OPTIMALISASI KUALITAS PERSONIL JAGA DI ANJUNGAN AGAR TERJAMIN KESELAMATAN JIWA DI ATAS KAPAL MT. CATUR SAMUDRA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini
sarana transportasi merupakan sarana yang amat dibutuhkan sebagai sarana
penghubung dari satu pulau ke pulau lain, dari negara satu ke negara lain, dan
dari benua ke benua lain. Transportasi melalui laut merupakan sarana yang amat
mudah sebagai sarana pengantar barang maupun manusia ke tempat tujuan. Dan
salah satu yang menunjang akan keselamatan kapal, muatan, dan seluruh awak
kapal pada saat kapal sedang berlayar adalah tidak lepas dari tanggung jawab para
personil selama melaksanakan tugas jaga di anjungan.
Mungkin masih belum lepas dari ingatan kita, betapa ngerinya petaka yang
menimpa penumpang KMP (Kapal Motor Penumpang) Senopati. Puluhan orang terkurung
di kapal sebelum menyelamatkan diri, meskipun akhirnya banyak juga yang harus
kehilangan nyawa. Itu baru sebuah contoh kasus. Masih banyak lagi kecelakaan
kapal laut yang berbuntut jatuhnya banyak korban jiwa yang salah satunya
disebabkan kelalaian saat melaksanakan tugas jaga, contohnya tubrukan antar kapal.
Kita bisa ambil contoh
kecelakaan yang terjadi di Kapal titanic akibat menabrak gunung es,
bagaimana kapal titanic tenggelam yang menabrak gunung es, sehingga merenggut
hampir 1500 penumpang didalamnya akibat dari kelengahan selama melaksanakan tugas
jaga.
Banyak
terjadi kecelakaan di atas kapal pada saat kapal sedang berlayar akibat dari
kelengahan sewaktu melaksanakan tugas jaga. Kegagalan dalam menanggulangi suatu
kecelakaan karena kelalaian atau kurangnya kesadaran akan tanggung jawab selama
melaksanakan tugas jaga ketika kapal sedang berlayar seharusnya tidak perlu
terjadi. Masalah ini tentunya menjadi perhatian utama para pelaku bisnis
pelayaran juga International Maritime Organization (IMO) yang berkedudukan
sebagai sebuah organisasi maritim internasional dibawah Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertanggung jawab dalam bidang ini sesuai dengan
misinya yaitu “Safer
Shipping Cleaner
Ocean ”.
Karena semua tanggung jawab di atas anjungan pada saat kapal sedang
berlayar dipegang oleh personil yang pada saat itu berdinas jaga. Maka dengan
alasan tersebut skripsi ini mengambil judul :
“ OPTIMALISASI KUALITAS PERSONIL JAGA DI ANJUNGAN AGAR
TERJAMIN KESELAMATAN JIWA DI ATAS KAPAL MT. CATUR SAMUDRA “
B. TUJUAN DAN
KEGUNAAN PENELITIAN
1.
Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian dengan cara mengumpulkan data melalui
beberapa media adalah :
untuk mengetahui penyebab kurang disiplinnya para personil jaga di
anjungan.
2. Manfaat penelitian
Pada penelitian ini akan dipaparkan beberapa manfaat dari penelitian
diatas. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
“Sebagai
sumbangan pemikiran tentang bernavigasi yang baik pada saat melaksanakan tugas
jaga di anjungan”
C. PERUMUSAN
MASALAH
Permasalahan yang diambil dalam skripsi ini di dasari
oleh pengamatan dan fakta yang terjadi pada saat penulis menjalani proyek laut
di atas kapal, hal ini sangat erat kaitannya dengan tugas dinas jaga diatas
kapal, maka dapatlah di susun beberapa perumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana meningkatkan disiplin para personil jaga
dalam melaksanakan tugas jaga di anjungan.
2.
Waktu istirahat bagi ABK yang masih kurang sehingga
menyebabkan kelelahan pada saat jaga.
3.
Informasi yang kurang pada saat melaksanakan
pergantian jaga.
D. PEMBATASAN MASALAH
Mengingat terlalu banyaknya masalah
yang akan timbul maka penulis membatasi ruang lingkup masalah skripsi ini dan
dalam penulisan hanya membahas mengenai kurang disiplinya para personil jaga dalam
melaksanakan tugas jaga di anjungan. Adapun temuan-temuan masalah yang telah
dialami selama menjalani praktek laut diatas kapal MT. Catur Samudra.
E.
SISTEMATIKA
PENULISAN
Untuk dapat mempermudah dan memahami isi
dari skripsi ini agar tidak terjadi kesalahan dalam penyusunan, maka skripsi
ini akan disajikan dalam beberapa bab dan tiap bab akan dibagi sub bab yang
saling berkaitan sehingga dapat mempermudah pembaca untuk memahami isi dari
skripsi ini, adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB
I : PENDAHULUAN
Pada
bab ini menjelaskan tentang latar belakang penulisan judul, tujuan dan kegunaan
penelitian, perumusan masalah, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan
skripsi.
BAB
II : LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan
tentang teori yang terkait dengan masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka
pemikiran mengenai masalah yang timbul diatas kapal MT. Catur Samudra
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini
menjelaskan tentang waktu dan tempat penelitian, teknik pengumpulan data, serta
teknik analisis yang menerangkan tentang metode yang digunakan untuk
menganalisa data yang diperoleh.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang hasil dari
penelitian dengan teori yang ada sampai (Deskripsi data), alternatif pemecahan
masalah serta evaluasi dari pemecahan masalah tersebut.
BAB V : PENUTUP
Merupakan bab
penutup yang berisikan kesimpulan dari penyebab timbulnya masalah serta
pemecahan masalahnya, dan saran-saran sebagai petunjuk untuk mengatasi masalah
dan kendala-kendala yang ditemui.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam dunia pelayaran sebuah kondisi yang aman sangat diharapkan oleh semua
pihak. Apalagi kapal sebagai tempat dimana terdapat muatan, awak kapal, dan
kapal itu sendiri tentunya. Agar selama dalam pelayaran para personil yang
sedang melaksanakan tugas jaga dapat melaksanakan tugas jaganya dengan baik,
maka pihak yang melaksanakan tugas jaga harus benar-benar memahami dan memiliki
rasa tanggung jawab akan keselamatan muatan, awak kapal, dan kapal itu sendiri
agar bisa sampai ke pelabuhan tujuan dengan aman. Kejadian kecelakaan laut
tidak hanya menimpa kapal tenggelam saja, kapal kebakaran, dll, tapi banyak
juga karena tabrakan antar kapal.
Tabrakan kapal merupakan kejadian yang sangat serius dan menjadi peristiwa
yang amat mengerikan dan akan merenggut banyak jiwa dan harta benda. Sebagian
dari kecelakaan kapal dilihat penyebabnya menunjukkan dominasi kesalahan
manusia ( Human Error ).
Banyaknya kecelakaan-kecelakaan yang terjadi akhir-akhir ini. Penyelidikan
terhadap insiden-insiden ini jelas mengharuskan organisasi anjungan merupakan
kebutuhan yang mutlak. Disiplin, keahlian,
prosedur dan organisasi jaga yang kuat di anjungan benar-benar mutlak
diperlukan.
Menurut T. Hani Handoko ( 208 – 209 ), Disiplin
adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar – standar organisasional. Ada dua tipe
kegiatan pendisiplinan, yaitu preventip dan korektip.
