MENINGKATKAN PERANAN APLIKASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN SESUAI STANDAR ISM (INTERNATIONAL SAFETY MANAGEMENT) CODE DIKAPAL MV. WAN HAI 213
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
ISM Code merupakan standar internasional untuk manajemen keselamatan
pengoperasian kapal-kapal dan pencegahan pencemaran laut yang disahkan oleh IMO
(Intrnational Maritime Organisation)
dengan resolusi assembly : A. 741(18) pada tanggal 4 November 1993 dan menjadi
wajib dengan diberlakukannya Bab IX, konvevsi SOLAS 1974, yaitu secara bertahap
dan mulai diberlakukan khusus untuk kapal-kapal tanker yaitu pada tanggal 1
Juli 1998. Salah satu produk ISM Code adalah Safety Management System. Pengenalan
suatu sistem manajemen keselamatan (SMS) mensyaratkan suatu perusahaan untuk
mengembangkan dan mengimplementasikan prosedur-prosedur dari manajemen
keselamatan guna menjamin bahwa kondisi-kondisi, kegiatan-kegiatan dan
tugas-tugas diatas kapal benar adanya dan dilaksanakan sesuai dengan standar
aturan yang baku dimana manajemen tersebut mempengaruhi keselamatan dan
perlindungan lingkungan yang direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan sesuai
dengan standar aturan yang baku dimana manajemen tersebut mempengaruhi keselamatan
dan perlindungan lingkungan yang direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan
dan diawasi sesuai dengan persyaratan-persyaratan legislatif dan perusahaan
pelayaran.
Sistem Manajemen Keselamatan (SMK)
dikembangkan dan dipelihara oleh personil-personil yang terlibat dalam
pengopersian kapal dan pencegahan pencemaran dilaut dari kapal itu. Ini adalah
penting untuk mengenal bahwa tanggung jawab dan kewenangan dari
personil-personil yang ada dan berbeda-beda dimana terlibat dalam sistem ini,
dan jalur komunikasi antara personil-personil darat dan personil-personil kapal
yang dipengaruhi oleh sistem itu sendiri. Sekali ditetapkan, dikembangkan dan
diimplementasikan dalam tugas-tugas dan kegiatan yang berhubungan dengan
keselamatan diatas kapal dan perlindungan lingkungan dilaut, kedua-duanya
adalah merupakan sasaran dari dibentuknya suatu sistem manajemen keselamatan.
Suatu perusahaan yang sukses dalam pengembangan dan pengimplementasikan
suatu SMS yang sesuai, dari pengalaman yang ada ternyata menunjukkan adanya
suatu pengurangan dalam kecelakaan-kecelakaan yang dapat menyebabkan suatu
ancaman terhadap personil, kerusakan terhadap lingkungan atau bahkan kerusakan
terhadap harta benda dalam hal ini kapal dan inventarisnya sehingga dapat
menyebabkan keterlambatan dalam pengoperasian kapal dan muatan yang ada.
Penjelasan diatas sangat mempengaruhi pengimplementasian sistem manjemen
keselamatan,maka demi terwujudnya pelaksanaan SMS (Safety Management System) diatas kapal yang
nyata sehingga prosedur-prosedur kerja sesuai checklist yang standar sesuai
dengan ISM Code benar-benar dilaksanakan dan melihat yang terjadi dikapal kami adalah
sangat jauh dari standar yang ada yaitu mengenai penerapan prosedur kerja.
Mempertimbangkan hal tersebut maka kami mencoba mengangkat sebuah skripsi untuk
dapat menjadi bahan perbaikan dari keadaan yang ada dan mengembangkan ilmu yang
kami dapat berdasarkan pengalamam selama praktek laut dengan judul :
“MENINGKATKAN PERANAN APLIKASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN SESUAI STANDAR
ISM (INTERNATIONAL SAFETY MANAGEMENT) CODE DIKAPAL MV. WAN HAI 213
Adapun maksud dari penulisan skripsi dengan judul diatas adalah memberikan
masukan kepada pihak pemerintah dan perusahaan pelayaran dalam pelaksanaan
system manajemen keselamatan diatas kapal sehingga dapat mengurangi
hambatan-hambatan dalam pengoperasaian kapal dan kecelakaan kerja serta
mencegah pencemaran laut oleh kapal.
B.
TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
1.
Tujuan penelitian
Adalah untuk memberikan suatu gambaran kepada para pembaca tentang sistem
manajemen keselamatan diatas kapal dan pelaksanaannya. Tulisan ini juga
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi para pelaksana
langsung diatas kapal dalam hal ini
perwira dan kru rating kapal. Tulisan ini juga diharapkan dapat menjadi acuan
bagi para taruna/i yang akan melaksanakan praktek laut di atas kapal dan
praktek darat diperusahaan-perusahaan pelayaran di seluruh negara maritim
khususnya Indonesia. Melalui tulisan ini para pembaca dapat memahami
persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh ISM Code, khususnya sistem
manajemen keselamatan sehingga pengoperasian kapal dapat dilaksanakan dengan
baik yang tetap dalam koridor aturan dan aman secara berkesinambungan serta
adanya kesadaran mengenai pencegahan pencemaran laut.
2.
Kegunaan penelitian
Dengan membaca tulisan ini pelaksana diatas kapal dapat memotivasi dirinya
untuk lebih memahami elemen-elemen dalam ISM Code sehingga dalam pelaksanaan
tugasnya sebagai seorang perwira ataupun kru diatas kapal dapat menciptakan
situasi kerja yang aman,sesuai prosedur dan terhindar dari resiko-resiko cidera
dan atau hilangnya jiwa manusia, terhambatnya pengoperasian kapal dan kerusakan
lingkungan akibat pencemaran laut yang disebabkan oleh tidak dilakasanakannya
manajemen keselamatan sesuai ISM Code.
Menurut ISM Code suatu manajemen keselamatan yang distrukturkan
memungkinkan suatu perusahaan untuk memfokuskan pada praktek-praktek
keselamatan dalam operasi-operasi kapal dan dalam kesiapan keadaan darurat,
pengembangan dan pengimplementasian suatu manajemen keselamatan menunjuk adanya
suatu pengurangan dalam kesalahan-kesalahan yang dapat menyebabkan suatu
ancaman terhadap personil kerja diatas kapal, kerusakan terhadap lingkunan dan
atau kerusakan harta benda (kapal dan inventarisnya serta muatan yang diangkut.
Untuk menghillangkan hambatan-hambatan yang mungkin ada, maka antara pihak kapal
dan pihak darat harus memenuhi manajemen keselamatan yaitu dengan mengembangkan
suatu sifat kepemilikan dari sistem tersebut. Dalam masalah dokumentasi, dikapal
tidak lepas dari cara perusahaan pelayaran menetapkan dan memelihara
prosedur-prosedur untuk mengawasi semua dokumen-dokumen dan data yang ada
hubungannya dengan manajemen keselamatan.
C.
PERUMUSAN MASALAH
Dalam pelaksanaan sistem manajemen keselamatan (SMS) diatas kapal tidaklah
mudah, banyak kendala-kendala yang kami hadapi. Sistem manajemen keselamatan
merupakan suatu sistem dimana didalamnya terdiri dari berbagai aspek dan aspek
ini harus saling bekerja sama sehingga sistem akan berjalan lancar sesuai
dengan yang diharapkan dan tidak lepas dari aturan yang ada. Akan tetapi kalau
salah satu aspek tidak tidak dapat berjalan, maka sistem tidak akan berjalan
seperti yang diharapkan. Adapun kendala-kendala atau masalah-masalah yang
penulis alami selama praktek laut diatas kapal MV WAN HAI 213 dalam pelaksanaan
sistem manajemen keselamatan (SMS) telah kami rumuskan dalam berbagai
pertanyaan yang sesuai dengan kendala-kendala yang kami hadapi adalah sebagai
berikut :
1.
Apakah sumber daya manusia diatas kapal dalam hal ini
perwira dan kru rating sudah memenuhi standar pelatihan dan jaga laut (STCW
1995)
2.
Apakah sosialisasi dari sistem manajemen keselamatan
telah dilakukan secara menyeluruh baik dari pihak darat maupun dari pihak kapal
itu sendiri.
3.
Bagaimana pengawasan dari perwira dek senior terhadap
bawahannya dalam hal ini adalah perwira dek junior dan kru rating.
4.
Apakah perencanaan kerja dan pengorganisasian diatas
kapal sudah dibentuk dan berjalan sebagaimana mestinya.
