TONS
Length Over All                                :    129.30 METERS
Breath Moulded                               :      19.20 METERS
Length Between Perpendicular    :    119.30 METERS
Depth Moulded To Main Deck       :      10.25 METERS
Depth Moulded To Tween Deck   :        6.85 METERS
High Maximum                                 :      43.95 METERS
Summer Draft                                   :        7.83 METERS
Ship’s Speed                                    :               13 KNOTS
Container’s Capacitiy                     :                508 TEUS
Bunker Capacity                              :               818.5 M3/T
Fresh Water Capacity                     :               248.6 M3/T
Ballast Capacity                               :            2343.5 M3/T                         
Dead Weight                                     :            8512 TONS
      Hull Certificate                                 :             No 003449
      Machinery Certificate                      :               No 02293

B.   TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Untuk mendapatkan hasil penulisan yang baik, maka data dan informasi yang dipergunakan haruslah lengkap, seobyektif mungkin serta dapat dipertanggung jawabkan sehingga penulisan ini dapat diolah dan disajikan menjadi gambaran dan pandangan yang benar, oleh karena itu dalam penyusunan dan penulisan laporan penelitian terapan yang disusun menjadi satu skripsi ini, penulis menggunakan beberapa tahapan metode penelitian yang didasarkan pada beberapa pendekatan sebagai penelitian yang digunakan yaitu observasi dan studi pustaka.
maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1.    Metode Observasi
Observasi adalah salah satu dari teknik pengumpulan data dangan cara mengamati, meninjau dan menganalisa obyek ataupun permasalahan yang akan di teliti secara langsung sehingga data yang didapat bersifat obyektif.
Di dalam pengambilan data berdasarkan kasus-kasus yang terjadi ketika kapal MV.Selatan Megah sedang bongkar muat pada tanggal 10 November 2005 di pelabuhan Muara (Brunei). Selama kegiatan memuat pihak stevedore (buruh) dalam melashing setiap peti kemas tidak sesuai teknik dan prosedur yang benar. Ketika berlayar pada lashingan yang kurang kencang saat cuaca buruk dan informasi yang lengkap, Adanya pengecekan juga di lakukan terhadap tiap-tiap lashingan container yang telah selesai di lashing. observasi juga dilakukan terhadap Perwira jaga dan AB jaga yang sedang melaksanakan tugas jaganya selama proses bongkar muat di pelabuhan, pengecekan juga dilakukan terhadap tiap-tiap lashingan container yang telah selesai dilashing. Pengecekan lashingan dilakukan pada saat kapal meninggalkan pelabuhan dimana seluruh muatan telah selesai dimuat di atas kapal.

2.                            Studi Pustaka
Teknik pengumpulan data ini adalah dengan referensi-referensi yang terdapat di dalam buku-buku yang memiliki hubungan teoritis dengan penelitian dan dari keseluruhan data yang dikumpulkan maka data-data ini dijadikan pola pikir dalam merumuskan pembahasan. Dan juga digunakan sebagai pelengkap data bila terdapat kesulitan pemecahan masalah dalam penelitian dengan mempelajari teori - teori yang berhubungan dengan pokok masalah.

C.   POPULASI DAN SAMPEL
Untuk memperoleh informasi tentang seluruh data penelitian yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat mewakili keseluruhan data yang dianalisis, dengan populasi dan sample. Tetapi dalam penulisan skripsi ini tidak menggunakan populasi dan sampel tetapi menggunakan metode penelitian studi kasus.

D.   TEKNIK ANALISIS

Dalam pembahasan skripsi ini digunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menganalisis data-data berupa temuan yang didapat dilapangan dengan teori-teori yang relevan dengan masalah yang diteliti, sehingga ditemukan penyebab timbulnya masalah. Kemudian dipaparkan pemecahan masalah tersebut berdasarkan teori-teori dari berbagai sumber.
 Dalam hal ini adalah lashingan peti kemas di atas dek yang tidak kencan dan teknik pelashingan yang salah, sebab-sebab mengapa hal ini terjadi dan tindakan apa yang harus diambil oleh nakhoda atau perwira senior yang ada di atas kapal, agar dapat menemukan solusi yang tepat dalam mencegah terjadinya masalah ini. Analisa data dari permasalahan-permasalah yang terjadi akan dibahas pada bab selanjutnya. 