1.
Disiplin
preventip adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar
mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan – penyelewengan
dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di
antara para karyawan. Dengan cara ini para karyawan menjaga disiplin diri
mereka bukan semata – mata dipaksa manajemen.
2.
Disiplin
korektip adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran
terhadap aturan – aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran –
pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektip sering berupa suatu bentuk hukuman
dan disebut tindakan pendisiplinan. Sebagai contoh, tindakan pendisiplinan bisa
berupa peringatan atau skorsing. Maksud
pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan diwaktu yang akan dating
bukan menghukum kegiatan dimasa lalu. Pendekatan negatip yang bersifat menghukum biasanya
mempunyai berbagai pengaruh sampingan yang merugikan, seperti hubungan
emosional terganggu, apati atau kelesuan, dan ketakutan pada penyelia. Berbagai
saran tindakan pendisiplinan, secara ringkas adalah sebagai berikut :
a.
Untuk memperbaiki pelanggar
b.
Untuk menghalangi para karyawan yang lain melakukan
kegiatan – kegiatan yang serupa.
c.
Untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap
konsisten dan efektip.
Bentuk tindakan pendisiplinan yang terakhir adalah pemecatan. Tindakan ini
sering dikatakan sebagai kegagalan manajemen dan departemen personalia, tetapi
pandangan tersebut tidak realistik. Tidak ada manajer maupun karyawan yang
sempurna, sehingga hampir pasti ada berbagai masalah yang tidak dapat
dipecahkan. Kadang – kadang lebih baik bagi seseorang karyawan untuk pindah
bekerja di perusahaan lain. Bagaimanapun juga, organisasi mempunyai batas
kemampuan yang dapat dicurahkan untuk mempertahankan seseorang karyawan jelek.
Menurut
E.W. Manikome (161) “Dengan organisasi anjungan, perusahaan memaksudkan
kerja sama dan pembagian tanggung jawab yang ada diantara perwira dek, anjungan
dan pengawasan. Perusahaan mengharapkan semua perwira dek memberikan yang
terbaik dalam melaksanakan tugas di anjungan dengan disiplin yang tinggi”.
Menurut
aplikasi “Standard on Training Certification And Watchkeeping For Seafarers
(STCW – 1978)” Standard Pelatihan, Sertifikasi dan Jaga Laut Para Pelaut,
susunan para personil jaga yaitu :
1.
Susunan Personil Tugas Jaga harus pada setiap waktu
memadai dan tepat untuk keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi yang ada, dan harus
memperhitungkan kewajibannya untuk memelihara suatu pengawasan yang tepat dan
efektif.
2.
Ketika memutuskan susunan Personil Tugas Jaga di
anjungan, termasuk penentuan pelaut-pelaut (Deck Ratings). Faktor-faktor
berikut harus diperhitungkan :
a.
Keharusan untuk memastikan agar anjungan tidak pernah
ditinggalkan.
b.
Keadaan cuaca, daya tampak, dan apakah dalam keadaan
terang atau gelap.
c.
Perkiraan bahaya-bahaya laut yang mungkin memerlukan
perwira atau jurumudi yang bertanggung jawab terhadap penjagaan tambahan (extra watchkeeping)
d.
Periksa dan gunakan alat-alat Bantu navigasi seperti
radar atau peralatan elektronik lainya untuk menentukan posisi kapal.
e.
Apakah kapal itu memiliki kemudi otomatis.
Para Nakhoda dapat
menerbitkan instruksi jaga yang bersifat tetap (Standing Order) yang dilengkapi
dengan sebuah buku perintah malam. Tapi dalam pelaksanaanya diharapkan agar
para perwira jaga tidak ragu-ragu melakukan tindakan yang tepat sesuai dengan
apa yang mereka lakukan.
Menurut
Kartini Kartono (1991 : 224) Komunikasi ialah : kapasitas
individu atau kelompok untuk menyampaikan persasaan, fikiran dan kehendak
kepada individu dan kelompok lain. Yang perlu diperhatikan pada komunikasi
ialah : teknik komunikasi. Teknik
komunikasi ialah : tatacara hubungan yang efisien – baik melalui penggunaan
alat-alat komunikais maupun tidak – dengan semua unsure yang saling melibatkan
diri dalam satu unit sosial.
Kebugaran selama melaksanakan tugas jaga amatlah penting, karena dengan
kondisi badan yang fit tanpa mengalami kelelahan dapat membawa seseorang
berfikir lebih jernih sehingga proses selama menjalani tugas jaga dapat ia
laksanakan dengan baik.
Dalam hal efisiensi kerja Dr. Kartini Kartono (1994 : 57) berpendapat bahwa untuk mencapai efisiensi kerja dapat
dilakukan dengan dua langkah, meliputi perbaikan saran fisik, yaitu :
Kebugaran untuk bertugas
1.
Menghilangkan gerakan-gerakan yang tidak efisien dan
berlebihan
2.
Oleh kelelahan, orang menjadi tidak efisien. Kelelahan
dianggap “memuncaknya” kondisi fisiko-khemis dari tubuh yang diakibatkan oleh
produksi-produksi racun khemis yang berlebihan, sehingga orang harus
beristirahat.
Adapun
menurut STCW 1995 Bab VIII Section B, mengatur tentang Pedoman yang berkaitan
dengan tugas jaga, yaitu :
Pencegahan
Kelelahan.
1.
Dalam memperhatikan persyaratan-persyaratan untuk
periode istirahat “suatu kegiatan yang mendesak” harus diartikan hanya untuk
pekerjaan kapal yang tidak dapat ditunda-tunda, demi keselamatan atau karena
alasan-alasan lingkungan, atau yang tidak dapat diantisipasi di awal pelayaran.
2.
Meskipun untuk “kelelahan” tidak ada definisi yang
seragam, tetapi setiap orang yang terlibat di dalam pengopersian kapal harus
selalu waspada terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
kelelahan tersebut termasuk (tetapi tidak terbatas pada) faktor-faktor yang
disebutkan oleh organisasi, yang harus dipertimbangkan jika membuat
keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pengoperasian kapal.
3.
Dalam menerapkan Peraturan VIII/I, hal-hal berikut
harus diperhatikan:
a.
Ketentuan-ketentuan yang dibuat untuk mencegah
kelelahan, harus menjamin bahwa jam kerja yang berlebihan atau tidak masuk
akal, tidak akan diterapkan. Periode-periode istirahat minimum yang ditetapkan
di dalam Section A-VIII / I secara khusus, tidak boleh diartikan bahwa jam-jam
kerja yang selebihnya dapat dicurahkan pada tugas jaga atau tugas-tugas lain.
b.
Frekuensi dan jam periode istirahat, serta pemberian
waktu istirahat tambahan sebagai kompensasi, adalah merupakan faktor-faktor
materi yang mencegah terjadinya kelelahan.
c.
Ketentuan-ketentuan dalam hal ini bervariasi untuk
kapal-kapal yang melakukan pelayaran–pelayaran pendek, asalkan pengaturan
keselamaatan tetap diterapkan.
4.
Pemerintah harus mempertimbangkan penerapan suatu
persyaratan yang mencatat jam-jam istirahat bagi para pelaut,dan
catatan-catatan semacam ini harus diperiksa oleh pemerintah yang bersangkutan
secara berkala, guna menjamin kepatuhan terhadap peraturan yang berkait.