D.
PEMBATASAN MASALAH
Dalam pembatasan masalah mengenai penerapan ISM Code diatas kapal, penulis
membatasi pada masalah yang terjadi di kapal MV WAN HAI 213 khususnya mengenai
prosedur keselamatan yang harus dilakukan oleh para perwira dan kru rating karena
dalam pelaksanaan ISM Code meliputi aspek maka dalam skripsi ini penulis hanya
membahas tentang aspek :
a.
Sumber daya manusia sebagai pelaksana dari aturan-aturan
yang berhubungan dengan sistem manajemen keselamatan.
b.
Dokumentasi meliputi checklist sebagai pedoman prosedur keselamatan kerja departemen dek.
Kedua aspek itu merupakan aspek yang sangat penting dalam proses
pelaksanaan sebuah system manajemen keselamatan sesuai dengan dikapal MV WAN
HAI 213 yang harus dilaksanakan dengan baik dan relevan, dengan mengacu pada
ISM Code dan juga dengan tidak mengesampingkan aspek-aspek lain yang juga
sangat penting, agar tujuan yang kita inginkan yaitu tercapainya suatu keselamatan
kerja dan pengoperasian kapal secara aman demi terwujudnya pencegahan
pencemaran dilaut secara nyata melalui prosedur keselamatan sesuai ISM Code.
E.
SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
Dalam penulisan
skripsi ini penulis membagi 5(lima) bab secara sistematis agar dapat mudah
dimengerti oleh para pembaca dalam mengikuti penyajian skripsi ini.
1.
JUDUL
2.
PERSETUJUAN SKRIPSI
3.
PENGESAHAN SKRIPSI
4.
KATA PENGANTAR
5.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
masalah dan sistematika penulisan Dalam
bab pertama ini penulis menguraikan masalah gambaran umum,latar belakang penulis membuat judul
serta permasalahannya, alasan pemilihan judul, tujuan kegunaan penelitian
,perumusan masalah, pembatasan
BAB II LANDASAN
TEORI
Pada bab ini menguraikan beberapa
landasan teori yang di gunakan sebagai pedoman untuk pembahasan selanjutnya,
yaitu tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini penulis menguraikan
mengenai waktu dan tempat penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik
analisis.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas mengenai deskripsi data, analisis
data,alternative pemecahan masalah, dan evaluasi pemecahan masalah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran penulis yang berisi jawaban terhadap penelitian yang telah dibuat
berdasarkan hasil analisis dan pembahasan serta usul-usul yang dikemukakan oleh
peneliti bagi penyelesaian masalah yang di
hadapi
BAB II
LANDASAN
TEORI
- HASIL PENELITIAN TERDAHULU
Sampai dengan saat ini penulis tidak menemukan hasil penelitian mengenai
masalah tentang penerapan SMS (Safety Managemaent System) diatas kapal MV WAN
HAI 213.
- TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pengertian – pengertian
a.
International Safety Management (ISM) Code adalah Kode
Manajemen International untuk keselamatan pengoperasian kapal-kapal dan untuk
pencegahan pencemaran yang telah disahkan oleh Majelis IMO (International
Maritime Organisation) sebagaimana mungkin akan disempurnakan lebih lanjut oleh
organisasi.
b.
Safety Management System (SMS) adalah suatu sistem yang
dibangun dan didokumentasikan untuk memungkinkan karyawan melaksanakan secara
efektif semua kebijakan perusahaan.
c.
Safety Management Manual adalah dokunen yang dipakai
sebagai acuan untuk menjelaskan dan melaksanakan sistem manajemen keselamatan.
d.
Audit adalah suatu proses sistematik dari verifikasi
terhadap keefektifan dari jalannya suatu sistem yang telah dirancang,
diorganisir dan dilaksanakan secara logis dan metodis.
e.
Corrective Action Requests (CARS) adalah tindakan koreksi
yang harus dilakukan terhadap ketidaksesuaian pelaksanaan SMS
f.
Manajemen kapal adalah kemampuan dan keterampilan untuk
memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalaui
kegiatan-kegiatan diatas kapal dimana dalam pelaksanaannya sangat tergantung
pada kepemimimpinan yang dijalankan dalam menggerakan unsur-unsur manajemen.
2.
Tujuan dari ISM Code adalah memberikan standar
internasional untuk manajemen keselamatan dan pengoperasian kapal dan
pencegahan pencemaran dilaut oleh kapal. Tetapi dalam kenyataan dilapangan masih banyak kapal yang belum dapat
melaksanakan ISM (International Safety Management) Code dengan sepenuhnya
Menurut Drs Sammy Rosadhi MM dalam buku Kodifikasi Manajemen Keselamatan
(halaman 1), hasil analisis statistik tentang kecelakaan yang terjadi diatas
kapal 80 % penyebab utamanya adalah disebabkan oleh kesalahan manusia (human
error). Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa perbuatan atau kelalaian manusia
mengambil bagian dalam setiap kecelakaan yang sebenarnya termasuk kegagalan
struktural dari manajemen keselamatan itu sendiri maupun kurangnya perlengkapan
pendukung keselamatan yang dapat menjadi penyebab langsung kecelakaan tersebut.
Tugas yang dihadapi oleh semua perusahaan pelayaran adalah memperkecil
kesalahan dari pengambilan keputusan manusia yang dapat secara langsung atau
tidak langsung berakibat pada suatu kecelakaan dan pencemaran laut.
3.
Manajemen perawatan yang harus dilaksanakan dengan benar,
didalamnya menjelaskan bahwa :
a.
Perusahaan harus menetapkan prosedur untuk menjamin bahwa
kapal akan tetap terpelihara sesuai dengan ketentuaan dari peraturan lainnya
serta setiap persyaratan tambahan yang mungkin ditetapkan oleh perusahaan.
b.
Dalam memenuhi persyaratan yang dimaksud, perusahaan
harus menjamin bahwa :
1)
Pemeriksaan diselenggarakan pada interval yang sesuai.
2)
Tindakan perbaikan yang sesuai untuk dikerjakan.
3)
Pencatatan dari kegiatan – kegiatan dimaksud tetap
dipelihara.
4.
Elemen-elemen dalam International Safety Management Code
:
a.
Objektif dari ISM Code ini adalah untuk menjamin
keselamatan dilaut, mencegah akan cidera atau kehilangan jiwa manusia dan
menghindari kerusakan pada pada lingkungan, khususnya lingkungan laut dan harta
benda.
b. Aplikasi
Persyaratan-persyaratan dari kode ini dapat diaplikasikan untuk semua
kapal. Peraturan 1x/2, SOLAS 1974 (Amandment 1994) membagi tahapan aplikasi
sebagai berikut :
1.1 1 Juli 1998
-
Kapal-kapal penumpang (passenger ships) termasuk kapal
penumpang kecepatan tinngi (passenger high speed craft).
-
Oil tankers, chemical tankers, gas carriers, bulk
carriers dan cargo high speed craft ukuran 500 GT keatas.
1.2. 1 Juli 2002
-
Kapal-kapal barang lainnya (other cargo ships)
-
Mobile offshore drilling units (MODUS) ukuran 500 GT
keatas
c. Sasaran
manajemen keselamatan perusahaan
d.
Menylenggarakan latihan-latihan keselamatan dalam
pengoperasian kapal dan keselamatan lingkungan kerja.
e. Menetapkan
usaha-usaha perlindungan/penjagaan terhadap semua resiko yang dapat
diidentifikasikan.
f. Secara
terus-menerus meningkatkan kecakapan manajemen bagi personil didarat
dan diatas kapal, termasuk persiapan untuk keadaan-keadaam darurat yang
berhubungan dengan kedua-duanya terhadap keselamatan dan perlindungan
lingkungan.
g.
Tanggung jawab dan wewenang perusahaan
h.
Perusahaan harus menetapkan dan mendokumentasikan
tanggung jawab, wewenang dan hubungan timbal balik semua personil yang
mengolah, menyelenggarakan dan memeriksa pekerjaan yang yang berhubungan
dengannya dan mempengaruhi keselamatan serta pencegahan pencemaran.
i.