 

 

 
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A.   DESKRIPSI DATA
Deskripsi data yang diambil yaitu berdasarkan temuan penelitian yang didapatkan Pada saat kegiatan memuat berlangsung, apabila sebuah peti kemas telah dimuat di atas kapal ( sesuai dengan posisi yang tertera dalam Stowage Plan ), maka pihak Stevedore akan melaksanakan pemasangan lashing pada peti kemas tersebut, proses ini berjalan sampai kegiatan memuat di atas kapal selesai, pemasangan lashingan terhadap muatan di kapal ini adalah tugas dan tanggung jawab dari pihak stevedore, sedangkan pihak kapal hanya bertugas sebagai pengawas saja.
 Dari permasalahan yang timbul penulis dapatkan pada waktu melaksanakan praktek kerja laut di atas  MV. SELATAN MEGAH Saat route dari Muara, Brunei ke Keppel K12 PSA, Singapore.  yaitu dengan adanya lashing yang mengendur dapat menimbulkan beberapa permasalahan. Diperoleh data tentang akibat bila lashingan peti kemas kendur dan tidak segera ditangani akan terjadi beberapa kemungkinan yang buruk, untuk menjaga keamanan muatan khususnya bagi muatan di atas dek agar tidak hilang atau jatuh ke laut akibat bergesernya muatan karena pengaruh dari cuaca buruk karena melewati Laut China Selatan maka muatan diamankan dengan menggunakan lashing. Kejadian ini terjadi di pelabuhan Muara, Brunei pada tanggal 10 November 2005. Di bawah ini diceritakan fakta-fakta yang terjadi di atas kapal yang menjadi sebab sehingga masalah ini diangkat, fakta-fakta yang terjadi adalah sebagai berikut : Pelaksanaan dinas jaga di pelabuhan Muara (Brunei) ketika bongkar muat yang dilakukan oleh Perwira jaga dan ABK jaga hanya difokuskan pada bagian akomodasi saja.

Berikut ini sedikit gambaran mengenai tempat dimana dilaksanakannya proyek laut juga tempat diadakannya penelitian.
1.    Perwira jaga dan ABK jaga lebih banyak menghabiskan waktunya dibagian akomodasi dengan melakukan hal-hal diluar batas tanggung jawabnya dengan bercengkrama dengan orang lain dan menonton TV dari pada melaksanakan tugasnya.
2.    Sebagian besar waktu jaganya dipergunakan untuk melakukan hal-hal pribadi yang tidak termasuk di dalam tugas dan tanggung jawabnya saat berdinas jaga.
4.    Jumlah buruh di pelabuahan Muara terbatas dan mempunyai tugas ganda sebagai mooringman bila kapal lain sandar di pelabuhan. Sehingga berpengaruh terhadap pelashingan peti kemas dikapal yang sedang memuat  peti kemas.
5.    Saat pemasangan lashingan terhadap container oleh stevedore, Perwira jaga dan AB jaga yang berdinas jaga pada saat itu tidak aktif dalam megadakan pengecekan dan pengawasan terhadap stevedore maupun buruh yang bekerja.
6.    Saat pengecekan lashingan berlangsung (yang dilakukan oleh penulis dan mualim I), setelah kapal meninggalkan pelabuhan ditemukan beberapa container yang belum dilashing maupun lashingan yang belum benar dan teknik pelashingan yang salah, sehingga penulis dan juru mudi harus melashing kembali sesuai dengan prosedur di atas kapal.
Semua kejadian yang dialami dan kegiatan yang dilakukan selama pelayaran dicatat dengan lengkap dan jelas pada buku harian kapal (log book). Dengan demikian, pihak kapal ( Master ) telah mengambil tindakan-tindakan sewajarnya untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan timbulnya kerusakan-kerusakan atas peti kemas, sehingga tidak mungkin pemilik barang mengajukan tuntutan atas kerusakan peti kemas dengan alasan bahwa pihak kapal telah berbuat sewajarnya untuk menjaga dan melindungi muatan yang dipercayakan kepada Nakhoda diantaranya bila :
1.    Membahayakan stabilitas kapal
Dalam keadaan cuaca buruk selama pelayaran akan sangat membahayakan kapal terutama stabilitas kapal. Sebelum kapal akan melanjutkan pelabuhan berikutnya Mualim I biasanya akan memperhitungkan kebutuhan kapal tersebut seperti pemakaian bahan bakar, pemakaian air tawar dikapal dan menghitung stabilitas kapal atau  Gm kapal. Dengan lambung bebas yang tinggi dan muatan yang tinggi pula mempunyai dampak yang cukup besar terhadap titik metasentris. Berhubungan dengan kasus di atas, apabila muatan lepas dan jatuh ke laut ini akan sangat mempengaruhi stabilitas kapal. Muatan jatuh yang berada di atas akan mengakibatkan turunnya titik M, dan jika titik M sampai berada dibawah titik G maka akan terjadi stabilitas negatif. kapal pengangkut peti kemas biasanya mempunyai permasalahan dengan trim dan stabilitas kapal.