5.
Berdasar pada informasi yang diperoleh dari
penyelidikan kecelakaan-kecelakaan laut. Pemerintah harus selalu meninjau
kembali ketentuan-ketentuan yang diberlakukanya sendiri, yang berkaitan dengan
pencegahan kelelahan.
Sistem penjagaan harus sedemikian rupa sehingga efisinsi para perwira jaga
dan pelaut-pelaut jaga dek (Deck Ratings) dan jaga mesin tidak terganggu karena
kelelahan. Tugas-tugas harus diatur sedemikian rupa agar tugas jaga pertama
pada permulaan suatu pelayaran (voyage) dan pengganti tugas-tugas jaga
berikutnya diberi istirahat yang cukup dan yang sebaliknya sehingga tetap bugar
untuk bertugas.
Sesuai Bab VIII Section A – STCW 1995 tentang standar
tugas jaga adalah sebagai berikut :
1.
Semua orang yang ditunjuk untuk menjalankan tugas
sebagai perwira yang melaksanakan suatu tugas jaga atau sebagai bawahan yang
ambil bagian dalam suatu tugas jaga, harus diberi waktu istirahat paling
sedikit 10 jam setiap periode 24 jam.
2.
Jam-jam istirahat ini hanya boleh dibagi paling banyak
menjadi 2 periode istirahat, yang salah satunya paling tidak kurang dari 6 jam.
3.
Persyaratan untuk periode istirahat yang diuraikan
pada paragraph 1 dan paragraph 2 di atas, tidak harus diikuti jika berada dalam
situasi darurat atau situasi latihan, atau terjadi kondisi-kondisi operasional
yang mendesak.
4.
Meskipun adanya ketentuan di dalam paragraf 1 dan
paragraph 2 di atas, tetapi metode minimum 10 jam tersebut dapat dikurangi
menjadi paling sedikit 6 jam berturut-turut, asalkan pengurangan semacam ini
tidak lebih dari 2 hari, dan paling sedikit harus ada 70 jam istirahat selama
periode 7 hari.
5.
Pemerintah yang bersangkutan harus menetapkan agar
jadwal-jadwal jaga ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat.
Tabel 1.
Daftar Tugas jaga
Regu
|
Jam Jaga
|
Nama Jaga
|
Petugas Dek
|
Petugas
Kamar Mesin
|
I
|
04.00-08.00
16.00-20.00
|
Jaga Subuh
Jaga Sore
|
Mualim I
+ Jurumudi
|
Masinis I
+ Oiler
|
II
|
08.00 – 12.00
20.00 – 24.00
|
Jaga pagi
Jaga Malam
|
Mualim III
+ Jurumudi
|
Masinis III
+ Oiler
|
III
|
12.00 – 16.00
00.00 – 04.00
|
Jaga Siang
Jaga Tugas Malam
|
Mualim II
+ Jurumudi
|
Masinis II
+ Oiler
|
Menurut
STCW 1978 Amandement 1995 tentang “Watch Keeping Deck” Dinas Jaga 2001.
(IMO,2001;5), yaitu :
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan
sebelum Jaga.
1.
Mempelajari alur pelayaran dan keadaan cuaca untuk
mengetahui lebih dulu apa yang akan dijumpai nanti selama jaga, agar tidak
terlalu sering melihat peta waktu jaga.
2.
Memeriksa dan mempelajari dengan seksama buku perintah
Nahkoda dan sesuaikan segala sesuatunya dengan yang diserah terimakan oleh
petugas jaga sebelumnya.
3.
Tiba dianjungan minimal 5 menit sebelum waktu
pergantian dan menerima jaga dengan memahami semua catatan dan perhatian yang
belum dibuat oleh Perwira jaga sebelumnya, pada waktu malam hari, datanglah
keanjungan lebih dulu untuk menyesuaikan penglihatan mata dalam kegelapan.
Persiapan-persiapan
jaga di Anjungan, Perwira jaga harus menyiapkan dirinya sendiri untuk penjagaan
itu, dengan memikirkan bahwa persiapan sebelumnya yang tepat mencegah kinerja
yang buruk (E.W. Manikome 143-146)
Perwira jaga harus membaca dan menandatangani
perintah-perintah jaga sebelum jaga pertamanya, berada di ruang peta paling tidak
20 menit sebelum jaga, dan mengenal peta yang akan digunakan. Jika tugas jaga
itu malam hari, perwira jaga harus membaca serta menandatangani perintah malam
dan memungkinkan waktu untuk penyesuaian penglihatan malam. Pergantian jaga
harus lengkap sebelum hal itu diulangi, hal ini secara resmi mentrasfer jaga.
Harus ada daftar periksa (check list) dimana para perwira yang bertugas dan
menggantikan harus menandatanganinya.
Adapun
contoh daftar check list seperti tercantum dibawah ini.
Tabel 2
Daftar Check List Tugas Jaga
CHECK LIST PERGANTIAN TUGAS JAGA
|
||
Tanggal :
……………. … Waktu : ……………….. Port : ……………………
|
||
1
|
Standing
orders, instruksi Nakhoda tambahan dan peringatan-peringatan navigasi
lainnya.
|
…….
|
2
|
Posisi,
haluan, kecepatan, dan draft kapal
|
……..
|
3
|
Baringan yang
dilukis di peta di perairan pantai selama masa bertugas jaga
|
........
|
4
|
Air-air pasang
yang ada dan diperkirakan cuaca saat ini dan yang diperkirakan, kejelasan
pandangan (Visibility)
|
…….
|
5
|
Kondisi
operasi dari semua peralatan navigasi dan keselamatan alat-alat di anjungan
termasuk radar, alat Bantu navigasi elektronik, course recrder dan VHF.
|
……..
|
6
|
Kesalahan gyro
dan kompas magnetis.
|
……..
|
7
|
Pergerakan
kapal di lingkungan itu yang bisa mempengaruhi kapal itu sendiri yang
diidentifikasikan di radar dan kejelasan pandangan.
|
……..
|
8
|
Identifikasi
lampu-lampu pantai, pelampung, dan lain-lain.
|
……..
|
9
|
Kondisi dan
bahaya-bahaya yang cenderung oditemukan selama jaga.
|
……..
|
10
|
Dampak-dampak
yang mungkin dialami akibat kemiringan, trim, squat, dan lain-lain pada dasar
kapal yang bebas (UKC- Underkeel Clearance).
|
……..
|
11
|
Semua anggota
jaga mampu melaksanakan tugas-tugas mereka.
|
…….
|
12
|
Penyesuaian
kejelasan pandangan.
|
…….
|
Ditanda tangani oleh : Ditanda tangani
oleh :
………………………… ……………………………. …………………………
…………………………….
Perwira pengganti Perwira yang
digantikan
|
Serah Terima Tugas Jaga
1.
Perwira
pengganti harus menjamin bahwa anggota-anggota tugas jaga yang membantunya,
sepenuhnya mampu menjalankan tugas-tugas khususnya, sehubungan dengan
penyesuaian diri dengan pandangan di malam hari. Perwira pengganti tidak boleh
mengambil alih tugas jaga sebelum daya pandangnya sepenuhnya telah menyesuaikan
dengan kondisi cahaya yang ada.
2.