Personil yang ditunjuk (DPA= Designated Person Ashore)
Untuk menjamin keselamatan operasi setiap kapal dan tersedia suatu hubungan
antara perusahaan denga mereka yang berada diatas kapal. Setiap perusahaan
sebagaimana disyaratkan harus menunjuk seorang atau orang-orang didarat yang
memiliki kemudahan untuk berhubungan langsun dengan manajemen puncak (top
management). Tanggung jawab dan wewenang orang atau orang-orang tertunjuk
dimaksud harus termasuk pemonitoring aspek-aspek keselamatan dan pencegahan
pencemaran dari pengperasian setiap kapal dan menjamin bahwa sumber-sumber yang
memadai dan dukungan basis darat diterapkan sebagaimana diisyaraykan.
j.
Tanggung jawab dan wewenang nakhoda ( terlampir )
k.
Perusahaan harus dengan jelas menetapkan dan
mendokumentasikan tanggung jawab dan wewenang nakhoda yang berhubungan dengan:
1)
Penerapan kebijaksanaan perusahaan dibidang keselamatan
dan perlindungan lingkungan.
2)
Motivasi awak kapal dalam observasi kebijaksanaan.
3)
Penerbitan petunjuk-petunjuk secara tepat dan
instruksi-instruksi dalam aturan yang jelas serta sederhana.
4)
Pengujian apkah persyaratan-persyaratan yang telah
ditetapkan diobservasi.
5)
Peninjauan kembali dari safety management system (SMS)
dan melaporkan akan kekurangan-kekurangannya yang terjadi kepada manajemen.
l.
Perusahaan harus menjamin bahwa SMS yang diterapkan
diatas kapal berisi pernyataan yang jelas menekankan kewenangan nakhoda.
Perusahaan harus menetapkan dalam SMS bahwa nakhoda memeiliki kewenangan untuk
menyimpang dari system dan bertanggung jawab dalam membuat keputusan-keputusan
yang berhubungan dengan keselamatan dan pencegahan pencemaran serta dapat
meminta perusahaan yang mungkin diperlukan.
m.
Sumber-sumber dan personil
n.
Perusahaan harus menjamin bahwa nakhoda adalah
1)
Benar-benar berkualifikasi untuk memegang jabatan
pimpinan utama dikapal.
2)
Mengenal sepenuhnya dengan system manajemen keselamatan
perusahaan.
3)
Diberikan dukungan yang diperlukan sehingga tugas-tugas nakhoda
diatas kapal dapat terselenggara dengan selamat.
o.
Perusahaan harus menjamin bahwa setiap kapal diawaki
dengan pelaut berkualifikasi, berijazah dan sehat sesuai dengan
persyaratan-persyaratan nasional dan internasional.
p.
Dokumentasi.
q.
Perusahaan harus menetapkan dan memelihara
prosedur-prosedur untuk mengawasi semua dokumen-dokumen dan data yang ada
hubungannya dengan SMS.
5.
Penggunaan ilmu manajemen dan asas-asas manajemen
Menurut George R Terry Ph.D dalam bukunya yang telah dialih bahasakan oleh
DR Winardi SE. yang berjudul Asas-Asas
Manajemen Edisi kedelapan ( 1986 : 4, 10 )
a.
Management merupakan sebuah proses yang khas, yang
terdiri dari tindakan-tindakan seperti : perencanaan, pengorganisasian,
menggerakan dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalaui pemanfaatan sumber daya manusia
serta sumber-sumber lain.
b.
Perlunya manajemen diatas kapal terutama bagi perwira dek
diatas kapal yang merupakan manusia management level, yaitu :
Manajemen menyebabkan bahwa kita menyadari kemampuan-kemampuan
kita; ia menunjukan cara kearah pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik; ia
mengurangi hambatan-hambatan dan memungkinkan kita mencapai tujuan yang apabila
tidak dilaksanakan tidak akan tercapai.
c.
Menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang bersifat dasar
seperti dibawah ini :
1)
praktis, dalam arti bahwa mereka selalu dapat digunakan
terlepas dari pada waktu saat mereka diterapkan.
2)
Relevan dengan sebuah ketentuan yang bersifat dasar dan
luas hingga dengan demikian menyediakan sebuah perspektif yang mencakup banyak
hal.
3)
Konsisten, dalam arti bahwa dalam situasi yang serupa
akan timbul hasil-hasil yang serupa pula.
6.
Menurut Drs.Alex Gunur (1975 :20-35), Kegiatan – kegiatan
terutama dari pimpinan untuk mencapai tujuan melalui kegiatan orang lain,
terwujud dalam fungsi atau tugas tertentu dari pimpinan. Pelaksanaan pada
fungsi itulah yang secara nyata menggambarkan apa itu manajemen. Fungsi
manajemen itu garis besarnya dirumuskan sebagai berikut :
a.
Fungsi perencanaan ( Planning )
Yakni perumusan tentang apa yang akan dicapai serta tindakan apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang
hendak dicapai, dengan memperhitungkan kemampuan yang dimiliki.
b. Fungsi Pengorganisasian
Penyatuan, pengelompokan dan pengaturan orang – orang
untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan, sesuai dengan rencana yang telah
dirumuskan menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
c. Fungsi
pergerakan ( Actuating )
Menggerakan, membimbing, mengarahkan orang – orang agar mereka mau dan tahu
bekerja demi tercapainya tujuan. Jelas bahwa sasaran menggerakan orang itu
adalah menimbulkan kemauan dan membuat mereka tau bekerja atau menjalankan
tugas pekerjaan sesuai dengan rencana yang ditetapakan sebelumnya.
Jadi dalam fungsi penggerakan harus terdapat unsur –
unsur sebagai berikut :
1)
Motivating ( dorongan ), yakni menggerakkan orang dengan
memberikan motif, alasan yang mendorong timbulnya kemauan mereka untuk bekerja
dengan baik.
2)
Leading ( bimbingan ), yakni membimbing orang dengan
memberikan contoh / teladan.
3)
Directing ( pengalaman ), yakni mengarahkan orang – orang
dengan memberikan petunjuk dengan benar, jelas, dan tegas.
d. Fungsi
pengawasan (Controlling )
Kegiatan untuk meneliti,menilai dan mengukur pelaksanaan maupun hasil dari
pekerjaan, untuk dapat diketahui apakah sesuai dengan rencana atau tidak. Dari
pengawasan itu diketahui :
1)
kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan.
2)
kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan.
3)
Kelemahan orang atau cara kerjanya.
4)
Rintangan yang dialami maupun yang mungkin akan dialami.
5)
Kegagalan maupun kesuksesan yang dialami.
Agar fungsi pengawasan memperoleh hasil yang diharapkan maka perwira harus
mengetahui ciri – ciri suatu proses pengawasan :
1)
Pengawasan bukan mencari siapa yang salah, tetapi untuk
Pengawasan diarahkan kepada massa sekarang.
2)
Pengawasan sebagai alat meningkatkan efisiensi.
3)
Pengawasan mempermudah tercapainya tujuan.
4)
Proses pelaksanaan pengawasan harus efisiensi, bukan
menghambat usaha peningkatan efisiensi.
5)
menemukan apa yang tidak benar.
6)
Pengawasan harus bersifat membimbing.
Jadi pengawasan sangat memerlukan dalam usaha pencapaian tujuan. Disamping
mengetahui ciri – ciri pengawasan hal lain yang perlu diperhatikan adalah :
1)
Kebanyakan pekerja tidak suka diawasi / merasa diragukan.
2)
Pengawasan harus taat azas.
3)
Pengawasan bukan mengawasi orang tapi mengawasi
pekerjaannya (harus bersifat membangun).
4)
Selanjutnya harus ada penjelasan untuk memperbaiki
kesalahan.
Sebab itu hal – hal yang dijalankan dalam fungsi pengawasan itu ialah :
-
Meneliti atau mengamati terus jalannya pekerjaan.
-
Menilai atau mengukur sampai dimana pekerjaan itu sesuai
dengan rencana yang sesuai dengan standart hasil kerja yang diinginkan.
-
Berusaha untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan,
kelemahan dan kegagalan serta menjauhi rintangan yang dihadapi.
Langkah – langkah atau prosedur pengawasan agar suatu pengawasan berjalan
dengan baik maka perlu dijalankan langkah- langkah sebagai berikut :
a.
Membuat rencana standar pekerjaan, yakni ukuran atau
patokan untuk menilai setiap kegiatan.
b.
Menyusun laporan mengenai jalannya pekerjaan yang sedang
berjalan maupun pekerjaan yang sudah selesai.
c.
Melakukan penilaian atau evaluasi mengenai hasilnya.
d.
Melakukan perbaikan jika terdapat penyimpangan dan
kesalahan.