2.    Membahayakan keselamatan Awak kapal
      Karena muatan yang lepas dapat mengganggu stabilitas kapal dan apabila stabilitas kapal kurang bagus selama pelayaran, maka akan sangat berbahaya bagi Awak kapal yang dapat  membuat kapal menjadi langsar (Gm positif)atau stif(Gm negatif) yang dapat mengakibatkan kapal tenggelam atau terbalik bila cuaca kapal pada saat itu dalam keadaan buruk.

3.    Muatan jatuh ke laut
Dampak pada Awak kapal adalah pemilik barang menganggap kurang serius dan kurang tanggap para Awak kapal dalam hal pengamatan selama pelayaran.
Karena adanya muatan yang jatuh di laut yang disebabkan oleh pengaruh dari luar berupa ombak, alun dan badai. Berdasarkan fungsi utama dari lashing adalah untuk mengikat muatan dengan badan kapal sehingga menjadi suatu kesatuan dengan kapal, maka jika lashing ini kendur dan tidak segera ditangani, lashing bisa lepas.

4.    Membuat kerusakan muatan
Adanya ganguan dari luar seperti ombak dapat membuat lashingan terlepas sehingga menyebabkan peti kemas bergerak dan berbenturan dengan peti kemas yang lainnya. Hal ini dapat menyebabkan rusaknya muatan yang ada di dalam peti kemas misalnya barang-barang pecah belah.

5.    Terjadi kerusakan bagian kapal yang lain
      Dengan lepasnya atau mengendurnya lashingan maka peti kemas akan bergerak dan dapat mengangkat fitting bawah ( kaki penahan peti kemas ). Dan apabila daya tahannya tidak mampu menahan beban gerakan dari muatan peti kemas, fitting tersebut bisa terangkat dan terlepas.

B.   ANALISA DATA

Berdasarkan deskripsi data yang ada, maka muatan peti kemas di atas dek yang tidak terlashing, lashingannya longgar dan teknik pelashingan muatan yang salah, terjadi karena kurangnya pengawasan oleh Perwira jaga dan ABK jaga terhadap proses pelashingan di atas MV. SELATAN MEGAH.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis pada waktu melaksanakan proyek laut di atas MV. SELATAN MEGAH, terdapat permasalahan akibat dari pergerakan kapal selama dalam pelayaran yang dikarenakan pengaruh dari luar yang membahayakan bagi muatan, kapal dan Awaknya serta cara pelaksanaan pengamanan peti kemas selama pelayaran.
Pada waktu kapal berlayar muatan menjadi perhatian yang sangat penting, karena akan terus bergerak dan bergeser dari tempatnya disebabkan oleh pergerakan kapal. Dalam penataan muatan peti kemas disusun membujur dari haluan ke buritan sesuai dengan bentuk konstruksi kapal, karena dengan penataan peti kemas yang secara membujur maka selama pergerakan kapal terbesar adalah yang berasal dari sisi kapal itu.
Kurangnya pengawasan oleh perwira jaga dan ABK jaga di atas kapal disebabkan oleh beberapa hal yang diantaranya :
1.    Kurangnya familiarisasi terhadap Perwira jaga dan ABK jaga dalam melakukan pengecekan terhadap lashingan muatan yang dipasang.
      Kegiatan familiarisasi yang dilakukan, memegang peranan penting dalam meningkatkan kemampuan dan pengetahuan Awak kapal yang bekerja di atas kapal, sehingga target atau standar-standar yang diinginkan dapat tercapai seefisien mungkin. Dalam penerapannya, kegiatan familiarisasi dilaksanakan oleh pihak perusahaan pelayaran yang mana metode pendekatan yang harus dipergunakan adalah metode kontrol dan pengarahan terhadap Awak kapal, sehingga seluruh prosedur kegiatan yang ada di atas kapal dapat berjalan sesuai dengan aturan yang ada.
      Kurangnya kontrol terhadap cara kerja anak buah, menyebabkan mereka tidak berkarya dengan semestinya dan seluruh kegiatan-kegiatan yang melibatkan mereka tidak akan mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan standar yang diinginkan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja anak buah maka dapat dilakukan dengan peningkatan kontrol kerja dan pengarahan yang pelaksanaanya harus :
a.    Mudah dan dapat dikerjakan
b.    Tepat pada waktunya
c.    Relevan
d.    Ekonomis