Sebelum
mengambil alih tugas jaga, perwira pengganti harus mendapat kepastian tentang
posisi yang sebenarnya atau posisi duga kapal, serta harus mendapat kejelasan
tentang haluan dan kecepatan kapal, pengendalian UMS (Unmanned Machinery Space), dan harus mencatat setiap kemungkinan
bahaya navigasi selama tugas jaga.
3.
Perwira
pengganti harus memperoleh kepastian dalam hal :
a.
Perintah-perintah
harian dan petunjuk-petunjuk khusus lain dari Nahkoda, yang berkaitan dengan
navigasi.
b.
Posisi,
haluan, kecepatan dan syarat kapal.
c.
Gelombang
laut pada saat itu atau yang diperkirakan, arus laut, cuaca, jarak tampak dan
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap haluan dan kecepatan kapal.
d.
Prosedur-prosedur
penggunaan mesin induk untuk olah gerak, jika mesin induk berada dibawah
kendali anjungan.
e.
Situasi
navigasi, termasuk :
1)
Kondisi
operasional seluruh peralatan navigasi dan peralatan pengamanan yang sedang
digunakan atau yang mungkin akan digunakan selama tugas jaga.
2)
Kesalahan-kesalahan
kompas gyro dan kompas magnetik.
3)
Adanya
dan terlihatnya kapal-kapal lain atau adanya kapal-kapal lain yang tidak
terlalu jauh dari kapal sendiri.
4)
Kemungkinan
adanya efek-efek kemiringan, trim, berat jenis air dan squat terhadap jarak
lunas kapal dengan dasar laut.
4. Jika pada suatu saat perwira tugas jaga
navigasi harus diganti dalam keadaan sedang melakukan olah gerak atau tindakan
tertentu lain untuk menghindari setiap bahaya yang sedang mengancam, maka penggantian
tugas jaga ini harus ditangguhkan sampai tindakan atau olah gerak yang
bersangkutan telah selesai.
B. KERANGKA
PEMIKIRAN
Karena
pelaksanaan tugas jaga di anjungan membutuhkan kedisiplinan dalam melaksanakan
tugas jaganya oleh para personil yang terlibat dalam pelaksanaan tugas jaga
tersebut maka berdasarkan kajian yang telah dibahas dibutuhkan standar - standar
prosedur yang baik dalam melaksanakan tugas jaga di anjungan, agar mendapatkan
hasil yang maksimal ketika pelaksanaan tugas jaga di anjungan. Dengan melihat
serta mambandingkan beberapa prosedur - prosedur yang baik dalam melaksanakan
tugas jaga di anjungan, diharapkan kendala - kendala dalam pelaksanaan tugas
jaga di anjungan bisa dikurangi. Sikap disiplin dalam melaksanakan tugas jaga
di anjungan adalah salah satu penunjang akan keselamatan jiwa diatas kapal. Bila
dilihat dari judul dan uraian tinjauan pustaka maka dibuat kerangka pemikiran
sebagai berikut.
|
||||
![]() |
||||

|
|


|
||||||||
|
||||||||
![]() |
||||||||
|
BAB III
METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
1. Waktu
Penelitian
Pada penulisan skripsi ini dilakukan pengkajian dengan menggunakan
fakta-fakta dari pengalaman juga pengetahuan yang telah dipadukan dari
permasalahan yang penulis lihat dan alami saat melaksanakan praktek berlayar
selama kurang lebih 12 bulan yang terhitung dari 13 September 2005 sampai 13 September 2006
diatas kapal MT. Catur Samudra, dimana kapal ini merupakan kapal tipe chemical tanker yang digunakan khusus untuk memuat methanol.
2. Tempat penelitian
Adapun tempat penelitian tentang kurang disiplinnya personil jaga dalam
melaksanakan tugas jaga di anjungan yang dilakukan ketika berada di atas kapal
MT. Catur Samudra dengan data - data kapal sebagai berikut :
Name of Vessel : MT. Catur Samudra
Call Sign : Y F B L
Nationality :
Indonesia
Port of Registry : Jakarta
Official Number :
1995 Ba No. 264/L
IMO Number :
9019547
Keel Laying :
July 17th , 1992
Place, Date of delivery :
Johor, March 30th, 1994
Ship’s Builder :
Malaysia Shipyard Engineering
Ship’s Owner : PT. HUMPUSS Intermoda Transportasi Tbk.
Ship’s Operate : PT. HUMPUSS Intermoda Transportasi Tbk.
Type :
Chemical Tanker IMO Type II
Classification : BKI & DNV
L O A :
100.00 m
L B P :
93.50 m
Breadth Moulded :
19.52 m
Depth Moulded :
09.00 m
Draft ( Loaded ) : 05.50 m
Draft ( Light ) :
02.50 m
Hight from keel :
32.20 m
Hight from water line :
29.70 m
Gross Tonnage :
4,437.00 Tons
Netto Tonnage :
1,425.00 Tons
D W T :
5,500.00 Tons
Light Ship :
2,254.39 Tons
Carrying Capacity :
6,251.862 CuM Methanol 90 %
6,946.558 CuM Methanol 100 %
Fuel Oil Tank Capacity 100 % : 643.00 Tons
Fresh Water Tank Capacity :
238.00 Tons
Ballast Tank Capacity :
3,138.00 Tons
Main Engine :
Stork Wartsila 4 Stroke 6SW280 6
Cylinders
Max
Output 2,088 BHP At 900 Rpm
Speed :
11 Knots
MFO Daily
Consumption At Sea : 7.50 Tons
MDO Daily
Consumption At Sea : 1.30 Tons
A / E
Daily Consumption At Sea : 2.00 Tons
B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dengan menyadari
bahwa data dan informasi yang lengkap, objektif dan dapat dipertanggung
jawabkan sangat diperlukan agar dapat diolah dan disajikan menjadi suatu
gambaran dan pandangan yang dapat membantu dalam penyusunan skripsi ini. Dalam
hal ini dilakukan pengumpulan data dan informasi dengan menggunakan teknik
sebagai berikut :
1.
Observasi
Pengumpulan
dan informasi dengan menggunakan teknik observasi artinya secara langsung
mengamati dan meneliti objeknya. Observasi dilakukan pada saat menjalani proyek
laut di atas kapal MT. Catur Samudra dan pada saat melaksanakan tugas jaga di
anjungan. Dalam teknik observasi ini obyek yang diamati oleh penulis adalah :
a.
Pelaksanaan tugas jaga di anjungan
b.
Persiapan-persiapan yang dilakukan sebelum
melaksanakan serah terima pada saat berdinas jaga di anjungan
c.
Kesiapan fisik personil jaga ketika melaksanakan tugas
jaga di anjungan.
2.
Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang juga
digunakan oleh penulis dengan cara berkomunikasi atau bertanya langsung kepada
pihak-pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan dinas jaga di anjungan diatas
kapal MT. Catur Samudra. Metode wawancara ini cukup efektif untuk mendapatkan
penjelasan yang lebih rinci mengenai kronologis beberapa kejadian atau banyak
hal yang tidak dipahami sehubungan dengan topik yang akan dibahas, diantaranya
tentang mengapa Juru mudi terlambat datang pada saat jaga sedangkan pada saat
itu dia sendiri telah dibangunkan 30 menit sebulum jaga oleh kadet.
Penulis mewawancarai personil jaga, sehinga didapat
data-data yang dapat dijadikan bahan perbandingan terhadap pengamatan penulis.