7.
Teori organisasi sesuai yang terdapat dalam buku terbitan
Badan Diklat Perhubungan 2000 dengan judul Personal Safety And Responsibility
mengenai tipe-tipe organisasi (2000 : 178-180) adalah sebagai berikut :
a.
Organisasi Fungsional
Adalah hubungan langsung dimana perintah dan instruksi diampaikan
langsung kepada personil yang dimaksud.
Pada umumnya bawahan lapor kepada atasan langsung saja
dan mempunyai keterbatasan tanggung jawab.Organisasi fungsional mengelompokan
fungsi-fungsi yang sama atau kegiatan-kegiatan sejenis membentuk suatu satuan
organisasi (lihat gambar)
|

Keuntungan dari tipe ini adalah pendekatan ini menjaga
kekuasaan dan kedudukan fungsi utama, menciptakan efisiensi melalui
spesialisasi memusatkan keahlian organisasi dan memungkinkan pengawasan
manajemen puncak lebih ketat terhadap fungsi-fungsi.
Kelemahan dari struktur fungsional adalah dapat
menciptakan konflik antar fungsi-fungsi, menyebabkan kemacetan-kemacetan
pelaksanaan tugas yang berurutan, memberikan tanggapan lebih lambat terhadap
perusahaan, hanya memusatkan pada kepentingan tugas-tugasnya dan menyebabkan
para anggota berpandangan lebih sempit serta kurang inovatif.
b.
Organisai Matrik
Bawahan dapat melapor kepada satu pengawas atau lebih
mengenai lebih dari satu macam tugas organisasi memilih sering digunakan bila
memerlukan konsentrasi atas sebuah proyek. Dalam tipe organisasi karyawan
mempunyai 2 atasan sehingga mereka berada dalam 2 wewenang.
Keuntungan dari organusasi ini adalah memaksimumkan
efisiensi penggunaan pimpinan departemen (fungsional). Memberikan fleksibilitas
kepada organisasi dan membantu perkembangan kreatifvitas serta melipat gandakan
sumber-sumber yang beraneka ragam, membebaskan manajemen puncak/ perencanaan.
Kelemahan organisasi ini adalah pertanggung jawaban ganda
dapat menciptakan hubungannya dan kebijajsanaan yang kontradiktif.
c.
Organisasi Sentralisasi >< Disentralisasi
Sentralisasi adalah pemusatan kekuasaan dan wewenang pada tingkat suatu
organisasi, misalnya pelaksanaan pekerjaaan dengan instruksi.
Desentralisasi adalah penyebaran atau pelimpahan wewenang secara meluas
kekuasaan dan pembuatan keputusan ketingkat-tingkat organisasi yang lebih
rendah.
Namun secara umum bagian pokok organisasi manajemen perkapalan meliputi
hal-hal sebagai berikut :
a.
Aspek komunikasi
b.
Informasi
c.
Keputusan-keputusan
d.
Saran-saran
Arus komunikasi tergantung dari tipe organisasi.
- KERANGKA PEMIKIRAN
|
||||||||||||
|
||||||||||||
![]() |
||||||||||||
![]() |
||||||||||||
![]() |
||||||||||||
|
||||||||||||
|
||||||||||||
|
BAB III
METODE
PENELITIAN
- WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
1. Waktu
penelitian
Penelitian dilakukan pada22 JUNI 2006 (sign on) sampai
dengan habis kontrak (sign off)
tanggal 24 Juni 2007 yaitu dengan mengamati kejadian yang tidak sesuai dengan
prosedur kerja yang ada dalam ISM Code.
2. Tempat penelitian
Dalam
penyusunan skripsi ini data-data yang diambil beerdasarkan dari pengalaman pada
saat penulis melaksanakan praktek laut (PRALA) diatas kapal MV. WAN HAI 213
dari perusahaan WAN HAI LINES LTD. Dimana data kapal sebagai tempat penelitian
akan dijelaskan dalam ship particular sebagai berikut :
SHIP PARTICULAR
Ships name : MV WAN HAI
213
Call
sign : S6SF
IMO
Number :
Ship
owner : WAN HAI LINES LTD.
Nationality : SINGAPORE
Port of register :
SINGAPORE
Year of built : 1993
Place of built : Jinjiang Shipyard, China
Ships type : Full Container ship
Classification : Lloyd Register
Hull certificate : Lloyd Register
Machinery certificate : Lloyd Register
Gross tonnage : 14,525 Tons
Net tonnage : 4,601 Tons
Deadweight : 17,500 Tons
L O A : 158,00 meters
L B P : 151,70 meters
Breadth moulded : 27,00 meters
Depth to main deck : 11,70 meters
Summer draft : 07,00 meters
Light ship draft : 1,898 meters
Speed : Sea Trial
: 13,6 kts Service : 13,00 kts
- TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data yang mengemukakan cara dalam mendapatkan data yang
lengkap, obyektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
Seperti halnya
persyaratan-persyaratan yang tersebut didalam salah satu elemen ISM Code,
sebagai berikut :
a.
Instruksi-instruksi dan prosedur-prosedur untuk menjamin
keselamatan operasi kapal dan perlindungan lingkungan memenuhi ketentuan yang
relevan
b.
Kebijakan-kebijakan mengenai keselamatan lingkungan.
c.
Menetapkan tingkat kewenangan dan jalur komunikasi diantara
perwira dan kru rating.
d.
Prosedur untuk melaporkan kecelakaan dan ketidaksesuaian
dengan ketentuan Kodifikasi ini.
Oleh karena itu penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang berupa :
1.
Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan secara sengaja dan
sistematis selama penulis melaksakan praktek laut (PRALA) diatas kapal MV. WAN
HAI 213 selama satu tahun yaitu terhadap kejadian-kejadian yang menyangkut
prosedur kerja sesuai ISM Code adalah sebagai berikut :
-
Pada tanggal 12 Maret 2006 kapal dengan ETD pkl 22.00
pada saat station dengan ETA pkl 15.00 tanggal 13 Maret 2006 waktu setempat. Oleh pihak kepanduan kapal
diharuskan sandar kanan karena itu kapal
berlayar dari Balikpapan menuju Kotabaru-Pulau Laut dan tiba Pilot pertimbangan
arus. Semua kebutuhan untuk sandarpun disiapkan dari tali tambat hingga tali
untuk kapal tunda dan lain sebagainya.
Pada saat pandu naik kapal dia memberi tahu bahwa kapal
akan sandar akan menggunakan jangkar sebelah kiri sebagai bantuan untuk
mengurangi laju kapal karena arus yang sangat kuat, namun pada saat jangkar
akan disiapkan ternyata windlass jangkar kiri terjadi kebocoran pada pipa
hidroliknya sehingga pompa hidrolik tersebut kehilangan tekanan dan jangkarpun
tidak dapat digunakan pada waktunya.
Kapal masih mempunyai laju dan proses dari penyandaran begitu lama memakan
waktu hingga terjadi keterlambatan. Pada akhirnya kapal sandar dengan meminta
bantuan satu unit kapal tunda tambahan dan ini mengharuskan pihak kapal untuk
mengeluarkan biaya pembayaran unit kapal tunda tambahan. Peristiwa tersebut
diatas terjadi dikarenakan perwira tidak melakukan pemeriksaan terlebih dahulu
terhadap alat bantu penyandaran kapal dalam hal ini jangkar dimana sesuai
dengan preparation for
arrival in port checklist yang merupakan elemen dari ISM Code sebagai pedoman sebuah prosedur kerja
dalam sebuah manajemen keselamatan yaitu semua alat bantu sandar harus
diperiksa dan dalam kondisi baik atau layak.
-
Pada tanggal 4 Juli 2006 kapal berlayar dari Balikpapan
menuju Surabaya untuk membongkar Premium (= Bensin) dan tiba di Surabaya
tanggal 6 Juli 2006. Kapal diharuskan bongkar habis, selanjutnya kapal
diijinkan untuk men-start
pompa untuk membongkar muatan. Pada saat start pompa ternyata pipa muatan mengalami
kebocoran yaitu pada sambungan antar piapa atau flans dan terpaksa pompa harus dihentikan.
Minyakpun mulai membanjiri dek dan mengalir jatuh kelaut karena tenyata scupper plug yang tidak tertutup, padahal sebelum melakukan
kegiatan bongkar muat, sesuai dengan deck checklist 2 yaitu preparation for arrival semua
scupper plug harus
dalam keadaan tertutup. Dengan adanya kejadian tersebut maka kapal telah
melakukan pencemaran dilaut.