      Jadi, kontrol yang diikuti dengan kegiatan pengarahaan terhadap cara kerja Awak kapal merupakan inti dalam pelaksanaan manajemen di atas kapal. Pelaksanaan familiarisasi sendiri merupakan tugas dari Nakhoda kapal yang merupakan Top Management di atas kapal. Penerapannya di atas kapal dapat dilaksanakan oleh Mualim 1 sebagai Perwira senior di atas kapal karena memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik tentang bentuk dan karakteristik kapal beserta segala sesuatunya yang ada di atas kapal (muatan, dll).
2.    Kurangnya Check List yang mengatur tentang pengecekan terhadap alat-alat pengamanan muatan.
   Kurangnya Check List yang mengatur tentang pengecekan terhadap alat-alat pengamanan muatan menyebabkan lashingan muatan di atas MV.SELATAN MEGAH tidak terlashing, lashingannya longgar dan teknik pelashingan muatan banyak yang salah. Yang diakibatkan karena kurang efisiennya kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Perwira jaga dan ABK jaga terhadap proses pelashingan di atas MV.SELATAN MEGAH.
Check List dapat dijadikan pedoman dan pegangan dalam pengoperasian kapal dan muatannya. Hal ini karena Check List berisikan tentang tindakan-tindakan apa yang harus diperhatikan, diperiksa dan disiapkan sebelum kegiatan pengoperasian kapal dan muatannya dilaksanakan.
      Seperti yang telah diketahui bahwa penggunaan Check List di atas kapal memiliki manfaat yang sangat besar dalam menunjang optimalnya segala aktivitas yang dilaksanakan di atas kapal sehingga segala sesuatunya dapat dikerjakan dengan baik dan benar. Penggunaan Check List di atas kapal dimaksudkan agar kegiatan pengoperasian kapal dapat berlangsung dengan efisien karena seluruh alat yang digunakan dalam menunjang operasi ini berfungsi dengan baik sehingga keselamatan muatan, kapal dan awak kapal terjamin.
     