Diantaranya perwira jaga pada saat itu,2 kadet dek ( 1 dari STIP Jakarta dan 1
dari AMI Jakarta ) dan 3 orang jurumudi.
C. TEKNIK ANALISIS
Dalam pembahasan skripsi ini
digunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menganalisis
data-data berupa temuan yang didapat dilapangan dengan teori-teori yang relevan
dengan masalah yang diteliti, sehingga ditemukan penyebab timbulnya masalah.
Kemudian dipaparkan pemecahan masalah tersebut berdasarkan teori-teori dari
berbagai sumber.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
DESKRIPSI DATA
Pada saat melakukan
praktek laut diatas kapal
MT. Catur Samudra selama
kurang lebih 12 bulan. Dalam melakukan praktek laut penulis mengadakan
penelitian-penelitian yang berhubungan dengan masalah melaksanakan dinas jaga diatas
kapal.
Dalam hal ini penulis
memfokuskan kepada personil – personil jaga mengenai prosedur pelaksanaan tugas jaga di anjungan
dalam menciptakan keselamatan jiwa di atas kapal. Dari penelitian yang ada
penulis mendapatkan temuan - temuan penelitian sebagai berikut :
1.
Pada saat menjalani praktek laut, yaitu pada
pertengahan bulan Februari 2005, kapal MT. Catur Samudra sedang berlayar dari
pelabuhan muat di KMI ( Kaltim Methanol Industri ) Terminal Bontang menuju pelabuhan bongkar di Nanthong ( China ). Pada
saat pergantian jaga dari mualim dua yang berdinas jaga pukul 00.00 – 04.00
dengan mualim satu yang berdinas jaga pukul 04.00 – 08.00, waktu itu posisi
kapal sedang dalam TSS menuju pelabuhan bongkar
di Nanthong dan ada kapal tunda yang sedang menunda
tongkang yang bermuat kayu yang akan memotong TSS dari sebelah kanan lambung
kapal MT. Catur Samudra. Dengan melihat lampu putih tiga sejajar dari kapal
tunda tersebut dapat di indentifikasi bahwa kapal tersebut jaraknya kurang dari
6 Nautical Miles. Untuk lebih memastikannya pada saat itu mualim dua mengeceknya
melalui radar dan ternyata jarak dari kapal MT. Catur Samudra ke kapal tunda
tersebut adalah 5,5 Nautikal Mile. Pada saat mualim dua serah terima jaga
dengan mualim satu dengan menunjukkan keadaan – keadaan sekitar dan memberitahu
bahwa ada kapal tunda yang akan memotong didepan haluan yang jaraknya masih 5,5
Nautical Miles lagi. Mungkin karena mualim satu tersebut belum dalam keadaan
sadar karena masih ngantuk, dia hanya membilang “ iya “ kepada mualim dua dan
langsung duduk pada kursi tanpa memperhitungkan hal sekitar. Ketika itu kapal tunda
yang posisinya bersilangan dengan kapal MT. Catur Samudra telah tampak lampu
lambungnya berwarna merah, ketika kadet mengeceknya di radar ternyata kapal
tunda tersebut telah berjarak 3.0 Nautikal Mile, sehingga pada saat itu juga
kadet langsung melaporkannya kepada mualim satu. Pada saat itu jika salah satu
kapal tidak merubah haluan maka akan dapat mengakibatkan bahaya tubrukan dan titik
terdekat yang ditunjukkan oleh radar telah menunjukkan angka nol ( 0 ). Pada
saat itu kapal MT. Catur Samudra sudah melakukan komunikasi dengan kapal tunda
tersebut tetapi tidak ada ada respon dan ketika kapal sudah saling mendekat,
dimana seharusnya kapal MT. Catur Samudra merubah haluan kekanan untuk mengambil
buritan kapal tunda tersebut seperti yang terlampir dalam aturan P2TL aturan 15
yaitu tentang posisi bersilangan dimana “Jika
dua buah kapal tenaga sedang berlayar dengan haluan saling menyilang sehingga
dapat menimbulkan bahaya tubrukan, maka kapal yang mendapatkan kapal lain pada
lambung kanannya, harus menyimpang dan
jika keadaan mengijinkan harus menghindari untuk memotong di depan kapal lain”.
Tapi apa yang terjadi mualim satu yang baru saja naik ke anjungan dan masih
dalam kondisi mengantuk memberikan perintah kepada jurumudi untuk merubah
haluan kekiri. Setelah jurumudi amati dengan cermat, jika kapal merubah haluan
kekiri maka kapal akan bertabrakan dengan kapal tunda tersebut. Akhirnya jurumudi
memberitahu mualim satu tersebut, bahwa kapal akan mengalami tubrukan jika
merubah haluan kekiri, karena kapal akan bertemu antar haluan dengan kapal
tunda. Mualim satu lalu memperhatikan dengan seksama posisi kapal dan posisi
kapal tunda tersebut, ternyata apa yang
diberitahu oleh jurumudi benar, kapal dapat bertubrukan dengan kapal tunda
tersebut jika merubah haluan kekiri. Akhirnya dengan cepat mualim satu
memberikan perintah kepada jurumudi untuk cikar kanan mengambil buritan kapal
tunda tersebut.
2.
Ketika kapal sedang melakukan pelayaran menuju
pelabuhan muat di Bunyu ( Kalimantan Timur ), waktu itu sedang pergantian tugas
jaga dari Mualim tiga yang berdinas jaga pukul 20.00 - 00.00 dengan Mualim dua
yang berdinas jaga pukul 00.00 - 04.00. Ketika 10 menit sebelum pergantian jaga Mualim dua
bersama cadet sudah berada di anjungan sedangkan jurumudi belum datang, setelah
ditunggu – tunggu hingga pukul 00.15 jurumudi tersebut baru naik ke anjungan.
Padahal setengah jam sebelum pergantian tugas jaga jurumudi tersebut sudah
diberi tahu oleh cadet untuk persiapan menjelang jaga. Ternyata jurumudi
tersebut tertidur lagi, sehingga telat naik ke anjungan.
3.
Ketika menjelang pergantian jaga antara Mualim satu
yang berdinas jaga pukul 16.00 – 20.00 dengan mualim tiga yang berdinas jaga
pukul 20.00 – 00.00. Pada saat serah terima jaga Mualim satu hanya
memberitahukan bahwa haluan yang dikemudikan oleh kapal adalah “ 135 0
“ dan keadaan sekitar aman – aman saja. Kemudian dia langsung meninggalkan anjungan
sedangkan dalam waktu itu radar masih dalam keadaan “ on “ dan mualim tiga yang
baru naik tidak tahu sudah berapa jam radar tersebut sudah digunakan dan
setelah di cek dalam radar log book ternyata mualim satu lupa mengisinya.
Untungnya pada saat itu kadet masih berada dianjungan dan mualim tiga langsung
menanyakannya kepada kadet.
B. ANALISIS DATA
Tujuan
utama dari pelaksanaan tugas jaga di anjungan adalah salah satu bentuk upaya
akan keselamatan jiwa di atas kapal terutama ketika kapal sedang melakukan
pelayaran. Oleh karena itu diperlukan cara – cara atau prosedur - prosedur yang
baik dalam pelaksanaan tugas jaga di anjungan. Tapi walaupun demikian masih
banyak terjadi kecelakaan - kecelakaan yang terjadi akibat dari kelengahan
sewaktu melaksanakan tugas jaga di anjungan. Karena alasan di atas sangat
diperlukan analisa atas tidak optimalnya pelaksanaan tugas jaga di atas
anjungan, sehingga didapatkan beberapa faktor penyebabnya. Agar tidak terjadi
seperti hal di atas maka faktor – faktor penyebab tersebut harus dapat
diminimalisasi dan dalam setiap pelaksanaan tugas jaga harus dikoreksi dan
distandarkan untuk mencari pemecahannya.