-
Penulis melihat dan mengamati secara berkala mengenai
masalah yang satu ini, yaitu mengenai prosedur masuk ruangan tertutup dalam hal
ini yang paling sering terjadi adalah kesalahan prosedur dalam memasuki kamar
pompa yang dilakukan oleh para kru rating dan bahkan perwira itu sendiri.
Seringkali para ABK memasuki kamar pompa tanpa memeperhatikan unsur-unsur
keselamatan yang ada, seperti sesuai dengan manajemen keselamatan mengenai
salah satu poin dari prosedur masuk tangki adalah mengecek kadar gas O2,
Hidrokarbon dan gas beracun serta pada saat masuk kamar pompa harus ada satu
orang berada diatas kamar pompa, namun pelaksanaannya masih jauh dari yang
diharapkan sesuai standar manajemen keselamatan dari ISM Code, yaitu masih
sering terjadi dimana pada saat kru ataupun perwira akan memasuki kamar pompa
dengan tidak memperhatikan prosedur seperti yang disebutkan diatas. Hal ini
memang terlihat seorti masalah yang sepele namun apabila didalam kamar pompa
pada saat itu terjadi suatu hambatan sangat mungkin proses dari penanganan
bahkan ebvkuasi korban tidak dapat dilaksanajan dengan cepat dan efisien.
2.
Wawancara
Wawancara Penulis melakukan wawancara dengan mewawancarai perwira senior
dalam hal ini adalah perwira dek dan para kru rating dek. Dalam pelaksanaannya
tidak selalu berjalan lancer sesuai dengan yang harapkan karena banyak hambatan
yang ditemui oleh penulis. Wawancara dilaksanakan kepada :
a.
Nakhoda
Nakhoda sebagai top management diatas kapal memberikan pernyataan bahwa hal
tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan para ABK terhadap elemen-elemen
dari sistem manajemen keselamatan dan masih seringnya mereka menganggap remeh
akan arti keselamatan kerja. Menurut nakhoda, harus diadakan peninjauan kembali
terhadap kemampun dan motivasi kerja dari para ABK. Hal ini dapat dilakasanakan
dengan mengadakan safety
meeting yang dilakukan secara intesif , mendalam dan secara
berkala serta tidak lepas dari prosedur pelaporan yang ada yaitu
mengiinformasikan masalah yang teradi kepada perusahaan melalui DPA ( Designated Person Ashore
) agar dalam penerimaan kru baru harus lebih selektif sesuai STCW 1995 dan
sebelum penempatan kru lama diadakan sosialisasi mengenai ISM Code dan Safety Management System (SMS)
diperusahaan dan dikapal dimana kru tersebut akan ditempatkan.
b.
Mualim I
Menurut Mualim I hal ini dapat terjadi karena kurangnya
sosialisasi dari penerapan sistem manajemen keselamatan diatas kapal, sehingga
mereka tidak mendapat motivasi untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
prosedur yang ada dalam sistem manajemen keselamatan, para ABK juga kurang
diikutkan dalam organisasi diatas kapal untuk mendukung pelaksanaan dari sistem
manajemen keselamatan tersbut.
c.
Kru rating
Masalah yang terjadi karena kurangnya pengawasan dari para perwira terutama
para perwira senior dan kurangnya sosialisasi dari penerapan sistem manajemen
keselamatan diatas kapal sehingga tidak ada motivasi untuk melaksanakan
prosedur kerja.
3.
Dokumentasi
Berupa checklist
yang merupakan perwujudan dari manajemen keselamatan yang berisi
prosedur-prosedur kerja sesua dengan standar ISM Code. Dan dokumentasi tersebut
bibandingkan dengan elemen-elemen yang ada pada ISM Code serta fakta-fakta yang
terjadi diatas kapal dalam menjalankan prosedur kerja yang ada.
- POPULASI DAN SAMPEL
Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak menggunakan
populasi dan sampel karena penulis menggunakan studi kasus sebagai bahan
penelitian.
- TEKNIK ANALISIS
Dalam teknik analisis ini banyak cara yang dapat mengemukakan metode-metode
dalam penyusunan sktipsi ini seperti halnya ; analisa SWOT (strength, weakness, opportunities
and threats), deskriptif, komparatif dan eksperimen. Dalam
skripsi ini penulis menggunakan teknik “DESKRIPTIF KUALITATIF” karena penulis
menggambarkan kejadian-kejadian yang sesuai dengan data-data.
BAB IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Data
Berdasarkan hasil pengolahan data yang didapat dari fakta-fakta dan hasil
pengamatan penulis mengenai pelaksanaan prosedur-prosedur kerja sesuai checklist maka dapat
diketahui bahwa pelaksanaan manajemen keselamatan dikapal MV WAN HAI 213 belum
terlaksana dengan baik sebagaimana yang diatur dalam ISM Code.
Menurut ISM Code, suatu manajemen keselamatan yang distrukturkan
memungkinkan suatu perusahaan untuk memfokuskan pada peningkatan
praktek-praktek keselamatan dalam pengoperasian kapal dan dalam kesiapan
mendesak dan darurat, pengembangan dan pengimplementasian suatu manajemen
keselamatan menunjukan adanya suatu pengurangan dalam kesalahan-kesalahan yang
dapat menyebabkan suatu ancaman terhadap personil, kerusakan lingkungan atau
kerusakan harta benda yang ada dikapal (kapal dan inventarisnya beserta muatan
yang dibawa) dimana dalam pelaksanaannya tidak lepas dari berbagai macam
hambatan.
Dari pengamatan yang telah dilakukan, penulis melihat ada beberapa kejadian
yang diakibatkan oleh hambatan-hambatan pelaksanaan SMS diatas yang berhubungan
keselamatan jiwa personil, kapal dan pencegahan pencemaran laut., peristiwa
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Kapal berangkat dari Balikpapan dengan tujuan Kotabaru,
setelah kapal tiba di pilot station Kotabaru, oleh pihak kepanduan kapal
diharuskan sandar kanan karena
pertimbangan arus yang terjadi saat itu. Semua kebutuhan untuk sandarpun
disiapkan dari tali tambat hingga tali untuk kapal tunda dan lain sebagainya.
Pada saat pandu naik kapal dia memberi tahu bahwa kapal
akan sandar dengan bantuan menggunakan jangkar sebelah kiri sebagai bantuan
untuk mengurangi laju kapal karena arus yang sangat kuat, namun pada saat
jangkar akan disiapkan ternyata windlass jangkar kiri terjadi kebocoran pada
pipa hidroliknya sehingga pompa hidrolik tersebut kehilangan tekanan dan
jangkarpun tidak dapat digunakan pada waktunya.
Kapal masih mempunyai laju dan proses dari penyandaran begitu lama memakan
waktu, hingga terjadi keterlambatan. Pada akhirnya kapal sandar dengan meminta
bantuan satu unit kapal tunda tambahan dan ini mengharuskan pihak kapal untuk
mengeluarkan biaya pembayaran satu unit kapal tunda tambahan. Peristiwa
tersebut diatas terjadi dikarenakan perwira tidak melakukan pemeriksaan
terlebih dahulu terhadap alat bantu penyandaran kapal dalam hal ini jangkar
dimana sesuai dengan preparation
for arrival in port checklist yang
merupakan elemen dari ISM Code sebagai pedoman sebuah prosedur kerja dalam
sebuah manajemen keselamatan yaitu semua alat bantu sandar harus diperiksa dan
dalam kondisi baik atau layak.
2.
Kapal berlayar dari Balikpapan menuju Surabaya untuk
membongkar Premium (= Bensin) dan pada tiba di Surabaya kapal diharuskan
bongkar habis, selanjutnya kapal diijinkan untuk men-start pompa untuk membongkar muatan. Pada
saat start
pompa ternyata pipa muatan mengalami kebocoran yaitu pada sambungan antar piapa
atau flans ( sambungan antar pipa)
dan terpaksa pompa harus dihentikan. Minyakpun mulai membanjiri dek dan
mengalir jatuh kelaut karena tenyata scupper plug
yang tidak tertutup, padahal sebelum melakukan kegiatan bongkar muat,
sesuai dengan deck checklist 2
yaitu preparation for
arrival semua scupper
plug harus dalam keadaan tertutup. Dengan adanya kejadian
tersebut maka kapal telah melakukan pencemaran dilaut.
3.