C.   ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Berbagai masalah yang penulis kemukakan pada skripsi ini merupakan fakta-fakta yang memang terjadi pada saat melakukan proyek laut di atas kapal. Dari analisis data yang ada, maka alternatif pemecahan masalah yang dapat diambil adalah :
1.    Kurangnya familiarisasi terhadap Perwira jaga dan ABK jaga dalam melakukan pengecekan terhadap lashingan muatan yang dipasang. Alternatif pemecahan masalahnya adalah :
a.    Pelaksanaan Safety Meeting di kapal.
Kegiatan Safety Meeting yang diadakan di atas kapal setiap 1 bulan sekali, selain bertujuan untuk membahas hasil-hasil yang telah dicapai dalam sebulan kerja oleh seluruh Awak kapal dan juga yang membahas tentang pokok-pokok keselamatan di atas kapal dapat dijadikan pula sebagai suatu sarana dalam melakukan kegiatan familiarisasi terhadap Awak kapal yang ada di atas kapal.
Di dalam pelaksanaanya nanti Awak kapal dijelaskan kembali tentang manfaat dan fungsi daripada pemasangan lashing di atas kapal dan teknik-teknik pemasangan lashing yang benar sesuai prosedur yang ada di atas kapal maupun berdasarkan kecakapan pelaut yang baik.
Kegiatan ini dapat dilaksanakan setelah seluruh topik tentang keselamatan di atas kapal yang mana merupakan inti pokok dari dilaksanakannya Safety Meeting di atas kapal dibahas, sehingga Awak kapal dapat berkonsentrasi penuh pada materi-materi yang diberikan dan hasil yang diperoleh dari kegiatan ini dapat tercapai dengan maksimal yaitu Awak kapal sadar akan pentingnya pengecekan lashing muatan dalam mendukung tercapainya fungsi dan manfaat pelashingan muatan, sehingga keselamatan muatan, kapal dan Awak kapal dapat terjamin.
Agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan efisien maka ada baiknya jika Mualim 1 yang merupakan Perwira muatan di atas kapal dan juga sebagai perwira senior di atas kapal yang menjadi pembicara atau yang menjelaskannya secara langsung. Hal tersebut dikarenakan Mualim 1 secara umum lebih mengenal alat-alat dan fasilitas-fasilitas tertentu yang diperlukan dalam penanganan muatan.
Adapun kegiatan-kegiatan familiarisasi yang dapat dilaksanakan pada saat Safety Meeting ini adalah :
1).  Pengenalan lingkungan kapal
2).  Pemutaran Safety Video
3).  Pemberian materi-materi pokok tentang lashing, diantaranya :
a).  Fungsi dan manfaat dari pelashingan muatan di atas kapal.
b).  Hal-hal apa saja yang akan terjadi bila muatan tidak terlashing, lashingannya longgar dan teknik pelashingan yang salah, beserta pengaruhnya terhadap keselamatan muatan, kapal dan Awak kapal.
c).  Teknik-teknik pelashingan muatan yang baik dan benar.
d).  Pengenalan alat-alat lashing muatan yang ada di atas kapal.
e).  Koordinasi dan kerjasama antara Awak kapal, Stevdore dan pihak pelabuhan.
b.    Pemberian sanksi yang tegas bagi Perwira jaga dan ABK jaga yang tidak melaksanakan tugas jaga dengan baik dan benar oleh Nakhoda.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Nakhoda di atas kapal memegang kendali penuh terhadap kapal, Awak kapal dan seluruh instrument-instrument yang termasuk didalamnya. Hal ini dikarenakan Nakhoda adalah pemimpin kapal dan juga sebagai wakil perusahaan pelayaran atau pengusaha kapal. Oleh sebab itu keputusan atau tindakan yang diambil olehnya adalah sah dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, termasuk dalam hal penegakan disiplin yang berupa pemberian sanksi yang tegas terhadap Awak kapal yang telah gagal dalam menjalankan standar-standar yang ingin dicapai.
Pemberian sanksi yang tegas dapat mendorong Awak kapal sehingga ia mau bekerja atau justru melebihi ketentuan dengan baik, melaksanakan perintah dan produktif. Sanksi tegas yang harus diberikan kepada Awak kapal yang berdisiplin rendah atau yang tidak dapat melaksanakan standar-standar yang ingin dicapai adalah pemecatan atau penurunan dari kapal.
Alternatif ini diambil saat upaya-upaya yang dilakukan seperti pengadaan sosialisasi dan familiarisasi yang diikuti oleh kontrol tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.
Perlu disadari bahwa Awak kapal yang tidak dapat menjalankan standar-standar yang ingin dicapai, sudah pasti akan lebih sering melakukan kesalahan. Untuk itu agar tidak terjadi kesalahan yang lebih fatal maka alternatif ini harus dijalankan.
Sebelum hukuman yang lebih serius dilaksanakan seperti pemecatan atau diturunkan dari kapal, terlebih dahulu Nakhoda harus mengambil tindakan perbaikan yang berupa perbaikan terhadap kedisiplinan Awak kapalnya, sehingga apabila tindakan untuk memperbaiki disiplin ini tidak mencapai hasil yang memuaskan dan pelanggaran masih saja terjadi berulang kali, maka Nakhoda dapat mengambil tindakan penegakan disiplin yang tegas ( Disiplin Korektif ) yaitu pemecatan atau penurunan dari kapal.
 Hal ini sesuai dengan pasal 1603 KUHP dan 418 KUHD, yang berisikan tentang alasan mendesak diakhirinya perjanjian kerja laut apabila Pelaut berkeras kepala menolak untuk melaksanakan perintah-perintah yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari Majikan atau atas nama Majikan dan apabila Pelaut sangat melalaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya sesuai dengan persetujuan.
Nakhoda dalam mengambil tindakan memperbaiki disiplin Awak kapalnya harus :