Untuk
mendapatkan pelaksanaan tugas jaga yang maksimal, standar - standar prosedur
pelaksanaan tugas jaga sudah ditetapkan sesuai dengan STCW 1978 amandemen 1995.
Menurut aturannya semua orang yang ditunjuk dalam melaksanakan tugas jaga di
anjungan harus di beri waktu istirahat minimal 10 jam setiap periode 24 jam,
jam - jam istirahat boleh di bagi menjadi 2 periode istirahat, dimana setiap periode
tidak boleh kurang dari 6 jam. Aturan tersebut boleh tidak dilakukan jika dalam
situasi darurat, situasi latihan, atau kondisi operasional yang mendesak.
Metode minimum 10 jam tersebut boleh dikurangi menjadi 6 jam berturut - turut
asalkan tidak lebih dari 2 hari, dan paling sedikit harus ada 70 jam waktu
istirahat dalam satu minggu. Tapi setelah dilakukan analisa pada kejadian
pertama ditemukan bahwa pelaksanaan tugas jaga di anjungan tidak sesuai dengan
standar tugas jaga di anjungan yang telah ditetapkan oleh STCW 1978 amandemen
1995, yaitu terjadi ketika mualim satu masih dalam keadaan mengantuk sewaktu
melaksanakan tugas jaga di anjungan.
Prosedur
- prosedur sebelum melaksanakan tugas jaga juga harus diperhatikan, dan
standar-standar tersebut telah dijelaskan pada STCW 1978 amandemen 1995 tentang
“ Watchkeeping Deck ”. Menurut
aturannya semua orang yang telah ditunjuk dalam melaksanakan tugas jaga di atas
anjungan lebih dahulu mempelajari alur dan keadaan cuaca sekitar, memeriksa
serta mempelajari apabila ada buku perintah Nakhoda ( Master Standing Order ) dan innstruksi – instruksi lain kemudian
menanda - tangani, mencatat peringatan – peringatan navigasi dan perkiraan
cuaca. Tiba di anjungan minimal 5 menit sebelum pergantian tugas jaga. Setelah
diperhatikan dan dianalisa pada kejadian kedua didapatkan bahwa jurumudi tidak
melaksanakan aturan-aturan tersebut yaitu ketika jurumudi telat naik ke atas
anjungan.
Sedangkan
prosedur pada saat melaksanakan serah terima tugas jaga telah dijelaskan juga pada
Perintah tetap anjungan ( Bridge Standing Order ) ( terlampir ). Menurut
aturannya pada saat melaksanakan serah terima jaga, perwira jaga harus
menginformasikan secara jelas kepada perwira pengganti mengenai catatan –
catatan di Master’s order book dan perintah verbal lainnya, posisi arah dan
kecepatan kapal, benda – benda target dan cahaya – cahaya yang terlihat,
pergerakan kapal – kapal lain disekitarnya, kondisi kerja semua alat dan alat
keamanan serta lampu – lampu navigasi serta pesan – pesan dari enginner dan
radio officer. Hal terjadi pada kejadian ketiga di dapatkan ketika serah terima
jaga antara mualim satu dengan mualim tiga yang tidak sesuai dengan apa yang
telah di tetapkan dalam Perintah tetap anjungan. Padahal Perintah tetap
anjungan ini telah ditempel dan terlihat jelas pada anjungan.
Setelah
melakukan analisa – analisa data di atas maka ditemukan penyebab – penyebab
tidak optimalnya pelaksanaan tugas jaga di anjungan dan penyebab tidak
optimalnya tugas jaga di anjungan tersebut yaitu :
1.
Kurangnya
waktu istirahat yang cukup, sehingga dalam pelaksanaan tugas jaga di anjungan
kondisi fisik menjadi tidak fresh.
Kurangnya
waktu istirahat sebenarnya bukan menjadi permasalahan pokok di atas kapal
karena standar-standar tentang pembagian waktu istirahat telah ditetapkan dalam
STCW 1978 amandemen 1995, tapi ternyata itu tidak menjamin untuk tidak adanya
masalah di atas kapal. Seperti contoh pada kejadian pertama di atas, dimana
mualim satu masih dalam keadaan mengantuk ketika melaksanakan tugas jaga di
anjungan, sehingga tidak kosentrasi ketika ada kapal tunda yang mau memotong di
depan haluan kapal. Dan harusnya hal itu bisa dicegah jika mualim satu
menggunakan waktu istirahat sebaik-baiknya karena apapun keadaannya kecelakaan
kapal adalah tanggung jawab para personil yang melaksanakan tugas jaga.
2.
Kurangnya peran aktif perwira jaga di atas anjungan.
Kebiasaan
yang sering dilakukan anak buah kapal khususnya jurumudi adalah tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik apabila atasan tidak mengadakan pengawasan
terhadap pekerjaan yang telah diberikan. Seperti yang terjadi pada kejadian
kedua dimana jurumudi telat naik ke atas anjungan untuk melaksanakan tugas
jaganya. Seharusnya hal ini bisa dicegah apabila perwira jaga sering melakukan
pengecekan terhadap personil yang melaksanakan tugas jaga di atas anjungan
serta memberikan teguran - teguran dan peringatan - peringatan kepada personil
jaga yang telat dalam melaksanakan tugasnya dan apabila memungkinkan seseorang
perwira dapat mengusulkan kepada nakhoda untuk membuat reward atau pemberian
penghargaan kepada anak buah kapalnya yang melakukan prestasi terbaik dalam
melaksanakan pekerjaannya sehari – hari di atas kapal, dan apabila terdapat
seorang anak buah kapal yang melakukan kesalahan seorang perwira harus dapat
bertindak tegas untuk memberi hukuman kepadanya.
Untuk tindakan dari Waskat ini seorang perwira dan nakhoda perlu
menerapkan langkah-langkah berikut terhadap ABK yang bekerja tidak baik serta
melakukan pelanggaran disiplin :
(a) Peringatan
lisan (verbal warning), setiap ABK yang melakukan pelanggaran kecil menerima
peringatan lisan dari nakhoda atau Mualim I dan memberitahukan tentang
kesalahannya. Jika ABK masih melakukan kesalahan yang sama dalam waktu
tertentu, mereka akan diberi hukuman yang lebih berat.
(b) Peringatan
tertulis (written warning), ABK yang melakukan pelanggaran serupa dalam waktu
tertentu, akan dikenakan peringatan tertulis dari Nakhoda. Peringatan ini
dicatat dalam buku catatan ABK. ABK diperingati agar jangan mengulangi
kesalahannya dalam jangka waktu tertentu. Jika masih melakukan pelanggaran akan
dikenakan hukuman yang lebih berat
(c) Penskoran
(suspension), ABK yang masih melakukan kesalahan mendapat peringatan. Daftar
catatan ABK tersebut akan dikirimkan keperusahaan dimana Nakhoda mengusulkan
agar ABK tersebut diturunkan jika masih melakukan kesalahan tersebut.