Penulis melihat dan mengamati secara berkala mengenai
masalah yang satu ini, yaitu mengenai prosedur masuk ruangan tertutup dalam hal
ini yang paling sering terjadi adalah kesalahan prosedur dalam memasuki kamar
pompa yang dilakukan oleh para kru rating dan bahkan perwira itu sendiri.
Seringkali para ABK memasuki kamar pompa tanpa memeperhatikan unsur-unsur
keselamatan yang ada, seperti sesuai dengan manajemen keselamatan mengenai
salah satu poin dari prosedur masuk tangki adalah mengecek kadar gas O2, CO2
dan gas beracun lainnya serta pada saat masuk kamar pompa harus ada satu orang
berada diatas kamar pompa, namun pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan
sesuai standar manajemen keselamatan dari ISM Code, yaitu masih sering terjadi
dimana pada saat kru ataupun perwira akan memasuki kamar pompa dengan tidak
memperhatikan prosedur seperti yang disebutkan diatas. Hal ini memang terlihat
seperti masalah yang sepele namun apabila didalam kamar pompa pada saat itu
terjadi suatu hambatan atau kerusakan, sangat mungkin proses dari penanganan
hambatan tersebut atau bahkan evakuasi korban tidak dapat dilaksanakan dengan
cepat dan efisien, hal tersebut dikarenakan kondisi kamar pompa yang sempit dan
terbatas untuk melakukan perbaikan ataupun evakuasi.
Untuk menghilangkan penyimpangan-penyimpangan tersebut
diatas adalah vital bahwa penerapan falsafah manajemen, pengoptimalan
organisasi dan penekanan prosedur kerja sesuai ISM Code serta peran pihak
perusahaan harus mengikat bersama sebagai satu unit yang kohesif dan saling
mendukung dengan memperhatikan masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan
Safety Management System dikapal. Sehingga tujuan bersama antara kapal dan
perusahaan dapat dicapai dengan cara yang tidak mengesampingkan prosedur kerja
yang ada. Agar hal ini dapat tercapai, adalah penting bahwa wakil-wakil
perusahaan dan personil kapal dapat terlibat dalam kreasi dan implementasi dari
pada penerapan Safety
Management System (SMS).
Perusahaan harus menjaminn setiap kapal diawaki dengan
pelaut yang berkualifikasi, berijazah dan sehat sesuai dengan
persyaratan-persyaratan nasional dan internasional. Perusahaan harus menetapkan
dan memelihara prosedur-prosedur untuk mensosialisaikan Safety Management
System dan mengawasi semua pelaksanaannya diatas kapal yang dimilikinya serta
mengenai data-data yang berhubungan
dengan ISM Code.
Tanpa adanya sosialisasi mengenai SMS dan pengawasan dalam
pelaksanaannya maka kesadaran dan motivasi untuk melakasanakan petunjuk kerja
sesuai dengan ISM Code tidak akan pernah dapat terlaksana secara
berkesinambungan, maka dengan adanya hal itu tujuan dari ISM Code melalui
pelaksanaan Safety Management System
tidak akan tercapai sesuai yang diharapkan oleh perusahaan dan organisasi kapal
itu sendiri.
Diatas kapal sendiri diharapkan ada usaha untuk
meningkatkan peranan dan fungsi dari pada SMS yaitu dengan membentuk organisasi
yang didalamnya tercantum tugas
masing-masing personil kapal yamg terlibat dalam pelaksanaan SMS.
Organisasi merupakan unsur penting dalam sebuah manajemen diatas kapal karena
untuk mencapai sebuah tujuan, keduanya harus dapat berjalan secara seimbang dan
saling mendukung
- Analisis Data
Berdasarkan hasil
pengolahan data selama penulis melakukan pengamatan terhadap semua kejadian
yang ada maka penulis menemukan bahwa yang mengurangi peranan Safety Management
System diatas kapal berdasarkan hasil analisis dari pengolahan data adalah
personil kapali tu sendiri, yaitu personil kapal tidak memahami isi dan manfaat
dari ISM Code Manual atau yang telah diterjemahkan oleh perusahaan dalam hal
ini adalah PT Humpuss Intermoda Transportasi menjadi Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kualitas (SMKK) dan lebih dikhususkan lagi menjadi sebuah
Pedoman Manajemen Kapal (PMK).
Dari hasil pengolahan data
tersebut terjadi penyimpangan oleh personil kapal berupa kurangnya kesadaran para
personil diatas kapal untuk melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan (SMS)
dengan baik dan benar dengan mengikuti semua prosedur-prosedur kerja yang baku.
Sebelum melakukan suatu pekerjaan diatas kapal biasanya personil kapal terrebih
dahulu mebaca dan memahami checklist yang telah dibuat sesuai pekerjaan yang akan
dilaksanakan kemudian kolom dalam checklist tersebut diberi tanda bahwa
poin-poin yang ada dan telah dilaksanakan secara benar dan terencana sebelumnya.
Setelah personil kapal membaca dan memahami checklist tersebut, kemudian mualim
I dan nakhoda sebagai top management segera merencanakan pekerjaan apa yang harus
dilaksanakan dan membagi tugas sesuai dengan jabatan personil kapal.
Pada tahun 1994 ditetapkan
pula satu chapter baru SOLAS convention yang berhubungan dengan “ Safety
Management System “ ( SMS ). Alasan – alasan mendasar ditetapkan ISM Code,
yaitu :
1. Menjadikan kapal sebagai tempat yang aman untuk bekerja.
2. Menjaga laut dan lingkungan sekitar.
3. Memperjelas pekerjaan dan mempermudah pekerjaan.
4. Mengurangi kecelakaan kerja di atas kapal dan kerugian
bagi perusahaan
Maka dengan pengamatan dan
dari dukungan data-data yang ada, dapat disimpulkan mengenai penyebab-penyebab
timbulnya penyimpangan terhadap peranan Safety Management System dikapal MT
Griya Asmat, penyebab-penyebab tersebut kurang lebih dapat penulis uraikan
sebagai berikut :
a. Masih kurangya penerapan asas-asas manajemen didalam
manajemen kapal itu sendiri, sehingga personil kapal belum dapat memahami
tujuan dari pada proses kerja diatas kapal. Personil kapal belum mempunyai rasa
memiliki yang kuat terhadap sistem manajemen keselamatan, hal ini berakibat
personil kapal masih sering menganggap remeh arti sebuah keselamatan jiwa,
keselamtan kapal dan kebersihan lingkungan laut. Dalam sebuah manajemen
terutama manajemen kapal, seharusnya dapat dioptimalkan fungsi-fungsi dari pada
manajemen itu sendiri yaitu fungsi Planning, Organizing, Actuating dan
Controlling (POAC) namun dalam kenyataan dilapangan fungsi-fungsi tersebut
masih kurang diipraktekkan dalam kehidupan kerja sehati-hari.
Dari fungsi-fungsi manajemen tersebut yang paling menonjol kurang dioptimalkan
penerapannya adalah fungsi controlling atau pengawasan. Beberapa personil kapal
mengindikasikan bahwa kurangnya pengawasan secara intensif oleh perwira yang
berkompeten mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dalam hal ini Nakhoda dan
Mualim I, merupakan penyebab yang dominan dari terjadinya
penyimpangan-penyimpngan dalam penerapan SMS dan ISM Code diatas kapal. Hal ini
ditandakan kejadian pada saat kru rating kapal sedang melaksanakan pekerjaan
didalam ruangan tertutup (enclosed space) yaitu perwira tidak menginstruksian salah satu kru lain
untuk mendampingi dan mengawasi kru yang diperintahkan melaksanakan pekerjaan.