1).  Mengetahui sebaik-baiknya disiplin tersebut. Antara lain :
a). Dalam keadaan apa pelanggaran tersebut terjadi  
b).  Bentuk pelanggaran seperti apa yang terjadi.
c).  Mengapa harus ambil tindakan.
d).  Berapa kali telah terjadi pelanggaran.
e).  Siapa saja yang terlibat dalam pelanggaran itu.
2).  Mengumpulkan fakta-fakta yang diperlukan sebanyak-banyaknya.
Pengumpulan fakta merupakan faktor yang penting apabila akan memperbaiki disiplin. Hal ini karena pokok permasalahan yang kita bahas adalah tentang kemampuan kerja professional seseorang.
3).  Pilihlah tindakan apa yang harus diambil ( termasuk tindakan sementara ). Seperti :
a).  Teguran secara lisan.
b).  Penurunan pangkat.
4).  Laksanakan tindakan itu.
Sebelum Nakhoda mengambil tindakan tegas yang berupa pemecatan atau pemutusan hubungan kerja terhadap Awak kapalnya, maka ada beberapa prosedur yang harus diperhatikan olehnya yaitu :
a).  Masalah kedisiplinan ini telah didiskusikan bersama seluruh Perwira senior di atas kapal yang pelaksanaannya diadakan dalam Undicipliner Meeting.
b).  Nakhoda harus mengirimkan laporan kerja ke perusahaan pelayaran yang juga berisikan tentang laporan kedisiplinan awak kapal tersebut.
c).  Nakhoda membuat surat permohonan pergantian awak kapal dalam bentuk adviced yang dikirimkan ke perusahaan pelayaran dan dengan persetujuan dari perusahaan pelayaran maka Awak kapal tersebut dapat diganti atau diturunkan.
d).  Penurunan dilakukan pada saat kapal tiba pada pelabuhan tujuan berikutnya atau pada Port Register tempat dimana kapal didaftarkan.
2.    Kurangnya Check List yang mengatur tentang pengecekan terhadap alat-alat pengamanan muatan.
Alternatif pemecahan masalahnya adalah :
a.    Pengadaan Check List terhadap alat-alat pengamanan muatan.
Pengadaan Check List pengamanan muatan di atas kapal bermanfaat dalam menunjang efektifitas kegiatan pengawasan yang akan dilakukan Awak kapal, khususnya bagi Awak kapal yang berdinas jaga yang dalam hal ini adalah Perwira jaga dan ABK jaga yang mana memiliki tanggung jawab yang besar dalam menunjang keselamatan muatan, kapal dan Awak kapal juga efisiensi pengoperasian kapal di pelabuhan.
Pengecekan ini dilaksanakan di saat jaga, dimana lashingan muatan dan perlengkapan lain yang berhubungan dengan isi dari Check List itu sendiri, di cek berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Check List.
Check List yang dibuat harus berdasarkan bentuk dan type kapal selain itu pelaksanaannya harus dilakukan secara periodik agar tidak ada satupun lashingan muatan yang tidak teramati dengan baik sehingga muatan yang dimuat dapat terjamin keamanannya.
Perlu disadari bahwa dengan tidak adanya pedoman bagi Awak kapal dalam hal pengecekan dan pengawasan menyebabkan Awak kapal cenderung berbuat salah, pengecekan ini dilaksanakan oleh Perwira jaga yang berdinas jaga pada saat itu, saat muatan seluruhnya telah selesai di muat di atas kapal.
b.   Pengadaan Log Book untuk merekam segala aktivitas Perwira jaga dan ABK jaga di pelabuhan.
Log Book ini sangat berguna dalam mengontrol dan mengetahui tindakan-tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh Perwira jaga dan ABK jaga dalam menunjang efisiensi pengoperasian kapal di pelabuhan termasuk kegiatan pengawasan terhadap lashingan-lashingan muatan yang dipasang oleh pihak Stevedore. Dengan Log Book ini Nakhoda maupun Perwira senior di atas kapal dapat mengontrol dan mengetahui hal-hal apa saja atau tindakan-tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh Perwira jaga dan ABK jaga selama kapal berada di pelabuhan (pada saat proses bongkar muat berlangsung dan lain sebagainya). Apabila kegiatan ini diterapkan secara efisien maka secara tidak langsung standar-standar yang ingin dicapai dapat terlaksana secara efisien terrmasuk dalam hal pencapaian hasil penerapan dari kegiatan familiarisasi yang dilakukan.  