(d)
Pemberhentian
(discharge), ABK yang melakukan pelanggaran peraturan lebih dari satu kali
dalam jangka waktu tertentu akan diturunkan (sign
off).
3.
Kurangnya
informasi yang di dapat oleh mualim pengganti pada saat melaksanakan pergantian
jaga.
Untuk kasus ketiga pada deskripsi data, telah
disebutkan bahwa seorang mualim satu yang melakukan serah terima jaga kepada
mualim tiga yang tidak mengikuti prosedur – prosedur yang telah ditetapkan
sehingga pada saat itu mualim tiga yang baru naik untuk menggantikan mualim
satu bingung sudah berapa jam radar telah digunakan. Kejadian diatas sebenarnya
dapat diatasi dengan mematuhi prosedur – prosedur dalam melaksanakan dinas jaga
dan mualim yang akan melakukan serah terima jaga hendaknya mengisi cek list
pergantian jaga ( Changing Over The Watch ) ( Terlampir ) dan menandatangani
isi dari buku perintah nakhoda ( Master’s Standing Order ) sehingga perwira
jaga pada saat itu dapat melaksanakan tugas jaganya sesuai dengan prosedur.
C. ALTERNATIF
PEMECAHAN MASALAH
Karena
adanya ketidakmaksimalan dalam proses pelaksanaan tugas jaga di anjungan yang
di sebabkan oleh ketiga faktor diatas yaitu faktor waktu istirahat di atas
kapal, faktor pengawasan oleh perwira jaga pada saat melaksanakan tugas jaga di
atas kapal dan informasi kurang yang di dapat oleh perwira pengganti ketika
akan melaksanakan serah terima jaga, maka dicarilah alternatif pemecahan
masalahnya. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk memecahkan suatu
masalah yang terjadi di atas kapal MT. Catur Samudra.
Berikut ini beberapa alternatif
yang dilakukan dalam memecahkan masalah yang terjadi di atas kapal MT. Catur
Samudra adalah :
1.
Pengurangan jam kerja di atas kapal
Semua orang yang ditunjuk untuk menjalankan tugas sebagai perwira yang
melaksanakan suatu tugas jaga atau sebagai bawahan yang ambil bagian dalam
suatu tugas jaga harus diberi waktu istirahat paling sedikit 10 jam setiap
periode 24 jam. Tetapi metode tersebut dapat dikurangi menjadi paling sedikit 6
jam berturut – turut, asalkan pengurangan semacam ini tidak lebih dari 2 hari,
dan paling sedikit harus ada 70 jam istirahat selama periode 7 hari.
Pengurangan jam kerja juga bisa dilakukan dengan menambah persnilnya, contohnya
dengan menambah kadet untuk ikut peran serta dalam melaksanakan tugas harian
dikapal. Sehingga dengan adanya pengurangan jam kerja di atas kapal, setidaknya
menambah waktu istirahat bagi para personil yang terlibat jaga di atas
anjungan.
2.
Memberikan bimbingan dan penyuluhan dari perwira jaga
maupun Nakhoda kapal kepada seluruh awak kapal.
Dalam organisasi diatas kapal nakhoda sebagai manager dan perwira sebagai
wakil nakhoda dan bertanggung jawab dalam bernavigasi secara aman dengan
mentaati COLREG. Peran aktif para perwira dalam memberikan bimbingan dan
penyuluhan serta petunjuk - petunjuk praktis bagaimana melaksanakan dinas jaga
yang baik serta jenis – jenis pekerjaan yang menjadi tugas mereka
masing-masing, khususnya pembagian tugas jaga. Sebagai pemimpin kelompok,
Mualim diharapkan mempunyai kebijakan dalam mengambil keputusan antara lain :
a.
Mampu secara tegas menghukum personilnya apabila
melakukan kesalahan.
b.
Tidak memojokkan salah satu anggota kelompok kedalam
perselisihan yang lebih besar.
c.
Mampu secara aktif memberikan saran - saran dan petunjuk.
Pemimpin kelompok ( Mualim jaga ) berkewajiban membimbing, mengatur serta
mengarahkan anggota kelompok dengan memberikan rangsangan insentif positif
sehingga dapat membangkitkan suatu motivasi kerja serta tanggung jawab yang
tinggi dengan mematuhi nilai kaidah-kaidah yang sudah digariskan pemimpin
kapal.
3.
Melaksanakan prosedur serah terima jaga dengan benar.
Sebelum mengambil alih tugas jaga, perwira pengganti harus mendapat
kejalasan tentang posisi yang sebenarnya atau posisi duga kapal, dan harus
mendapat kejelasan tentang haluan dan kecepatan kapal, dan situasi navigasi
termasuk kondisi operasional seluruh peralatan navigasi dan peralatan pengaman
yang sedang digunakan atau yang mungkin akan digunakan selama tugas jaga.
4. Pemberian penghargaan ( reward )
/ hadiah dan hukuman kepada pada ABK.
Bagi awak kapal yang
melaksanakan pekerjaannya secara maksimal dan dengan penuh kedisiplinan, dapat
diberikan hadiah khusus dengan cara penilaian yang sesuai. Hal ini dapat
menambah semangat awak kapal dalam melakukan pekerjaannya sehari – hari diatas
kapal terutama dalam melaksanakan tugas jaganya di anjungan.
Sedangkan bagi awak kapal yang
melakukan kelalaian dan kecerobohan dalam melakukan pekerjaannya sehari - hari
di kapal, diberi hukuman yang mendidik. Misalnya pelarangan waktu pesiar saat
kapal sandar di pelabuhan. Hal ini dapat menjadi contoh bagi awak kapal yang
lain agar tidak melakukan kelalaian melaksanakannya tugasnya khususnya dalam
berdinas jaga di kapal.
5.
Mengadakan pengawasan dan pengontrolan dari pimpinan
kepada personil jaga anjungan.
Pengawasan adalah kegiatan pimpinan yang mengusahakan agar suatu pekerjaan
dan tanggung jawab ( khususnya tugas jaga di anjungan ) terlaksana dengan baik
dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Sebab bagaimanapun banyaknya rencana,
akan gagal sama sekali bilamana dalam pekerjaan tersebut tidak diikutkan suatu
pengawasan. Seorang pimpinan tentu mengharapkan agar pekerjaan yang dikerjakan
sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, untuk itu pimpinan yang baik harus
selalu melakukan pemeriksaan dan pengecekan. Bahkan bila perlu menghindari
sebelum terjadi kemungkinan adanya penyimpangan terhadap pekerjaan dan tanggung
jawabnya. Dan bila hal ini tejadi seorang pimpinan diharuskan menempuh langkah
perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu hal yang paling utama dibenahi adalah
manusianya. Jika manusia tersebut menyadari akan tanggung jawabnya, maka segala
sesuatu yang dikerjakannya dapat selesai tepat waktunya. Disiplin adalah salah satu
faktor yang sangat penting dalam melaksanakan suatu pekerjaan, juga sangat
diperlukan untuk menjamin suatu tugas yang sudah ditetapkan dan diberikan
secara tertib dan teratur.
D. EVALUASI ALTERNATIF PEMECAHAN
MASALAH
Dalam sub bab ini
akan diadakan evaluasi terhadap alternatif pemecahan masalah yang telah
dijabarkan pada sub bab sebelumnya. Setiap alternatif pemecahan yang ada akan
dievaluasi untuk memperoleh keuntungan dan masalah yang akan dihadapi, dan
dipilih alternatif yang paling sesuai untuk pemecahan masalah pada skripsi ini sehingga
menjadi standar dalam penyelesaian masalah yang terjadi di atas kapal MT. Catur
Samudra yaitu kurang disiplinnya para personil jaga diatas anjungan.