Dan masih banyak kejadian yang menandakan bahwa diatas kapal MT Griya Asmat
fungsi pengawasan dalam Sistem Manajemen Keselamatan belum terlaksana
sebagaimana mestinya dalam sebuah manajemen kapal yang layak sesuai standar ISM
Code. Begitu juga yang terjadi di perusahaan, pada saat ABK kapal akan mulai
kontrak kerja (PKL) sebelumnya mereka dipeintahkan untuk menonton sebuah film atau
video dokumentasi mengenai ISM Code dan Safety Management System namun dalam
pelaksanaannya para calon ABK hanya dibiarkan melihat film tersebut tanpa
didampingi oleh personil perusahaan yang seharusnya hadir untuk dapat mmberi
penjelasan mengenai film yang mereka simak pada saat itu.
b. Kurang dioptimalkannya salah satu fungsi manajemen yaitu
fungsi organisasi diatas kapal, sehingga
para pesonil kapal belum dapat mengerti tugas masing-masing sesuai dengan
jabatan yang dipegang selama menjalani kontrak kerja dikapal. Sebuah hasil
tugas juga belum dapat dipertanggung jawabkan, akibatny apabila terjadi
kesalahan dalam pelaksanaan prosedur kerja kesalahan tersebut masih menjadi
tanggung jawab perorangan bukan tanggung jawab semua personil yang terkait,
karena para personil kapal tidak
merasakan berada pada lingkungan kerja yang seharusnya terorganisasi. Para
personil kapal juga belum mengetahui bagaimana prosedur dalam melaporkan hasil
kerja yang telah dicapai secara jujur dan apa adanya sesuai dengan kondisi
kapal yang aktual. Para perwira senior pada akhirnya tidak dapat mengukur
kemampuan para personil yaitu perwira junior dan terutama para kru rating.
c. Masalah sosialisasi dari pada Safety Management System
itu sendiri juga masih terkesan kurang maksimal, hal tersebut diindikasikan
dengan adanya beberapa personil kapal belum mengerti tujuan dari ISM Code
melalui sebuah sistem manajemen keselamatan diatas kapal. Mereka juga belum
dapat memanfaatkan kebijaksanaan dari perusahan yang berupa pedoman manajemen
kapal (PMK) bahkan diantara mereka ada yang belum mengetahui letak buku Safety
Management Manual.
d. Seleksi kompetensi pengawakan yang kurang ketat sehingga
pada saat menjalani kontrak kerja (PKL) kemampuan dan skill para personil kapal terutama para kru rating sangat
kurang dalam memahami elemen-elemen ISM Code mengenai Safety Management System
(SMS), akibatnya mereka masih sering mengalami kesalahan dalam melaksanakan
pekerjaan yang membutuhkan checklist sebagai pedoman untuk melaksanakan
pekerjaan yang sesuai dengan aturan yang dapat menempatkan tujuan dari pada
pekerkaan tersebut dalam koridor yang tepat. Mereka bekerja hanya menggunakan pengalaman yang mereka miliki pada
waktu melaksanakan kontrak kerja dikapal sebelumnya tanpa memperhatikan
prosedur yang jelas, padahal antara kapal yag satu dengan yang lain dalam satu
perusahaan belum tentu mempunyai sistem kerja yang sama.
C.
Alternatif Pemecahan Masalah
1.
Peningkatan fungsi-fungsi manajemen untuk mendukung
tercapainya tujuan operasional kapal yang menyangkut keselamatan jiwa personil,
keselamatan harta benda berupa kapal dan inventarisnya dan pencegahan
pencemaran dilaut. Karena manajemen diatas kapal merupakan unsur pendukung
untuk mencapai tujuan bersama antara tujuan perusahaan dan tujuan kapal itu
sendiri. Untuk lebih menghidupkan sebuah manajemen diatas kapal, seorang
Nakhoda sebagai seorang pemimpin umum harus dapat merangkul semua personil
kapal tanpa membedakan jabatan dan kemampuan yang dimiliki oleh para personil.
Nakhoda juga harus dapat memotivasi anak buahnya agar berantusias dalam
mengembangkan dan mengimplementasikan elemen-elemen ISM Code untuk mendukung
peningkatan penerapan Safety Management System
2.
Dari 4 (empat) fungsi manajemen yang ada, yang perlu lebih
ditingkatkan adalah :
a.
Fungsi pengawasan
Jika ditinjau dari fakta – fakta dan analisa, kecelakaan
- kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh kurangnya pengawasan ( lock of
control ) lemahnya pengawasan tersebut diakibatkan oleh pelaksanaan
standarisasi yang kurang memadai, System Manajemen yang didasari safety
assurance atau jaminan keselamatan melalui Safety Management System memberikan
jaminan yakni “ Metode kontrol yang relevan atas keselamatan kerja dan
pencegahan pencemaran akan terlaksana dengan semestinya karena tersedianya data
tertulis yang teratur sebagai bahan kajian “.
Walaupun data tertulis
yang teratur sudah tersedia namun bila tidak terlaksana dengan baik hal
tersebut akan sia - sia. Pihak kapal sebagai pelaksana akhir dari ISM Code
terutama para Senior Officer harus meningkatkan pengawasan kepada anak
buahnya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk selalu mengenakan
perlengkapan keselamatan dalam bekerja.Nakhoda tidak segan - segan menegur atau
memberi peringatan kepada para mualim dan kru rating jika mereka lalai
menjalankan tugasnya sebelum kejadian yang merugikan terjadi.
Safety manajemen yang
efektif bukan saja berdasarkan pada common under standing yakni
pengertian dan persepsi yang sama terhadap resiko yang dihadapi namun juga
bagaimana mengontrolnya melalui manajemen yang baik.
Agar fungsi pengawasan memperoleh hasil yang diharapkan maka perwira harus
mengetahui ciri – ciri suatu proses pengawasan :
1)
Pengawasan bukan mencari siapa yang salah, tetapi untuk
Pengawasan diarahkan kepada massa sekarang.
2)
Pengawasan sebagai alat meningkatkan efisiensi.
3)
Pengawasan mempermudah tercapainya tujuan.
4)
Proses pelaksanaan pengawasan harus efisiensi, bukan
menghambat usaha peningkatan efisiensi.
5)
menemukan apa yang tidak benar.
6)
Pengawasan harus bersifat membimbing.
b.
Fungsi organisasi
Pembentukan organisasi yang jelas merupakan salah satu cara umtuk dapat
meningkatkan peranan sistem manajemen keselamatan diatas kapal. Karena denan
adanya organisasi semuah tugas-tugas pokok dikapal dapat terbagi sesuai dengan
jabatannya masing-masing sheingga fungsi-fungsi dari tugas jabatan yang diemban
para personil kapal dapat terlaksana dengan baik. Dengan adanya organisasi juga
sebuah manajemen kapal berjalan sebagaimana mestinya, karena hasil dari
pekerjaan dapat dipertanggung jawabkan kepada atasan yang telah
menginstruksikan tugas-tugas kepada bawahannya. Namun organisasi yang dibentuk
harus sesuai dengan keadaan kapal dan sistem kerja diatas kapal tersebut,
sehingga dalam pelaksanaan tidak menemukan hambatan-hambatan yang berarti yang
dapat merugikan perusahaan.
3.
Peningkatan sosialisasi mengenai Safety Management System
(SMS) kepada para personil kapal terutama personil kapal yang baru bergabung
dengan perusahaan. Usaha untuk mensosialisasikan SMS ada beberapa cara yang
relatif efektif dan efisien untuk membantu peningkatan peranan dari pada SMS
itu sendiri, cara-cara tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Safety Meeting
Waktu yang tepat untuk menjelaskan mengenai isi dari Safety
Management Manual ( SMM ) dan pedoman manajemen kapal adalah pada
waktu Safety meeting yang dilaksanakan seminggu sekali, sedangkan
kontrak di atas kapal berkisar antara 8-10 bulan. Disamping itu pada saat
safety meeting berlangsung dapat dipraktekkan secara langsung apa yang
didiskusikan sehingga sangat efisien dan dapat dikoreksi kekuranganya. Peran
Nakhoda sebagai pemimpin di atas kapal mampu memberikan manajemen kerja yang
baik di atas kapal yaitu dengan memberikan motivasi kepada para personil kapal
sebagai anak buahnya. Pada saat safety meeting juga diharapkan perwira senior
dapat menjelaskan maksud poin-poin yang ada pada checklist maupun prosedur
kerja yang tertulis diatas kapal sekaligus memberikan arahan-arahan mengenai
tujuan daripada Sistem Manajemen Keselamatan.
Dan ditengah-tengah meeting sajikan sebuah tontonan film
dokumentasi yang berhubungan dengan sistem manajemen keselamatan. Kegiatan ini
akan banyak membutuhkan kesabaran dan kemampuan bahasa inggris perwira senior
dalam menjelaskan jalan cerita dan isi dari film tersebut karena bahasa yang
digunakan dalam film tersebut adalah bahasa inggris, sehingga tidak semua
personil kapal dapat menangkap maksud dan tujuannya, terutama mereka para kru
rating yang rata-rata kurang memilki kemampuan berbahasa inggris sesuai standar
STCW 1995.
b. Terjemahan
Untuk
memahami permasalahan awak kapal dalam pemahaman manual dalam bahasa Inggris,
terjemahan adalah suatu cara yang paling sederhana yang dapat ditempuh
dibanding dengan mempelajari bahasa Inggris yang dibutuhkan waktu yang lama,
dengan penerjemah Safety Manual,
sehingga awak kapal langsung dapat memahami apa yang dimaksud isi dari buku
tersebut dan juga menambah motivasi untuk membaca, dengan demikian SMM dapat
dimengerti oleh awak kapal, tidak hanya ditandatangani sebagai persyaratan saja
seperti yang terjadi selama ini. Checklist dan prosedur kerja akan lebih
efektif apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, namun tetap tidak
mengurangi makna dan tujuan checklist dan prosedur yang masih asli sesuai
dengan standar ISM Code.
4. Standar kompetensi pengawakan
Kompetensi atau kemampuan para pelaut adalah suatu faktor
kritis dalam keselamatan dan pengoperasian secara efektif dari kapal - kapal,
pengawakan adalah fungsi dari jumlah yang kualifikasi atau pelaut yang
berpengalaman untuk keselamatan kapal, anak buah kapal, penumpang, muatan dan
perlengkapan serta, perlindungan terhadap lingkungan maritim. Manajemen
perusahaan harus menjamin tersedianya personil dengan kualifikasi yang sesuai. Personil
tersebut harus cukup mengenali tugasnya dan terlatih baik dengan seluruh anak
buah kapal harus dipekerjakan personil yang mampu, berkualitas dan dapat
membuktikan mereka dengan menunjukan :
a. Sertifikat.
b. STCW sertifikat.
c. Pengalaman praktis
Segenap personil di darat
dan di laut harus senantiasa dilatih sesuai dengan keperluan yang berhubungan
dengan pedoman mutu, keselamatan dan perlindungan lingkungan.Setiap personil di
kapal harus mampu untuk membuktikan tentang kemampuan fisik dan mentalnya
dengan bukti laporan pemeriksaan kesehatan dan pengujian yang dilaksanakan
secara berkala. Hal ini juga untuk mengantisipasi adanya wewenag Port State
Control untuk memeriksa bahwa pelaut-pelaut memegang sertifikat -
sertifikat atau dispensasi-dispensasi.
Para pejabat pemeriksa
juga akan berhak atas seperti saat ini melakukan suatu penilaian
kemampuan-kemampuan jika kapal terlibat dalam suatu penilaian tabrakan, kandas
dan kompetensi berdasarkan STCW 1978 amandement 1995 adalah :
5. Langkah – langkah oleh pemerintah
Konvesi memasukan
ukuran – ukuran yang dirancang untuk membantu dan memberikan bahwa negara -
negara anggota benar-benar menerapkan persyaratan-persyaratan STCW sehingga
sertifikat-sertifikatnya dikeluarkan kepada para pelaut yang memenuhi
standar-standar kompetensi minimum.
D.
Evaluasi Pemecahan Masalah
1.
Pengoptimalan keberadaan manajemen diatas kapal, karena
dengan manajemen yang baik :
a.
Segala tindakan dapat dipikirkan dan direncacanakan
terlebih dahulu sehingga tugas-tugas dapat terbagi dengan mendayagunakan bakat
personil kapal dan sumber daya yang ada dengan menggunakan fungsi perecanaan.
b.
Pengawasan oleh perwira senior juga dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya pada saat perwira junior dan kru kapal melaksanakan
pkerjaan dikamar pompa, persiapan sebelum sandar dan persiapan sebelum
pelaksanaan kegiatan bongkar-muat.
c.
Pelaksanaan manajemen yang baik juga dapat digunakan
nakhoda sebagai pemimpin untuk melihat hambatan-hambatan yang dihadapi oleh
para personil pada saat melaksanakan pekejaan.
2.
Pembentukan organisasi
Yaitu berguna untuk dapat membagi tugas-tugas sesuai jabatan. Akan tetapi
sebelum sebuah organisasi terlebih dahulu nakhoda beserta seluruh personil
kapal diskusi untuk menentukan tipe organisasi yang akan dipakai untuk
mendukung pelaksanaan manajemen keselamatan. Setelah dilakukan pertimbangan
dalam pengamatan organisasi yang sesuai diatas kapal MT Griya Asmat adalah tipe
“organisasi fungsional” karena tipe organisasi ini mempunyai keuntungan yang
sesuai dengan sistem kerja diatas kapal terutama kapal MT Griya Asmat. Dalam
tipe organisasi ini ada hubungan langsung antara pimpinan dan bawahan dimana
perintah dan instruksi disamapaikan secara langsung. Kemungkinan peningkatan
peranan sebuah Sistem Manajemen Keselamatan (SMS) dapat tercapai dengan tipe
organisasi ini, hal ini didukung oleh
keuntungan tipe organisasi, antara lain :
a.
Menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi utama dari nakhoda
b.
Menciptakan efisiensi melalui spesialisasi memusatkan
keahlian organisasi dan memungkinkan pengawasan manajemen puncak lebih ketat
terhadap fungsi-fungsi
Tipe organisasi ini juga tidak lepas dari kelemahan-kelemahan, kelemahan
tersebut antara lain :
a.
dapat menciptakan konflik antar fungsi-fungsi
b.
menyebabkan kemacetan-kemacetan pelaksanaan tugas yang berurutan
c.
memberikan tanggapan lebih lambat terhadap perusahaan
Namun semua masalah tersebut dapat dihilangkan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a.
Menciptakan suasana kapal yang harmonis dengan berbagi
rasa satu sama lain, dimana nakhoda didalamnya juga ikut memotivasi personil
kapal.
b.
Melakukan perencanaan kerja bersama, antara perwira
senior dengan perwira junior dan kru rating
c.
Sesering mungkin berhubungan dengan DPA (Designated
Person Ashore) sebagai perwakilan perusahaan sehingga kapal dapat memberikan
tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan yang terjadi. Komunikasi
dilakukan tidak hanya pada saat kapal mengalami penyimpangan terhadap Safety Management
System (SMS) maupun yang lebih luas yaitu mengenai ISM Code itu sendiri
sehimgga perubahan yang terjadi dapat lebih cepat diketahui.
3.
Sosialisasi
a.
Safety Meeting
Merupakan cara yang tepat untuk mensosialisasikan
mengenai Safety Management System karena personil kapal langsung diberi
penjelasan arti dan tujuan daripada ISM Code melalui Safety Management System
oleh perwira senior yang berkompeten. Selama safety meeting berlangsung para
personil dapat memberikan keluhan-keluhan mengenai lemahnya sistem keselamatan
diatas kapal, namun mereka juga diharuskan memberikan masukan yang positif
untuk kemajuan manajemen keselamatan diatas kapal MT Griya Asmat.
b.
Pemutaran film atau video yang berisi mengenai praktek
Sistem Manajemen Keselamatan juga sangat mendukung dalam rangka usaha
meningkatkan peranan SMS diatas MT Griya Asmat, karena secara langsung personil
kapal dikenalkan maksud dan tujuan adanya manajemen keselamatan diatas kapal.
Disamping itu, selama pemutaran video perwira juga menjelaskan arti masing
prosedur kerja kedalam bahasa Indonesia sehingga para personil kapal lain dapat
memahami dengan seksama dan mudah untuk mencerna maksud dan tujuan sebuah
manajemen keselamatan dikapal. Pemutaran video lebih efisien dilakukan diatas
kapal dibandingkan dengan yang dilakukan didarat atau perusahaan pelayaran.
c.
Terjemahan mengenai checklist dan prosedur kerja dirungan
berbahaya juga sangat efektif untuk mensosialisasikan SMS, para personil kapal
dapay memahami dan mengerti poin-poin yang ada dalam checklist dan prosedur
kerja tanap adanya hambatan-hambatan karena sudah diterjemahkan kedalam bahasa
yang lebih mudah yaitu bahasa Indonesia.
4.
Seleksi pengawakan yang diperketat.
Ini merupakan tanggung jawab perusahaan untuk melakukan pengawakan yang
sesuai atanda STCW 1995. Kapal akan menghasilkan sebuah manajemen kerja yang
baik dan menguntungkan apabila awak kapal tersebut mempunyai kemampuan dan
keterampilan yang standar. Seleksi juga harus meliputi kemampuan berbahasa
inggris mengingat semua manual book diatas kapal disajikan dalam bahasa inggris
yang semuanya tidak mungkin diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.


Komentar
Posting Komentar