D.   EVALUASI PEMECAHAN MASALAH

Secara keseluruhan usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam tahapan pemecahan masalah yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, lebih bersifat preventif, walaupun memang ada pula yang bersifat korektif.
Usaha-usaha ini nantinya dapat diterapkan pada penyebab utama timbulnya masalah yaitu kurangnya pengawasan oleh Perwira jaga dan ABK jaga terhadap proses pelashingan di atas MV.SELATAN MEGAH. Oleh karena itu untuk memperoleh pemecahan masalah yang sesuai dengan pokok permasalahan yang dibahas, maka usaha-usaha tersebut akan dievaluasi kembali sehingga nantinya diharapkan dapat ditemukan suatu solusi yang tepat dan akurat.
Berdasarkan dari alternatif pemecahan masalah yang ditemukan oleh penulis maka evaluasi-evaluasi yang dilakukan untuk menanggulangi permasalahan tersebut antara lain :
1.    Pengadaan Check List terhadap alat-alat pengamanan muatan.
      Kelebihan pelaksanaan Check List di atas kapal adalah tercapainya prosedur-prosedur tentang pengamanan muatan yang mana dapat menunjang keselamatan muatan, kapal dan Awak kapal juga dapat meningkatkan efisiensi kegiatan pengawasan oleh Perwira jaga dan ABK jaga apabila di dalam pelaksanaannya dilakukan secara berkelanjutan. Akan tetapi kenyataan yang terjadi di lapangan adalah kurang efisiennya pelaksanaan kegiatan ini karena Awak kapal tidak serius dalam menerapkannya, dimana Check List ini hanya dianggap sebagai suatu formalitas saja.  
2.    Pengadaan Log Book untuk merekam segala aktivitas Perwira jaga dan ABK jaga di pelabuhan.
      Kelebihan yang dapat diperoleh dengan adanya Log Book adalah segala aktivitas Perwira jaga dan ABK jaga dapat terekam dan dapat dikontrol, sehingga kegiatan pengawasan terhadap lashingan muatan dan seluruh kegiatan operasi kapal dapat berjalan sesuai dengan prosedur di atas kapal. Kelemahan dari alternative ini adalah Awak kapal tidak serius atau bersungguh-sungguh saat mengisi laporannya dalam Log Book tersebut dan alternatif ini juga sering dianggap sebagai formalitas saja.
      Dari hasil evaluasi yang dilakukan terhadap alternatif-alternatif pemecahan masalah di atas, maka solusi yang tepat dan efisien untuk kelancaran kegiatan pengawasan oleh Perwira jaga dan ABK jaga terhadap proses pelashingan di atas MV.SELATAN MEGAH adalah dengan pemberian sanksi yang tegas bagi Awak kapal yang tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan benar dalam hal pencapaian target dan standar-standar yang diinginkan perusahaan dan juga apabila pelanggaran tersebut telah menyangkut disiplin di atas kapal.
3.    Pelaksanaan Safety Meeting di kapal.
      Kelebihan dari Safety Meeting ini adalah Awak kapal dapat mengulang kembali dan mengerti akan tugas dan tanggung jawabnya yang ada di atas kapal, sehingga kegiatan pengawasan terhadap kashingan-lashingan muatan yang dilakukan oleh Perwira jaga dan ABK jaga dapat berjalan dengan efisien. Akan tetapi kegiatan ini kurang mendukung dikarenakan sikap sering menganggap sepele terhadap program-program yang telah diterapkan dan dilaksanakan di atas kapal.
4.    Pemberian sanksi yang tegas bagi perwira jaga dan ABK jaga yang tidak melaksanakan tugas jaga dengan baik dan benar oleh Nakhoda.
      Peningkatan kemampuan kerja Awak kapal yang dilaksanakan melalui peningkatan disiplin berupa sanksi yang tegas di atas kapal, memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan alternatif-alternatif yang ada. Dengan adanya sanksi yang berat bagi Awak kapal yang berdisiplin rendah, maka Awak kapal akan patuh dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan benar sesuai standar-standar yang ada sehingga hasil yang diinginkan dapat efisien. Alternatif ini tidak mempunyai kelemahan sama sekali karena perusahaan pelayaran yang merupakan pemilik kapal mampu menyiapakan dana bagi Awak kapal yang akan turun dari kapal secara tiba-tiba ( apabila ditinjau dari segi biaya ).