Dari berbagai macam alternatif pemecahan masalah yang
telah ada, maka pengawasan dan pengontrolan dari perwira jaga terhadap personil
jaga di atas anjungan adalah yang paling tepat untuk dilakukan. Dampak
positifnya yaitu karena dengan adanya pengawasan dari perwira jaga, maka para
personil jaga di atas anjungan merasa diawasi oleh pimpinan mereka dan membuat
bawahan itu respect kepada atasan mereka. Dampak negatifnya yaitu seseorang akan
merasa terkekang dengan pengawasan yang telah diterapkan diatas kapal.
Alternatif kedua adalah pemberian hadiah
sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan kedisiplinan awak kapal
mengenai penerapan prosedur dinas jaga dianjungan. Hadiah ini dapat diberikan
kepada awak kapal yang melakukan dinas jaga secara benar dan sesuai aturan.
Atau bila ada awak kapal yang berhasil mencegah terjadinya tubrukan seperti
yang diceritakan pada derkripsi data. Hadiah yang diberikan dapat berupa
pemberian penghargaan atau pemberian waktu istirahat yang lebih dari awak yang
lain untuk beberapa hari. Dengan hadiah ini maka motivasi awak kapal untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahamannya tentang prosedur dinas jaga serta masalah
kedisiplinan, akan meningkat dan terpacu untuk mendapat hadiah tersebut.
Begitu juga dengan pemberian hukuman.
Hukuman akan sangat efektif dalam meningkatkan motivasi awak kapal untuk
menambah pengetahuan dan pemahamannya tentang prosedur dinas jaga. Hukuman ini
dapat diberikan kepada awak kapal yang melakukan kelalaian dan kecerobohan
dalam berdinas jaga. Hukuman dapat berupa pelarangan pesiar pada saat kapal
sandar di pelabuhan. Atau dengan memberikan pekerjaan tambahan seperti
pembersihan toilet umum dan ruang cuci baju, selama beberapa waktu
berturut-turut. Dengan adanya hukuman ini, maka awak kapal yang mendapat
hukuman akan dijadikan contoh bagi awak kapal lain.
Cara ini mungkin mempunyai kendala pada
kepatuhan awak kapal terhadap hukuman yang diberikan. Hal ini tergantung dari
kebijakan yang perwira berikan. Bila hukuman tidak dijalankan sebagaimana
mestinya, maka harus ada sanksi yang lebih berat terhadap pelanggarnya.
Setelah di evaluasi, maka pemecahan masalah yang terbaik
untuk mengatasi masalah yang terjadi diatas kapal MT. Catur Samudra yaitu melakukan
pengawasan dan pengontrolan oleh perwira jaga terhadap personil yang
melaksanakan tugas jaga di anjungan, serta pemberian penghargaan / hadiah
dan pemberian
hukuman.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
- KESIMPULAN
Dalam
pelaksanaan tugas jaga di anjungan untuk mencapai hasil yang maksimal
diperlukan kerja keras dan disiplin, kerena dengan hal tersebut dijaga maka
pelaksanaan tugas jaga di anjungan tersebut dapat berjalan dengan lancar yang
di dukung oleh kemantapan kinerja yang dimiliki anak buah kapal dalam melakukan
sesuai dengan prosedur – prosedur yang sudah di tentukan. Kecelakaan pada saat
kapal berlayar yang sebagian besar disebabkan oleh faktor dari kecerobohan dan
ketidakdisiplinan dari personil jaga yang sedang melakukan dinas jaga. Untuk
meningkatkan disiplin dalam melaksanakan tugas jaga di anjungan oleh para
personil tugas jaga di anjungan, maka diperlukan adanya pengetahuan tentang
standar - standar prosedur yang baik dalam melaksanakan tugas jaga di anjungan.
Setelah dijelaskan pada BAB I sampai BAB IV di dapat kesimpulan - kesimpulan
dengan harapan dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan tambahan untuk
penulis sendiri maupun bagi pihak yang terkait dalam pelaksanaan tugas jaga di
anjungan.
Kesimpulan tersebut
adalah sebagai berikut :
Kurang disiplinnya
para personil jaga di atas anjungan disebabkan karena :
1.
Kurangnya
peran aktif perwira jaga di atas anjungan sehingga menyebabkan anak buah kapal
khususnya jurumudi tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Pemecahan
masalahnya yaitu perwira jaga harus sering melakukan pengontrolan dan
pengecekan terhadap personil jaga yang melaksanakan tugas jaga di anjungan
serta memberikan teguran – teguran dan peringatan – peringatan yang bersifat
tegas kepada personil jaga yang telat
dalam melaksanakannya tugasnya sehingga para personil jaga di atas anjungan
merasa diawasi oleh pimpinan mereka dan membuat bawahan itu respect kepada
atasan mereka.
2.
Tidak adanya penghargaan bagi ABK yang melaksanakan
pekerjaannya dengan baik dan hukuman bagi mereka yang melakukan pelanggaran
akan tugasnya, sehingga pemecahan masalahnya yaitu nakhoda ataupun perwira
diatas kapal harus dapat bertindak tegas untuk dapat menghukum anak buahnya
ketika melakukan kesalahan pada saat menjalankan tugas – tugasnya dan apabila
terdapat mereka yang menjalankan tugasnya dengan baik maka dapat diberi
penghargaan berupa reward . Sehingga dalam hal ini tugas – tugas yang dilakukan
oleh ABK dapat dikerjakan dengan penuh semangat dan tanggung jawab.
B.
SARAN
Setelah membahas
fakta - fakta dari permasalahan yang telah dibahas ada beberapa saran yang
perlu untuk diutarakan agar selama pelaksanaan tugas jaga diatas anjungan dapat
berjalan dengan baik, saran-saran tersebut adalah :
1. Kepada
pihak perusahaan agar ditingkatan Sumber Daya Manusia dalam proses seleksi
untuk mengambil keputusan penerimaan karyawan baru. Proses ini dapat disusun
dengan memperhatikan persyaratan – persyaratan jabatan yang telah ditetapkan.
Kemudian manajer memeriksa prestasi para pelamar di waktu yang lalu dan memilih
orang – orang yang memiliki kemampuan, pengalaman dan kepribadian yang paling
memenuhi persyaratan suatu jabatan sehingga dapat menghasilkan pelamar yang
handal, kompeten serta memiliki pengalaman yang cukup dalam melaksanakan
tugasnya khususnya dalam hal tugas jaga di anjungan.
2. Perwira jaga harus sering melakukan
pengecekan terhadap personil jaga di
anjungan sehingga tidak ada lagi personil jaganya yang lalai dalam melaksanakan
tugas – tugasnya dalam berdinas jaga dianjungan.
3.
Pemberian
penghargaan / reward kepada ABK yang menjalankan tugasnya dengan baik hendaknya
dilakukan secara berkala dan apabila memungkinkan dilakukan setiap sebulan
sekali sehingga dapat memberikan semangat bagi ABK dalam melaksanakan tugas –
tugasnya di atas kapal.
gaada nama penerbitnya?sama tahun penerbitnya?
BalasHapus