 

 

 

BAB V

PENUTUPAN

A.   KESIMPULAN
Sebagaimana diketahui bahwa terjadinya hambatan dan tidak efisiennya kelancaran kerja di dalam dunia maritim khususnya dalam operasional kerja di atas kapal adalah kesalahan manusia yang merupakan komponen utama penunjang terjadinya proses kerja. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat berupa kesalahan yang disebabkan oleh faktor dari luar ataupun faktor dari dalam, yang secara keseluruhan saling berhubungan antara satu dengan yang lain.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari penelitian yang telah dibuat bahwa untuk mencegah peti kemas di atas dek yang tidak terlashing, lashingannya longgar dan teknik pelashingan muatan yang salah, yang mana dapat berdampak buruk terhadap keamanan dan keselamatan muatan, kapal dan Awak kapal, maka sudah semestinya seorang Perwira jaga dan ABK jaga melakukan pengawasan baik secara pengelihatan maupun secara pendengaran.
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisa dan pembahasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Menjamin keselamatan muatan, kapal dan Awak kapal juga efisiensi dari pengoperasian kapal di pelabuhan adalah tugas utama bagi yang berdinas jaga.
2.    Perwira jaga dan ABK jaga harus dapat mempergunakan waktunya seefektif mungkin dan menghabiskan waktunya sebanyak mungkin di dek, selama kegiatan bongkar muat berlangsung.
3.    Adanya familirisasi oleh perwira jaga dan ABK jaga dalam melakukan   pengecekan pemasangan pelashingan dan pengawasan ketika berdinas jaga pelabuhan.
4.    Pemberian sanksi yang tegas bagi Perwira jaga dan ABK jaga yang tidak melaksanakan tugas jaga dengan baik dan benar oleh Nakhoda serta Adanya  check list yang mengatur tentang pengecekan terhadap alat-alat lashing.
5.    Peningkatan kedisiplinan dalam melakukan tugas jaga perlu dilakukan oleh Nakhoda ataupun oleh Perwira senior di atas kapal, dengan cara mengadakan kontrol terhadap awak kapal yang dianggap memiliki tingkat kedisiplinan yang rendah dan juga juga lalai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di atas kapal.
6.    Bila menyerahkan tanggung jawab ke pada orang yang tidak mempunyai keterampilan dan pengetahuan akan berakibat fatal dan berbahaya, baik dalam segi keselamatan jiwa,muatan,dan kapal itu sendiri.

B.  SARAN

Dalam hal ini penulis dapat memberikan beberapa saran konkrit berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyelesaian masalah adalah sebagai berikut :
  1. Nakhoda dan Perwira senior yang ada di atas kapal agar lebih aktif lagi dalam menerapkan kegiatan familiarisasi di atas kapal.
  2. Mualim 1 harus benar-benar yakin bahwa seluruh muatan telah terlashing dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur sebelum menandatangani sertifikat lashing dari pihak Stevedore.
  3. Pengawasan dan pengontrolan pada Perwira jaga dan ABK jaga pada saat berdinas jaga sebaiknya menjadi prioritas utama Nakhoda dan Mualim 1.
  4. Alat-alat lashing sebaiknya di cek dengan Check List kelayakannya dalam penggunaannya untuk melashing peti kemas. Apabila memang sudah aus dan rusak serta tidak layak pakai sebaiknya tidak ditempatkan di atas dek tetapi ditempatkan di store.
  5. Sebaiknya perusahaan pelayaran lebih efektif dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi terhadap Awak kapal yang akan bekerja di atas kapalnya.   
  6. Pelaksanaan punishment (hukuman) harus diikuti dengan pemberian reward (penghargaan)  kepada Awak kapal yang berdisiplin tinggi.
  7. System penataan container dan pelashingan berdasarkan bay plan kapal, Pada palka kapal container yang dilengkapi dengan Cellular Guide dapat memudahkan Stowage Plan.
Dari seluruh data dan penjelasan yang telah dikemukakan dalam bentuk saran-saran yang ada di atas, merupakan usaha-usaha untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul. Agar dapat berguna untuk meningkatkan efektifitas kegiatan pengawasan oleh Perwira jaga dan ABK jaga terhadap lashingan muatan yang dipasang oleh pihak Stevedore yang akhirnya diharapkan dapat bermanfaat dalam menunjang keselamatan di atas kapal.


UNTUK PEMBELIAN COPY-AN LENGKAP WORD, PDF, MAUPUN PRESENTASI KARYA ILMIAH DI ATAS BISA MENGHUBUNGI 085859402998DENGAN HARGA DOKUMEN RP. 200.000TERIMAKASIH









 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini